Kalau di tarik mundur, sebenarnya dari awal bertemu anak-anak, Lano sama sekali tak pernah memberikan sesuatu. Baik dalam bentuk dana maupun materi. Ia hanya mencoba memberikan apa yang sebelumnya telah dikaruniakan oleh Sang Pencipta.
Karena Lano dianugerahi selera humor, ya canda tawa yang ia berikan. Lano memiliki akal budi, ya ilmu dan pengetahuan yang ia bagikan. Lano ada kepercayaan diri, ya anak-anak diajak bermain dan bernyanyi. Lantaran cuma punya hati, ya sapaan dan relasi humanis yang Lano persembahkan.Â
Begitulah kira-kira benih yang ditanamkan Lano kepada anak-anak, sehingga mereka tetap bersedia datang kembali ke griya studi. Namun sayangnya, lagi-lagi Lano harus dihadapkan kembali pada kenyataan seperti masa silam.Â
Agenda lain yang telah terprogram dari markas besar Lano telah menanti. Tentunya hal ini akan menyita banyak waktu Lano di area lain.
Akankah peristiwa serupa terulang kembali pada relasi Lano dengan anak-anak griya studinya? Semoga saja tidak.
Tetapi jika sang agenda menakdirkan demikian, biarkan Lano memohon pada sang kapten. Agar kapten berkenan mengirimkan manusia altruis untuk menggantikan posisi Lano manakala sang agenda tak lagi mampu bersahabat dengan anak-anak griya studi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H