Mengembalikan BUM Desa Merpati Menuju BUM Desa Sejati
Oleh: Agus Fathorrosi*
Judul buku: Ruwat BUM Desa Merpati
Penulis: Anom Surya Putra
Penerbit: Jarkom Desa
Cetakan: Pertama, 2017
Tebal: xiv + 108 halaman
Saat ini, Desa dihadapkan pada masalah dan tantangan dalam proses penyelenggaraan pemerintahannya berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Diantaranya adalah problem empiris dan normatif tentang keabsahan Peraturan Desa sebagai aspek pengubah hukum, syarat domisili pemerintah desa, demokrasi asli Badan Permusyawaratan Desa (BPD), aporia Dana Desa dan isu korupsi, kesehatan berdesa hingga masalah Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).
Pasca terbitnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, aturan lama BUM Desa itu tidak lagi berlaku lagi dan digantikan dengan alur kebijakan yang mengalir dari UU Desa. Perjalanan sejarah kelembagaan politik yang berwenang mengurusi Desa menghasilkan kementerian baru, yakni Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT). Atas dasar wewenang Kementerian Desa PDTT, terbit pengaturan baru tentang BUM Desa ke dalam Peraturan Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan dan Pembubaran BUM Desa.
Geliat pendirian dan pengelolaan BUM Desa pun terjadi sejak Kementerian Desa PDTT menempatkan BUM Desa sebagai target capaian keberhasilan teknokratik. BUM Desa diakui sebagai kewenangan lokal skala Desa, sehingga siasat kebijakan "intervensi" aparatus supra Desa atas BUM Desa menjadi ketinggalan zaman. Membangun BUM Desa dari "atas" atau intervensi atas BUM Desa sudah gugur secara normatif dalam UU Desa. Wewenang (bevoegheid) aparatus supra Desa dibatasi dalam skala fasilitasi (to facilitate; memudahkan), sehingga kekuatan intervensi sudah tidak berdaya ikat bagi semesta BUM Desa.
Berangkat dari inilah, Anom Surya Putra dalam bukunya yang berjudul Ruwat BUM Desa Merpati mencoba mengurai lebih dalam bagaimana mengembalikan (baca: membebaskan) BUM Desa dari tekanan yang serba intervensi aparatus supra Desa menuju BUM Desa berdasarkan kewenangan hak asal usul, kewenangan lokal berskala Desa dan kaya akan prakarsa dari masyarakat Desa itu sendiri.