Mohon tunggu...
Agus Nur Siswa
Agus Nur Siswa Mohon Tunggu... Lainnya - Wiraswasta

Disabilitas naik kelas dengan selembar kertas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karena Takdir Tak Pernah Salah

1 November 2024   14:53 Diperbarui: 1 November 2024   15:21 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah sadarkan diri Murtia kembali menangis setelah menyadari dirinya sudah berada di rumah dan melihat orang-orang di sekelilingnya yang sedang melayat jenazah suaminya. Air matanya tercurah deras mengguyur pipinya yang pucat hingga jatuh menggenangi bantalnya yang sudah kusut.

"Ya Allah...! Kenapa cobaan bertubi-tubi Engkau berikan kepada hamba-Mu ini? Apa salah dan dosa kami Ya Allah?"

Murtia menangis mengaduh sejadi-jadinya. Ia sama sekali tak mengira suaminya akan meninggalkannya lebih awal. Walaupun hubungannya akhir-akhir ini sangat buruk, namun ia tetap merasa kehilangan dan tak ingin semua berakhir seperti ini. Ia sangat menyesal dan merasa berdosa karena tak mampu menyadarkan suaminya dari kebiasaan buruk di semasa hidupnya.

Di sela-sela kesedihannya itu lahirlah satu keyakinan di hatinya bahwa manusia hanya mampu berusaha dan berdo'a, dan selebihnya ada di tangan Tuhan.

Lalu Murtia kembali berdo'a....  
"Ya Allah puji syukur ke hadirat-Mu yang telah memberikan ujian dan cobaan kepada kami agar kami semakin kuat. Kami yakin apa yang telah Engkau gariskan adalah yang terbaik bagi kami"

Setelah sepeninggal suaminya, Murtia harus memulai kembali kehidupannya dari awal. Dia mencoba untuk membangun kembali bahtera kehidupannya yang telah runtuh beberapa waktu yang lalu. Sekarang dialah yang harus menjadi nakhoda utama bagi keluarganya. Uang hasil jual tanah yang tidak jadi terpakai untuk biaya operasi almarhum suaminya itu kini menjadi harapan emasnya.

Murtia punya angan-angan untuk membuka usaha konfeksi kecil-kecilan. Dengan keahliannya di bidang menjahit dan dengan modal usaha yang sudah ada Murtia merasa optimis bahwa dia mampu melakukannya. Untuk menghemat biaya Murtia memulainya dari baju anak-anak dulu. Dengan melibatkan putrinya dalam hal pemasaran, usaha konveksi Murtia pun mulai berkembang.

Murtia kini merasakan hidupnya lebih tenteram dan bahagia meskipun tanpa adanya sosok suami disisinya.  Putri satu-satunya kini menjadi kekuatan hebat baginya. Hidup menjadi janda memang tak mudah, namun dia tetap optimis bahwa apa yang sudah ditetapkan Tuhan adalah yang terbaik baginya.  

Semua yang telah terjadi yang hilang dan yang pergi tidak menjadikan hal buruk bagi hidupnya, melainkan semakin membuatnya tegar, karena ia yakin bahwa takdir Tuhan tak pernah salah. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun