Aku kenal.
Paham.
Lalu mengerti.
Engkau dalam diam.
Tetapi Engkau telah Ada.
Bukan ketidaan didalam ke-Ada-an.
Engkau mencoba mengerti.
Tetapi, itu hanyalah kesia-siaan.
Engkau perhatian.
Dalam diam pula.
Namun, apa daya...
Ruang dan waktu tidak tepat.
Jika itu berlebihan, maka: kurang tepat.
Apakah aku terlalu menyalahkan 'garis' alam? Adalah Takdir?
Engkau, aku yakin dapat menilainya.
Dan itu ngeri, lagi nyeri.
Sakit.
Harga yang terlalu mahal untuk itu semua.
Engkau baik.
Bahkan lebih, daripada awal ekspektasi dan interpretasiku terhadapmu.
Aku dapat membaca gejala yang ada.
Yang akan melahirkan suatu akibat.
Adalah 'buah'.
Engkau sangat melankolis.
Sebetulnya, itu buruk bagi dirimu.
Dan tentunya pula orang lain didekatmu.
Yang setiap saat memberimu 'kasih'.
Aku tidak mempunyai manifestasi terbaik untuk dirimu.
Tetapi, ada baiknya untuk Engkau, lebih baik dirimu, jika:
Mencoba untuk 'membuka':
Mata.
Pikiran.
Jiwa.
Hati.
Adalah Nurani.
Tetapi, percayalah.
Engkau mampu untuk menjadi lebih baik, bahkan melampaui-- dalam kacamatamu sendiri.
Didalam interpretasimu sendiri.
Pun mendapatkan yang berhak, lagi layak: untuk dirimu.
Adalah, dan ternyata: bukan aku.
Karena aku telah mengerti.
Maka, itu lebih baik bagimu. Bagi Engkau.
Pula aku.
Waktu yang teramat sangat cepat, bukan?
Maafkan aku.
Agustus '17, Klaten.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H