Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pinjol Bukanlah Solusi

9 Januari 2024   21:40 Diperbarui: 9 Januari 2024   22:05 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebut saja namanya Nona X, Nona Y, dan Mr. Z. Mereka semua adalah korban Pinjol alias Pinjaman Online.

Nona X kejadiannya beberapa tahun yang lalu bahkan sampai beberapa kali menggunakan jasa pinjol dan akhirnya pihak keluargalah yang lagi-lagi harus menolongnya dari jeratan pinjol dengan angka rupiah yang fantastis hingga tembus ratusan juta rupiah.

Lain dengan Nona Y, kepada orang  tuanya dia mengaku sedang bisnis online yang menguntungkan. Si Orang tua tidak menaruh curiga malah merasa senang melihat anaknya suka belanja barang-barang mewah hasil usahanya. 

Seiring waktu berjalan maka berdatanganlah pesan whatsApp bahkan akhirnya datang langsung kerumah menagih uang yang jumlahnya cukup fantastis untuk seorang Nona Y. Akhirnya pihak keluarga jugalah yang terpaksa melunasinya.

Terakhir kejadian sebulan yang lalu seorang teman datang ke rumah dan mengeluh, anaknya diintimidasi pihak pinjol karena telat bayar angsuran. Si Anak (Mr. Z) menggunakan jasa pinjol tanpa sepengetahuan orang tuanya.

Karena penasaran dan iba saya langsung ketemu anaknya, dengan polos Mr. Z mengaku hanya penasaran bagaimana rasanya berurusan dengan pinjol dengan meminjam uang Rp. 3jt.

Motif Nona X dan Nona Y adalah pemenuhan gaya hidup yang berlebihan, sedangkan Mr. Z adalah rasa keingintahuan. Beragam motif bisa dengan mudah pinjol menjerat mangsanya karena pinjaman online ini umumnya memberikan akses cepat dan mudah untuk memperoleh dana pinjaman tanpa perlu melibatkan prosedur dan persyaratan yang rumit seperti pada lembaga keuangan resmi.

Yang lebih mengejutkan kemarin saya baca artikel Headline Kompasiana menyodorkan bukti bahwa hasil riset No Limit Indonesia Tahun 2021 kalangan Guru lah yang paling banyak menjadi korban Pinjol sebesar 42%, korban PHK 21%, ibu rumah tangga 18%, karyawan 9%, selanjutnya ada pedagang, pelajar, dll. 

Saya penasaran motif guru berurusan dengan Pinjol apa? Justru yang harus terdepan memberikan pencerahan kepada masyarakat khususnya generasi milenial X, Y, dan Z, Kok malah jadi korban.

Perlu diingat bahwa layanan pinjaman online menawarkan suku bunga yang tinggi dan atau memiliki praktik yang kurang etis. Oleh karena itu, konsumen sebaiknya berhati-hati pastikan memahami seluruh ketentuan dan biaya yang terkait pinjaman.

Beberapa layanan pinjaman online mungkin terlibat dalam praktik yang dianggap kurang etis atau merugikan konsumen seperti kejadian di atas. Berikut adalah beberapa contoh praktik yang perlu diwaspadai:

  • Suku Bunga Tinggi. 

Beberapa pinjol mungkin menetapkan suku bunga yang sangat tinggi, bahkan melebihi batas yang wajar. Hal ini dapat menyebabkan total pembayaran kembali menjadi jauh lebih tinggi daripada jumlah yang dipinjam.

  • Biaya Tersembunyi. 

Beberapa pinjol dapat menggunakan biaya tersembunyi yang tidak dijelaskan dengan jelas kepada konsumen. Biaya ini dapat mencakup biaya administrasi, biaya penalti, atau biaya lain yang tidak dimengerti konsumen pada awal transaksi.

  • Praktik Penagihan yang Agresif.

Ada laporan tentang pinjol seperti kejadian-kejadian di atas yang menerapkan praktik penagihan yang agresif, termasuk ancaman atau pelecehan kepada peminjam yang gagal membayar tepat waktu. Hal ini tidak sesuai dengan praktik penagihan yang etis.

  • Kurangnya Keterbukaan.

Beberapa layanan pinjaman online mungkin tidak memberikan informasi yang jelas atau transparan terkait dengan syarat dan ketentuan pinjaman. Keterbukaan yang buruk dapat mengecoh konsumen dan membuat mereka kebingungan tentang kewajiban finansial mereka.

  • Pengumpulan Data yang Berlebihan.

Beberapa pinjol mungkin mengumpulkan lebih banyak data pribadi daripada yang diperlukan, dan ada risiko bahwa data ini dapat disalahgunakan atau dijual tanpa izin.

Marilah kita cakap berliterasi dalam segala hal, dalam hal ini literasi digital dan literasi finansial perlu menjadi bahan kajian lebih mendalam.

Dan yang terpenting adalah gaya hidup minimalis harus kita gelorakan, karena dari korban yang saya kenal mereka berpendidikan tinggi bahkan bersekolah di sekolah tinggi ilmu ekonomi.

Ini membuktikan penyebabnya bukanlah faktor ketidaktahuan melainkan tuntutan emosional dalam memiliki sesuatu.

Sekian semoga menjadi inspirasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun