Mohon tunggu...
Agus Daryanto
Agus Daryanto Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia

Pembelajar kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Apa yang Salah dengan Wasit Sepak Bola Kita?

1 Juni 2016   12:47 Diperbarui: 1 Juni 2016   20:03 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepakbola. Tak ada habisnya jika bicara tentang sepakbola. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa sepakbola adalah olahraga yang paling populer di muka bumi. Termasuk di Indonesia. Sayangnya jika kita coba menilik pada lemari piala negara kita, hanya ada beberapa piala yang terpampang di sana. Itu pun dalam wujud piala –piala tua. Ya. Fakta bahwa sepakbola sebagai olahraga yang paling dicintai tidak berbanding lurus dengan raihan prestasi.

Banyak faktor yang menentukan prestasi. Banyak hal yang bisa dianalisis. Manajemen induk organisasi, kompetisi, pembinaan usia dini, dukungan pemerintah, infrastruktur olahraga, dan masih banyak lagi. Dari hulu ke hilir. General ke spesifik. Atas ke bawah. Primer ke tersier. Terlalu luas untuk dibahas semuanya. Maka dari itu, kali ini saya ingin mengangkat topik yang lebih spesifik. Tentang korps berbaju kuning, wasit.

Ada banyak definisi kata wasit. Tapi definisi  secara umum, wasit adalah seorang yang memiliki wewenang untuk mengatur jalannya suatu pertandingan olahraga. Artinya, wasit adalah perangkat pertandingan yang sangat penting dalam olahraga, terlebih lagi sepakbola karena sepakbola adalah olahraga dengan kontak fisik yang melibatkan banyak pemain.

Kinerja wasit seringkali mempengaruhi hasil akhir dari sebuah pertandingan. Keputusan memberikan tendangan penalti, keputusan memberikan kartu merah, keputusan seorang pemain dianggap offside atau tidak, keputusan menganulir sebuah gol yang terjadi, adalah sebagian contoh peristiwa kritis yang mempengaruhi skor akhir.

Penilaian sekilas

Mari kita coba bandingkan wasit lokal dan wasit Internasional.  Jika Anda penggemar olahraga sepakbola dan punya jam terbang tinggi dalam menikmati tayangan-tayangan sepakbola di televisi baik liga lokal maupun liga-liga internasional, saya yakin sekali Anda akan merasakan perbedaan yang sangat mencolok dari keduanya. 

Seawam apapun Anda tentang dunia perwasitan, asalkan Anda penggila sepakbola, Anda pasti akan merasakan kenjomplangan itu. Terlepas bahwa dalam beberapa kasus, kinerja wasit di negara-negara utama kiblat sepakbola juga tidak terlepas dari sorotan-sorotan media.

Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk sekedar mencoba membandingkan wasit-wasit kita dengan wasit Internasional pada umumnya. Bisa dari segi penampilan, postur, bahasa tubuh, ketegasan, cara membangun komunikasi dengan pemain, cara koordinasi dengan perangkat pertandingan, dan lain-lain. 

Hal sederhana yang sangat mudah dipahami bagi semua orang adalah profesi wasit tentunya memiliki standar baku tentang aturan permainan sepak bola dan tindakan-tindakan yang harus diambil terhadap bentuk-bentuk peristiwa yang terjadi dalam permainan. 

Orang awam pun tahu bahwa di seluruh dunia, aturannya sama. Tetapi jika kita melihat kinerja wasit di Indonesia, nampak seperti ada standar ganda yang dipakai. Misalnya dalam contoh kasus pelanggaran keras dengan dua kaki dari arah belakang pemain lawan. Tak bisa ditawar lagi kartu merah harus keluar dari saku sang pengadil. Nampak wasit di Indonesia tiba-tiba menjadi orang yang sangat baik hati pada para pelanggar permainan.

Di Indonesia, seolah-olah para wasit memiliki buku pedoman sendiri untuk mengatur jenis pelanggaran ringan, sedang, dan keras. Kalau standar FIFA mengatakan itu pelanggaran keras, di Indonesia masih bisa dinegosiasi sebagai pelanggaran sedang, ringan, bahkan kadang tidak dianggap sebagai bentuk pelanggaran. 

Wasit melunak. Ini yang paling membuat saya merasa gemas. Hal ini tidak terjadi satu atau dua kali, tetapi hampir di seluruh waktu permainan, dan di seluruh pertandingan. Saya pikir ini sangat berbahaya. 

Selain sebagai sebuah bentuk ketidakadilan, para pemain yang dilanggar juga sangat dirugikan karena risiko cidera yang mungkin didapat juga akan semakin besar. Wasit tidak melindungi karir pemain. 

Para pemain yang melakukan pelanggaran seperti ‘diajari’ wasit karena ketika sebuah pelanggaran dilakukan, mereka pasti juga akan mengukur sendiri tindakan hukuman yang diberikan sang pengadil atas tindakan pelanggaran yang dilakukan. Hingga akhirnya mereka berani menakar sendiri batas aman pelanggaran yang boleh dilakukan. 

Pada ujungnya ini akan menjadi budaya dalam permainan. Kita seperti telah berhasil menciptakan sepakbola model baru yang cenderung keras dan kasar. 

Celakanya, ketika hibrida sepakbola ala Indonesia ini dibawa ke kancah internasional, habislah kita. Kita akan melihat ketika tim kita unjuk gigi di turnamen Internasioanl, pemain-pemain dengan begitu mudahnya melakukan pelanggaran, begitu mudah menerima kartu. 

Wasit yang selama ini memanjakan mereka kini berubah menjadi wasit yang ‘tanpo tedheng aling-aling’. Wasit tanpa ampun. Sepertinya seram, tetapi kalau kita berfikir objektif, ya begitulah seharusnya wasit, juknisnya memang seperti itu. Pertanyaannya harusnya dibalik, kenapa wasit-wasit di liga kita tidak bisa tampil dalam wujud seperti itu.

Jika pertanyaan tersebut dilontarkan, maka mau tidak mau pola pikir kita akan digiring ke dalam tema-tema dan spekulasi yang lebih luas. Apakah memang murni karena standar kualitas wasit yang masih rendah? Ataukah ada kaitannya dengan isu-isu mafia sepakbola yang selama ini berhembus kencang? Silahkan nilai sendiri.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun