“Semua akan terlihat jelas dengan peta”
Begitulah prinsip yang sering saya pegang, khususnya dalam upaya memahami dinamika Bumi dan isinya. Karena itu saat berita dan artikel tentang rencana Terusan Kra di Thailand menyeruak kembali beberapa minggu terakhir, saya otomatis berpikir apakah ada peta yang menggambarkan jalur-jalur perdagangan laut Asia Pasifik? Kalau ada, peta semacam itu sedikit banyak akan memberi gambaran awal tentang pengaruh Terusan Kra terhadap Indonesia. Untungnya saya teringat salah satu koleksi majalah National Geographic edisi khusus “Detak Bumi” terbitan 2010. Di situ ada dua peta tematik, yaitu peta lalu-lintas perdagangan laut dan peta kepadatan penduduk.
Saya berpikir kenapa dua peta yang terpisah ini tidak digabung saja. Setelah kedua peta digabung dan di-overlay dengan perangkat lunak pengolah gambar, saya mencari informasi terbaru tentang daftar pelabuhan-pelabuhan dagang/peti kemas tersibuk di dunia. Data akhirnya didapat di Wikipedia yang menyadur dari AAPA World Port Rankings tahun 2015. Dari data ini, saya berinisiatif menambahkan informasi grafis lokasi pelabuhan-pelabuhan tadi pada peta yang telah saya gabungkan sebelumnya. Berikut link tentang daftar pelabuhan tersibuk di dunia,
https://en.wikipedia.org/wi…/List_of_busiest_container_ports
Adapun artikel-artikel lokal tentang Terusan Kra beberapa bisa dibaca pada link dibawah ini,
http://www.kompasiana.com/…/mengenal-terusan-kra-jangkar-pe…
http://www.kompasiana.com/…/terusan-kra-thailand-tidak-akan…
Secara ringkas, Terusan Kra adalah rencana untuk memotong celah tersempit Semenanjung Malaya selebar kira-kira 100 kilometer (lihat peta). Pemotongan ini selanjutnya akan menjadi jalan pintas (shortcut) kapal-kapal dari utara Samudera Hindia menuju Asia Timur (Cina, Jepang, Korea) dan sebaliknya. Kapal-kapal tadi tidak perlu lagi berputar melewati Selat Malaka dan Singapura. Konon penghematan ini akan memangkas jarak tempuh sebesar hampir 2000 kilometer, dan tiap 100.000 ton kargo akan ada penghematan biaya sebesar US$ 300.000. Dampak lain yang tidak kalah besar pasti akan dialami oleh tiga pelabuhan besar di Selat Malaka: Pelabuhan Singapura, Pelabuhan Klang, dan Pelabuhan Johor. Apalagi bagi Pelabuhan Singapura yang merupakan pelabuhan kontainer tersibuk nomor 2 di dunia (lihat peta).
Lalu apakah benar keberadaan Terusan Kra akan berpengaruh banyak terhadap ekonomi Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan ini secara lengkap tentu butuh banyak kajian-kajian mendalam tentang ekonomi-politik-sosial, dan tulisan ini pastinya tidak membahas sedalam ini. Tulisan saya hanya mengajak untuk membaca fenomena dengan peta secara kualitatif. Oleh karena itu, dengan melihat peta di atas ada beberapa poin yang muncul. Berikut poin-poinnya :
1) Pertama-tama, mengapa saya menggabungkan peta lalu-lintas laut dengan peta kepadatan penduduk? Jawabannya sederhana. Kepadatan penduduk adalah salah satu faktor utama kemampuan produksi dan konsumsi suatu negara. Dan faktor produksi/konsumsi tadi tentu harus difasilitasi dengan keberadaan pelabuhan laut/sungai yang mumpuni untuk mewadahi arus barang dan kontainer (ekspor-impor). Di era global saat ini memang hampir tidak ada negara yang swa-produsen dan swa-konsumen. Setiap negara selalu membutuhkan negara lainnya.
2) Kalau melihat dari peta, 9 dari 10 pelabuhan tersibuk di dunia ada di Asia Timur. Dari dari 9 pelabuhan tadi, 7 diantaranya berada di negara Cina. Bahkan peringkat 1 ditempati oleh pelabuhan Shanghai. Wajar saja karena negara Tirai Bambu adalah negara produsen terbesar di dunia sekaligus negara konsumen terbesar nomor 2 setelah Amerika Serikat (Sumber : CIA World Fact Book)
3) Kombinasi ekspor-impor yang masif antara Cina-Jepang-Korea dan AS menjadikan jalur perdangangan Samudera Pasifik (Trans Pasifik) menjadi salah satu jalur perdagangan laut tersibuk di dunia bersama jalur Trans Atlantik antara AS dan Eropa.
4) Jika dilihat dari sisi jumlah penduduk, baik Cina (peringkat 1 dunia jumlah penduduk) maupun AS (peringkat 3) tampaknya benar-benar memaksimalkan potensinya.
5) Sekarang mari ke jalur Selat Malaka. Dari peta keadaan saat ini kita bisa melihat bahwa Selat Malaka adalah salah satu jalur laut terpadat di dunia. Ada 3 pelabuhan yang ketiban pulung dengan ramainya jalur ini. Pertama adalah Pelabuhan Singapura (tersibuk nomor 2), Port Klang (tersibuk no. 12) dan Tanjung Pelepas-Johor (no.18). Dua pelabuhan terakhir adalah milik Malaysia.
6) Kalau Terusan Kra dan infrastruktur pendukungnya terealisasi, dapat kita lihat secara sekilas bahwa ketiga pelabuhan di atas akan menerima dampak paling besar. Kapal-kapal kargo secara praktis akan memilih menembus Terusan Kra daripada memutari Selat Malaka. Walaupun ada banyak faktor selain geografis yang mempengaruhi ramai-tidaknya sebuah pelabuhan, namun memangkas jarak 2000 kilometer lebih adalah tawaran yang cukup menarik.
7) Anggap saja Terusan Kra memang akan meredupkan Pelabuhan Singapura, Tanjung Pelepas, dan Port Klang, maka praktis calon kuat pelabuhan lain yang bakal ketiban pulung adalah Pelabuhan Laem Chabang (Thailand, tersibuk no.21) dan Pelabuhan Ho Chi Minh (Vietnam, tersibuk no.22). Khususnya Pelabuhan Ho Chi Minh yang dilewati langsung jalur perdagangan Mediterania-Arabia-Cina.
8) Lalu bagaimana dengan Indonesia? Kalau dilihat sekilas, ada atau tidaknya Terusan Kra sepertinya TIDAK BERPENGARUH BANYAK terhadap jalur perdagangan laut Indonesia. Pelabuhan dagang terbesar di Indonesia adalah Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan tersibuk nomor 26 di dunia.
9) Kenyataan ini cukup ironis karena selama ini kita bangga dengan slogan “Nenek Moyangku Orang Pelaut” .Sejarah perdagangan maritim Nusantara zaman dulu juga cukup gemilang. Dulu peradaban kita mengenal kota-kawasan pelabuhan internasional di Tuban, Gresik, Maluku, Banten, Aceh, hingga Barus. Namun dapat dilihat sekilas dari peta kalau kejayaan tadi nyaris tak bersisa.
10) Sejarah dan eksisting geografis memang tidak mengenal kata “seandainya”. Namun seandainya saja Australia adalah kawasan kontinen yang padat penduduk seperti Cina dan India, mungkin saat ini Indonesia adalah negara yang sangat strategis dengan jalur perdagangan laut dan pelabuhan yang ramai. Perairan Laut Jawa, Selat Karimata, dan perairan Maluku akan menjadi jalur perdagangan yang amat sibuk. Sayangnya Australia adalah sebuah benua yang cukup gersang yang secara berabad-abad membatasi populasinya secara alami.
Lalu seperti apa upaya Indonesia dalam menyikapi dinamika kawasan ini? Masih bisakah kita mencicip kue dari jalur perdagangan global tadi?
11) Salah satu gagasan yang sering dikedepankan adalah merevitalisasi kawasan pelabuhan Sabang atau di kawasan utara Banda Aceh lainnya. Kawasan ini kurang lebih hanya berjarak 500 km dari calon Terusan Kra. Pelabuhan utara Aceh nantinya dapat melayani arus barang Trans Sumatera. Secara global, kawasan utara Aceh juga dapat menjadi garda depan arus dagang Indonesia dan Eropa-Arabia. Tentu saja upaya ini harus dibarengi dengan infrastruktur pendukung yang mumpuni. Untungnya pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera yang menghubungkan Aceh hingga Lampung sudah lama dimulai.
12) Pelabuhan Tanjung Priok sepertinya akan tetap menjadi pelabuhan tersibuk di Indonesia. Tanjung Priok selain mewadahi perdagangan domesik juga akan melayani jalur dagang Indonesia dengan Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, serta Afrika Timur.
13) Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), sebenarnya sudah ditekankan konsep “Pendulum Nusantara”. Inti gagasan ini adalah menghubungkan pelabuhan-pelabuhan di Utara dan Pesisir Timur Sumatera, Pesisir Utara Jawa, selatan Sulawesi, hingga Maluku dan Papua dalam satu jalur yang sekilas mirip pendulum/jangkar (lihat peta). Pembukaan jalur ini diikuti dengan revitalisasi penambahan kapasitas pelabuhan-pelabuhan tadi agar dapat dilewati kapal-kapal besar. Konsep “Pendulum Nusantara” mirip dengan gagasan “Tol Laut” yang dikedepankan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini.
14) Poin terakhir. Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar nomor 4 di dunia. Pulau Jawa sendiri adalah pulau yang paling padat penduduknya di dunia. Dengan potensi sebesar itu, seharusnya Indonesia bisa menjadi negara produsen yang besar. Sayang sekali jika ramainya pelabuhan kita hanya untuk melayani arus impor saja.
Sekian tulisan dari saya terkait dengan Indonesia dan tantangan menghadapi Terusan Kra. Sebenarnya salah satu poin utama yang dikedepankan melalui tulisan ini adalah bagaimana kita mampu membaca dinamika ekonomi dan politik melalui peta. Sangat tepat kalau pendidikan Wawasan Nusantara selalu dikedepankan mulai dari sekolah dasar.
Memahami peta geografis adalah tingkat dasar dalam memahami wawasan kawasan. Baik itu wawasan dalam skala kota, lokal, nasional, regional, hingga global.
Sekian,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H