Mohon tunggu...
Agus Daryanto
Agus Daryanto Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia

Pembelajar kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sepenggal Cerita di Tambal Ban Solo

13 November 2020   18:54 Diperbarui: 13 November 2020   18:57 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pagi ini aku mengawal acara Mider Praja Pemkot Surakarta di sebuah SMP di bilangan Kota Barat. Ya, Wali Kota dan jajaran seperti biasa melakukan kegiatan Jumat rutin sepedaan keliling kota yang kali ini dirangkaikan dengan pemberian bantuan perangkat smartphone kepada 101 siswa kurang mampu di SMP Solo sebagai penunjang belajar daring.

Sebagai petugas acara, aku justru tidak naik sepeda, tapi sepeda motor karena harus menyiapkan kegiatan dari titik satu ke titik lainnya.Selesai bertugas, aku melihat ban belakang motorku bocor. Ah sial sekali, gerutu sederhana yang sekejab berlalu. Aku lekas mencari tambal ban terdekat.

Ku tanya bapak tukang becak di pinggir jalan karena aku agak buta masalah itu. "Lurus, sebelum lampu merah ke kiri, Mas. Kalau yang sini belum buka." Setelah berterima kasih aku laju paksa motorku menuju arah yang ditunjukkan bapak itu dengan simbol keramahan jempol kanan khas warga Solo. Tak sampai semenit sampai juga aku di tempat tambal ban itu.

"Bocor, Mas?" tanya ibu yang menunggui gerobak tambal ban plus kios mini dengan dekorasi beberapa botol bensin eceran itu. "Iya, Bu. Tolong ditambal ya, Bu?" pintaku sederhana. "Sebentar ya, Mas." Ibu itu lantas memanggil anak lelakinya yang seumuranku untuk memeriksa ban motorku lebih lanjut.

Aku menunggu sambil duduk di pagar beton pengurung pohon yang dimodifikasi jadi bangku, sambil memperhatikan pemuda itu mengoperasi motorku. Duduk di bawah pohon trembesi, disampingku ada ibu tadi, rasanya ada dua keteduhan yang menemaniku.

"Ini apa, Mas?" Ibu itu sepertinya tertarik dengan satu piala yang kubawa dari acara Mider Praja tadi. "Oow, ini piala dari Kementrian Ristek, Bu. Kota Solo mendapat penghargaan sebagai Kota Terinovatif se-Indonesia. "Ooo, pantas bagus Mas, dari Jakarta kok ya?" sahut ibu itu.

Sejurus kemudian nampak ada seorang ayah memboncengkan anak perempuannya datang mendekati kami. Mereka bernasib sama denganku, ban bocor di perjalanan. Singkat kata bapak dan anak itu minta tolong ditambalkan ban nya dan menunggu duduk di depanku.

Perbincangan pun kini melibatkan lebih banyak orang sehingga aku memutuskan lebih menahan diri untuk menyimak situasi itu lebih seksama. Ibu yang ramah itu lantas bertanya kepada mereka "Apa sekolahnya sudah masuk to Pak kok putranya pakai seragam?"

"Belum masuk, Bu. ini tadi ditimbali (red:dipanggil) Pak Wali ke sekolahan untuk  mengambil ini (sambil menunjukkan set handpone baru yang masih kardusan). "Itu apa to, Pak?" lanjut tanya sang ibu. "Ini hape bu, untuk belajar online dari rumah. Sekarang kan masih pandemi Corona, jadi anak-anak masih belajar dengan bapak ibu guru dengan hape ini dari rumah." terang bapak itu.

***Selanjutnya saya tulis percakapan dengan bahasa Jawa karena olah rasa nya sulit terwakili dengan bahasa Indonesia***

 "Wah, sae niku. Pancen Pak Rudi puniko piyayine sae kok. Kulo anyekseni. Ndek meniko kulo njih diparingi KIS (Kartu Indonesia Sehat). Dados iuran BPJS kulo meniko dibayar kaliyan Pemerintah. Anak kulo meniko njih diparingi bantuan RTLH kangge dandan omahe sing riyin mboten layak." Ibu itu semakin bersemangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun