Mohon tunggu...
Agus Fajar Hidayat
Agus Fajar Hidayat Mohon Tunggu... Aktor - Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Keolahragaan Universitas Mercu Buana Yogyakarta ( UMBY )

Saya meengambil S1 prodi ilmu keeolahragan di universitas mercu buana yogyakarta, pada dasarnya saya mengambil prodi dikarenakan masih banyaknya kebutuhan guru olahraga di tingkat smp dan sma yang memerlukan sarjana. disini di kompasiana saya akan menerbitkan artikel tentang ilmu keolahragaan yang sesuai dengan progam penidikan saya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perkembangan dan Manfaat Olahraga Tradisional Egrang Di Era Modern

26 Desember 2024   12:46 Diperbarui: 26 Desember 2024   12:46 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“PERKEMBANGAN OLAHRAGA TRADISIONAL EGRANG DI ERA MODERN”

Dosen Pembimbing Mata Kuliah :

Dr. Antonius Tri Wibowo, M.Or.

Oleh :

Agus Fajar Hidayat

agusfajar400@gmail.com

FAKULTAS ILMU KEPENDIDIKAN PRODI ILMU KEOLAHRAGAAN 

UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

  • Egrang bambu adalah salah satu permainan tradisional asal Purworejo, Jawa Tengah yang sudah ada sejak zaman dahulu, pada egrang bambu ini banyak dimainkan pada anak anak zaman dahulu sebagai sarana permainan, hiburan sekaligus olahraga tradisional. Egrang bambu ini telah ada pada zaman kolonial belanda atau masa penjajahan belanda di Indonesia yang di pengaruhi oleh budaya china dan mulai berkembang sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1960-an.
  • Dalam perkembangannya egrang bambu ini menjarah di seluruh wilayah Indonesia seperti Lampung dengan nama terompang pancung yang berarti trompah Panjang karena pada egrang bambu ini teruat dari bambu bulat Panjang dan diberi bambu sedikit pendek yang berfungsi sebagai penyangga kaki, ketinggian bambu yang berfungsi sebagai penyangga kaki tersebut disesuaikan dengan yang ingin menggunkananya. Pada permainan egrang membutuhkan ketermapilan, keseimbangan saat menaikinya, egrang ini terbuat dari bambu bulat utuh atau kayu dengan Panjang kurang lebih 2,5 meter. Pemain berdiri diatas baambu pendek yang berfungsi sebagai penyangga kaki untuk menjaga keseimbangan agar tidak jatuh.[1]
  • Dalam era modern seperti ini, permainan atau olahraga tradisional sudah mulai jarang terlihat, tetapi tidak sedikit juga anak-anak yang masjh melestarikan permainan egrang tersebut, banyak perlombaan 17an atau perayaan hari kemerdekaan Indonesia diisi loba balap egrang, bahkan di sekolah-sekolah pun banyak yang masih melakukan perlombaan tersebut, seperti contoh di SMP negeri 27 Purworejo pada kegiatan PERJUSA ( Perkemahan Jumat Sabtu ) pada kegiatan outbond ada perlombaan Gerang antar regu untuk siswa.
  • BAGIAN BAGIAN TUBUH YANG DOMINAN 

Pada permainan egrang bambu diperlukan keseimbangan, kestabilan, daya tahan, koordinasi dan konsentrasi yang tinggi supaya bisa berdiri diatas egrang bambu dengan tinggi kurang lebih 2,5 meter ini.[2] Adapun beberapa bagian tubuh yang dominan antara lain :

  • Kaki meliputi : otot tungkai 
  • Tangan meliputi : otot tangan
  • Pinggang : Otot pinggang saat bergerak melangka
  • Mata : untuk melihat
  • Jari jari kaki berfungsi sebagai penjepit pada batang bambu, dominan ke jempol kaki dan telunjuk kaki

 

Dalam hal ini egrang adalah olahraga tradisional yang dalam pelaksanannya memerlukan koordinasi bagian tubuh diantaranya kaki, tangan dan mata. Egrang juga memerlukan keseimbangan, konsentrasi dan endurance atau daya tahan tubuh yang bagus [3]

 

  • NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM PERMAINAN EGRANG
  • Dalam hal ini, nilai niklai yang terkandung dalam sebuah permainan egrang dapat membuat seseorang memiliki jiwa bertanggung jawab dan berani melawan ketakutan, karean pada permainan Gerang tersebut di perlukan keberanian yang tinggi mengingat tinggi egrang itu 2,5 meter dan harus berdiri disebuah pijakan bambu yang berukuran lebih pendek. Selain tanggung jawab dan kebenarian, dalam permainan ini seseorang juga harus bisa mengkoordinasi tubuhnya antara mata, tangan, dan kaki sehingga dapat memberikan keseimbangan yang baik dalam melakukan permainan egrang.
  • Selain diatas, dalam permainan egrang juga bisa digunakan sebagai sarana hiburan yang bisa membuat pemain atau pelaksananya memiliki hati yang gembira dan nyaman dalam melakukannya.
  • Di beberapa desa di Kabupaten Purworejo, salah satunya di desa saya, Desa Blendung pada perayaan 17 agustus sebagai peringatan hari kemerdekaan Ri masih diadakan lomba balap egrang yang menghasilkan suasana yang gembira, senang dan ceria, dalam hal ini egrang pun bisa menciptakan suasana yang ceria bukan hanya yang melakukannya saja tetapi juga yang menikmati dan menyaksikan. Meskipun pada zaman era modern seperti sekarang ini egrang berkurang peminatnya, tetapi masih banyak orang yang melestarikan permainan tradisional ini dengan baik.
  • NILAI FILOSOFI PERMAINAN EGRANG DALAM KEHIDUPAN
  • Nilai filsofi yang terkandung dalam permainan egrang pada kehidupan sehari hari tentu saja bisa meanjadikan kegiatan yang positif bagi semuanya. Kegiatan positif yang dimaksud adalah :
  • Terjaalinnya sikap social yang bai antar sesame masyarakat, karena dengan bermain egrang .
  • Rasa kepercayaan yang tinggi Ketika berhasil melakukan dan berdiri diatas egrang yang tinggi
  • Rasa kebernaian dalam memecahkan masalah supaya bisa melakukan Gerang dan berdiri diatas egrang.

 

Dari permainan egrang. Seseorang bisa mendapatkan sikap seperti diatas dalam kehidupan sehari hari

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Okwita, Afrinel, and Siska Permata Sari, ‘Eksistensi Permainan Tradisional Egrang Pada Masyarakat Monggak Kecamatan Galang Kota Batam’, HISTORIA: Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 4.1 (2019), pp. 19–33, doi:10.33373/j-his.v4i1.1720

 

Rika Widianita, Dkk, ‘No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析Title’, AT-TAWASSUTH: Jurnal Ekonomi Islam, VIII.I (2023), pp. 1–19

 

Safari, Indra, ‘Analisis Unsur Fisik Dominan Pada Olahraga Tradisional’, Jurnal Kependidikan Penelitian Inovasi Pembelajaran, 40.2 (2011), pp. 157–64, doi:10.21831/jk.v40i2.495

 

            Kakek saya, Simbah Tugiman di desa geparang tahun 2024

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun