Mohon tunggu...
Agus Susanto
Agus Susanto Mohon Tunggu... Guru - Tak Perlu Sempurna Untuk Menjadi Manusia

Instruktur Komputer Facebook : facebook.com/agusmaxi. Twitter : @aguscedar. Instagram : @aguscedar.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Setelah Selesai Menjadi Pekerja Migran

20 November 2021   08:29 Diperbarui: 21 November 2021   07:07 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bisa kerja keluar negeri sebagai pekerja migran menjadi impian beberapa orang. Korea, Jepang, Hongkong dan Taiwan menjadi tujuan favorit bagi para pahlawan devisa.

Tetapi, tidak semua para pencari kerja mendapatkan keberuntungan untuk bisa bekerja di sana. Sebagian dari mereka impiannya kandas karena tak lolos seleksi.

Mengapa banyak yang tertarik untuk bekerja di luar negeri? Jelas faktor gaji.

UMK/UMP di negara kita tergolong rendah jika dibandingkan dengan gaji yang mereka dapatkan sebagai pekerja migran.

Sebagai contoh adalah penghasilan yang didapat ketika bekerja di Korea berkisar antara 21 juta sd 30 juta per bulan. Nilai yang fantastis jika dibandingkan dengan gaji yang saya terima sebagai ASN misalnya.

Masalahnya adalah bagaimana cara mengelola gaji yang besar tersebut agar bisa menopang keberlangsungan hidup para pekerja migran di masa depan.

Beberapa orang yang curhat ke saya mengalami kesulitan. Di antaranya uang yang dikumpulkan habis setelah dipakai untuk kebutuhan hidup setelah tidak bekerja di luar negeri.

Kasus lain uang yang dikumpulkan untuk modal habis lantaran salah memilih usaha atau bisnis.

Bagaimana sebaiknya?

Coba saya uraikan pendapat menurut versi saya sendiri. Pertama untuk bisa kerja luar negeri itu tidak gampang, butuh proses yang panjang dan melelahkan. 

Sampai di sana kerjanya juga tidak mudah, yang jelas under pressure atau di bawah tekanan, sudah gitu harus jauh dari keluarga, mungkin itu hal yang terberat.

Maka, prinsip kehati-hatian dalam mengelola uang hasil kerja benar-benar harus diterapkan. 

Kedua perlu menyiapkan rencana yang matang setelah balik ke Indonesia, apakah mau bekerja di instansi pemerintah atau perusahaan, atau menjadi seorang wirausahawan berbekal modal yang telah didapatkan.

Terus penghasilan yang didapat sebaiknya untuk apa? Ditabung dan belikan aset yang punya nilai tambah.

Jangan membeli barang yang tidak punya nilai tambah, contoh mobil, motor sport, bangun rumah yang kelewat mahal. 

Barang yang saya sebut tadi masuk kategori liabilitas. Nilainya semakin turun dan membutuhkan biaya perawatan.

Beli saja tanah yang strategis, bangun kosan, bisa juga simpan dulu uangnya di deposito, obligasi dan sukuk.

Nanti orang akan menganggap kita gagal?

Abaikan saja penilaian orang. Toh, gagal dan sukses yang lebih tahu sebenarnya adalah diri kita sendiri, jadi nggak perlu juga show off force, percuma. 

Kalau sekadar beli barang yang memang kita butuhkan hitung-hitung sebagai self reward, atau bangun rumah sewajarnya, yang nggak menguras seluruh tabungan yang dikumpulkan, itu okelah. 

Investasikan juga uang yang dikumpulkan untuk peningkatan kompetensi. Baik dengan kuliah, ikut kursus, workshop dan seterusnya.

Keputusan Anda hari ini akan menentukan nasib masa depan.

Salam sukses pekerja migran dan pahlawan devisa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun