Mohon tunggu...
Agus Susanto
Agus Susanto Mohon Tunggu... Guru - Tak Perlu Sempurna Untuk Menjadi Manusia

Instruktur Komputer Facebook : facebook.com/agusmaxi. Twitter : @aguscedar. Instagram : @aguscedar.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ketika Sang Pujangga Jatuh Cinta (3)

2 Desember 2017   17:26 Diperbarui: 4 Desember 2017   11:11 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A LOST SMILE

Semakin hari Bagus semakin kagum dengan karakter Lili : kesederhanaan, ketekunan dalam bekerja dan senyumnya yang manis membuat Bagus sulit menghilangkan bayangan Lili dalam kehidupannya. Dalam batinnya muncul gejolak bauran berbagai rasa yang sebelumnya belum pernah ada. Seperti ada sesuatu yang hadir mengisi relung hatinya yang selama ini kosong, sepertinya dia menemukan tujuan lain yang harus diraih dalam hidupnya selain pekerjaan dan keluarga. Dalam pergolakan batinnya itu muncul satu pertanyaan 

"Apakah ini yang namanya cinta ?"

Sebuah rasa yang selama ini digambarkan dalam buku - buku sastranya. Sebuah dorongan besar untuk kita melakukan sesuatu yang kita sendiri tidak tahu alasannya kenapa harus melakukan itu. Tiap hari dari balik skat dinding  kaca ruangannya, sorot mata Bagus tidak bisa lepas dari Lili. Setiap ketemu Lili jantungnya berdetak lebih kencang, terasa canggung, kalimat yang diucapkan menjadi blibet, tubuhnya gemetaran dan rasa sesak muncul di dadanya.

Agaknya hal itu mulai di sadari oleh Santi dan Dewi, mereka berdua ingin menyampaikan informasi tentang status Lili yang sudah mempunyai pacar kepada Pak Bagus. Mereka tidak ingin perasaan Bossnya itu terluka jika suatu saat ternyata mengetahui kalau cintanya kepada Lili tak terbalas, tapi di satu sisi muncul rasa takut dalam pikiran mereka, jika Bossnya itu justru tersinggung dan marah atas informasi yang diberikan.   

Setelah berpikir berulang - kali dan mencoba mengumpulkan keberanian akhirnya Dewi dan Santi sepakat untuk memberitahu informasinya itu kepada Pak Bagus. Menghadaplah mereka berdua keruangan Bossnya itu, setelah mengetuk pintu dan mengucapkan salam, Dewi pun memulai pembicaraan 

"Maaf pak mengganggu sebentar " 

Dengan sorot mata menyelidik Bagus menatap kedua wajah staffnya itu. Tidak biasanya mereka kompak bersamaan menghadap keruanganku, padahal aku tidak memanggilnya

"Silahkan duduk mbak, adakah informasi penting yang mau disampaikan ?"

Sebelum Dewi dan Santi memulai bicara mereka saling pandang seolah - olah memberi kode, Dewi mengerdipkan kedua matanya sambil menganggukan kepala dan menatap wajah Santi, memberi sinyal agar Santi saja yang menyampaikan informasi tentang status Lili kepada Bossnya. Santi kembali menatap wajah Bossnya, dengan suara pelan dan kalimat yang berusaha dia susun dengan hati - hati, Santi menjawab pertanyaan Bossnya

"Sebelumnya kami minta maaf kepada bapak jika informasi yang kami sampaikan kepada Bapak, membuat bapak tidak nyaman atau merasa tersinggung. Jadi begini.....sebenarnya sebelum Lili bekerja di kantor ini dia itu sudah mempunyai pacar"

Santi tidak berani melanjutkan ucapannya lagi, dia melihat ekspresi wajah Pak Bagus menjadi tegang, sorot matanya yang biasa teduh, menjadi tajam melihatku, urat wajahnya mengencang, sepertinya ada amarah yang begitu dahsyat dirasakannya. Ruang kerja Pak Bagus yang kecil itu tiba -tiba berubah menjadi hening. 

Untuk beberapa saat  Bagus mulai mengatur tarikan nafasnya yang awalnya tidak beraturan kembali beraturan, wajahnya yang tegang secara pelan kembali menunjukkan ekspresi normal. Ada amarah yang harus di tekan ada gejolak yang harus dikendalikan. Dia tidak mau wibawanya menjadi hancur hanya gara -gara masalah perempuan. Perlahan Bagus melanjutkan pertanyaannya

"Siapa nama pacarnya dan...mulai kapan Lili punya pacar ?"

Karena suasana sudah mulai mencair, Santi berani meneruskan ucapannya, tapi kali ini dia lebih berhati - hati, takut kalau suasana hati pak Bagus berubah lagi. 

"Nama pacarnya Surya pak, mereka mulai pacaran semenjak semester 1, kebetulan Lili dan Surya satu kampus dan satu angkatan."

Terpancar aura kekecewaan muncul di wajah Bagus, ada perasaan tidak senang yang tak mampu dia sembunyikan. Meskipun Bagus belum sempat mengutarakan isi hatinya kepada Lili, tapi harus di akui benih - benih cinta itu sudah mulai tumbuh. Pembicaraan ini sudah mulai menyesakkan dada, ingin rasanya dia sendirian meluapkan segala amarah dan kekesalan atas situasi yang terjadi.

"Santi, Dewi tolong tinggalkan aku sendirian, BTW trims ya atas infonya"

Untuk sejenak Santi dan Dewi saling memandang, dan menganggukan kepala tanda paham atas situasi yang terjadi. Dengan kompak Dewi dan Santi menjawab keinginan Bossnya itu

"Baik, Pak"

Segera mereka meninggalkan ruangan Pak Bagus, mereka berdua kembali ke meja kerja masing - masing. Meninggalkan Bossnya dengan segala pergolakan batinnya.

 ********

Setelah terkuaknya status Lili yang sudah mempunyai pacar membuat suasana kantor berubah. Bagus yang awalnya bersikap lembut dan hangat pada bawahannya berubah menjadi kasar dan mudah marah. Tak ada senyum manis yang selama ini selalu tersimpul dari bibirnya, tak ada tatapan sendu yang selalu menawan hati perempuan. Hilang sudah canda tawa yang biasanya keluar dari mulut staffnya setiap ada hal lucu yang diperbincangan di sela rutinitas kerja.

Ketegangan selalu muncul setiap Bagus memasuki ruangan atau keluar dari ruangannya. Bagus sendiri mengalami kegalauan yang dia sendiri tidak mengerti, "Apa salah Lili kenapa aku begitu jengkel kepadanya, bukankah mempunyai pacar atau apa pun sebutannya adalah hak masing - masing individu" begitu gumamnya dalam hati. Terlintas juga pikiran kenapa aku harus bertemu dengan dia, kenapa perasaanku terasa teriris manakala mengetahui kebenaran ini. Persoalan ini lebih kompleks dari sekedar mengerjakan karya ilmiah atau kalkulus tingkat lanjut. 

Setiap laporan dan proposal yang dibuat Lili jika terdapat sedikit saja salah ketik, Bagus langsung marah dan dengan nada keras meminta langsung diganti. Situasi seperti ini justru semakin memperburuk keadaan, Lili menjadi semakin takut dan bingung atas perubahan sikap Bossnya itu. Bagus pun semakin larut dalam emosi yang tak beralasan dan membuat konsentrasi bekerjanya menjadi buyar. Sementara Dewi dan Santi merasa menyesal, karena mereka tidak pernah berpikir bahwa dampaknya akan seburuk ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun