Mohon tunggu...
Agus Adi Barbara
Agus Adi Barbara Mohon Tunggu... -

Hidup adalah pilihan, pilihlah dengan benar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Puan Maharani Shalat, "Kamu": Paling Nggak Punya Wudhu!

26 Oktober 2017   20:24 Diperbarui: 26 Oktober 2017   20:58 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Daya beli masyarakat mengalami peningkatan? Lalu "kamu" bertanya, apakah Puan Maharani tidak mendengar tentang banyaknya pertokoan dan usaha yang tutup karena bangkrut? Puan Maharani pasti mendengar, dan ia paham betul, bahwa soal bangkrut dan tidak, bukan semata soal daya beli, tapi juga soal gempuran inovasi dan kreativitas. Bangkrut atau tutupnya beberapa gerai toko seperti Sevel, Lotus, Ramayana, atau mungkin Matahari adalah contoh bagaimana inovasi dan kreativitas itu penting. Di tengah persaingan dunia usaha yang semakin ketat, usaha yang ada tak bisa hanya tampil "begitu-begitu saja". Bahkan saham perusahaan sekelas Yahoo dijual sebab mengalami kemunduran, digilas habis oleh Google. Apakah itu kesalahan pemerintah? Kesalahan Puan Maharani?

Puan Maharani sudah melakukan dengan baik tugas dan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya. Jika tidak malas membaca berita, lalu mengomparasikan beberapa berita dan tidak hanya membaca berita yang dari semula diniatkan untuk nyinyir  saja, tentu penilaian dan analisa yang ada akan lebih "bergizi".

Anehnya, Puan Maharani tetap dikatakan tidak bekerja, karena memang ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya! Begitu kata "kamu". Benarkah Puan Maharani tidak tahu apa yang harus dikerjakan? Jadi ceritanya, lebih tahu "kamu", ya? Jika tidak tahu yang mau dikerjakan, lalu pencapaian selama ini serta data fakta yang disampaikan itu apa? Ngarang? Coba sini, jabarkan dan berikan data "kamu" yang katanya lebih bisa bekerja ketimbang  Puan Maharani itu. Punya?

Puan Maharani adalah Menteri Koordinator, yang tugasnya adalah koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan. Sebab posisinya sebagai Menko, maka sejatinya Puan Maharani berperan di balik layar. Semua kebijakan dan program, secara koordinatif harus didiskusikan dan dirembukkan dengan Kemenko. Jadi, jangan membandingkan kerja Kemenko dengan Kementerian Teknis yang bertugas sebagai eksekutor. Pada kondisi ini, Puan Maharani memang dipertanyakan sebab kebijakannya yang tidak "wah", tidak menggebrak, dan tidak ramai sehingga menjadi perbincangan nasional.

Hanya saja, Puan Maharani paham apa yang harus dilakukan. Ia hanya ingin bekerja, meski tanpa berita, bahkan seringnya dicerca. Posisinya sebagai Kemenko, lebih mirip sebagai posisi seorang Bek dalam lapangan sepakbola. Tak banyak dikenal karena bukan juru gedor yang mampu membobol lawan, tapi posisinya sangat vital. Sebagus apapun penyerangnya, tanpa pertahanan yang kuat, hanya akan menjadi tim yang layak ditertawakan. Bek sering terlupakan sebab terlena dengan sosok penyerang, padahal posisi Bek juga penting dan sangat berperan, dan Puan Maharani menjaga betul koordinasi dan pelaksanaan tugasnya dengan Kementerian atau Lembaga yang ada dibawah tanggung jawabnya.

Beberapa tulisan beredar, menegasikan posisi Puan Maharani sebagai anak gawang, yang kerjanya mungutin  bola saat keluar lapangan. Katanya, itu dilakukan Jokowi, hanya untuk membahagiakan Megawati. Dengan bahasa yang menggugah, tulisan itu seperti benar. Padahal tak ada satu data dan fakta kerja Puan Maharani pun yang dijelaskannya. Tentulah merupakan analogi yang salah dan kacau, apalagi dalam konteks politik nasional, nama Puan Maharani jelas memberikan dampak politik yang lebih besar jika dibandingkan dengan Kemenko atau menteri lainnya. terlebih lagi, tak ada satu pos Kementerian pun yang tidak penting! Tak ada!

Setelah data dan fakta yang dijabarkan oleh Puan Maharani, masihkah "kamu" mencari alasan untuk menegasikan Puan Maharani meski secara nyata ia sedang shalat, dan mungkin saja sebagian kebijakan koordinatifnya, justeru sudah "kamu" rasakan dan nikmati? Aneh. Menikmati kebijakan, tapi nyinyir  pada pembuatnya. Absurd.

Mari kita bertanya pada rumput yang bergoyang...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun