Mohon tunggu...
Agus Ghulam Ahmad
Agus Ghulam Ahmad Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Sarjana Studi Islam. Pengamat isu dan kajian keislaman.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Posisi Orang Murtad dalam Islam?

23 Juni 2022   15:13 Diperbarui: 23 Juni 2022   15:38 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya menulis tesis S2 dengan judul "Dosa Kemurtadan dan Hukumannya dalam Islam". Saya banyak mengambil rujukan dari penelitian karya Abdullah Saeed dan Hassan Saeed berjudul "Freedom of Religion, Apostasy and Islam".

Murtad dalam bahasa Arab menunjukkan subyek atau pelaku, yaitu orang yang melakukan riddah (berganti keyakinan dari Islam ke yang lain, atau menjadi kafir setelah beriman). Banyak sekali perbedaan pandangan tentang posisi murtad dalam Islam, dan bagaimana hukuman yang diterapkan untuknya. Bagi saya, orang murtad tidak dapat langsung serta merta dijatuhi sanksi pidana.

Dasar pemikiran saya adalah, hukuman mati bagi pelaku murtad justru bertentangan dengan asas kebebasan beragama yang diusung Islam. Asas ini bisa kita baca dalam QS. Al-Baqarah: 256, "Tidak ada paksaan dalam beragama." Selain itu, Al-Qur'an juga tidak menetapkan murtad sebagai tindak kriminal, karena tidak menyebutkan hukum pidana untuknya. Lalu, apa hukuman murtad dalam Al-Qur'an?

Hukuman bagi murtad dalam Al-Qur'an adalah azab Allah, kemurkaan Allah, terputusnya amal di dunia, dan neraka (lihat QS. At-Taubah: 74, Al-Baqarah: 217, Ali Imran: 90, An-Nisa': 115 & 137, Muhammad: 25-28). Tidak disebutkan hukuman pidana untuk murtad dalam Al-Qur'an.

Adapun asal hukuman mati bagi murtad terdapat dalam hadis, dengan dua sighat (bentuk): yang bersifat universal dan terbatas. Yang pertama memakai tiga ungkapan:

- Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah ia.

- Siapa yang mengganti agamanya, penggallah lehernya.

- Jika seorang hamba tetap pada kesyirikan, maka halal darahnya.

Lalu, terdapat hadis lain yang memberikan batasan kondisi bagi murtad, yaitu "memisahkan diri dari jamaah dan memerangi islam". Hal ini menambahkan konteks untuk hukuman mati bagi murtad, yaitu tidak semata-mata karena keluar dari Islam, tapi ada penyebab yang menyertainya.

Dengan kata lain, hukuman mati bagi murtad bukanlah hukuman final dan tetap. Umar bin Khattab misalnya memberikan opsi penjara alih-alih menghukum mati. Hukuman mati bagi murtad di zaman Nabi Muhammad juga bukan semata-mata karena sebab kemurtadan, tetapi dikarenakan ada tindak kriminal yang menyertainya.

Misalnya, Nabi Muhammad menghukum mati rombongan 8 orang dari 'Ukl bukan semata-mata karena mereka murtad setelah berbaiat (bersumpah setia) kepada Nabi Muhammad, tetapi karena mereka membunuh penggembala unta yang ditunjuk Nabi Muhammad, mencungkil matanya, dan merampas untanya.

Hukuman mati bagi murtad di masa itu juga erat kaitannya dengan masalah keamanan negara. Di akhir masa kepemimpinan Nabi Muhammad, terjadi pemberontakan pimpinan Al-Aswad Al-'Unsi di Yaman. Ia mendaku sebagai nabi dan mulai memerangi Islam.

Banyak orang lalu murtad dan bergabung dengan barisan Aswad. Pada masa itu, orang-orang murtad disinyalir sebagai para pemberontak dan pengkhianat negara (traitor). Jika membaca konteks ini, maka hukuman mati bisa dipahami sebagai upaya pertahanan diri.

Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun