Mengintegrasikan Akuntansi Sektor Publik Syariah dengan SDG: Potensi Zakat untuk Keberlanjutan
Dalam beberapa tahun terakhir, diskusi mengenai bagaimana lembaga keuangan syariah dapat berkontribusi terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) semakin mengemuka. Salah satu instrumen keuangan syariah yang memiliki potensi besar dalam mendukung agenda ini adalah zakat. Zakat, sebagai kewajiban ibadah sekaligus sistem redistribusi kekayaan, memiliki fungsi sosial yang sejalan dengan beberapa poin utama dalam SDG, seperti pengentasan kemiskinan, pemberdayaan ekonomi, dan pemerataan kesejahteraan.
Sebagai instrumen yang diakui secara global dalam akuntansi syariah, zakat harus mulai dilihat tidak hanya dari perspektif ritual keagamaan, tetapi juga sebagai alat pembangunan sosial ekonomi yang dapat berkontribusi signifikan terhadap pencapaian SDGs. Namun, tantangan utama yang dihadapi saat ini adalah kurangnya integrasi antara akuntansi sektor publik syariah dan SDGs, khususnya dalam pengelolaan zakat secara efektif dan akuntabel.
Salah satu cara untuk mengatasi tantangan ini adalah dengan mengadopsi pendekatan akuntansi sektor publik syariah dalam pengelolaan zakat yang lebih transparan, terukur, dan terintegrasi dengan tujuan SDGs. Akuntansi sektor publik syariah, yang didasarkan pada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan, dapat menjadi kerangka kerja yang tepat untuk memastikan bahwa pengelolaan zakat tidak hanya mengikuti aturan agama tetapi juga mendukung tujuan pembangunan global.
Dalam konteks SDGs, zakat dapat berkontribusi langsung pada beberapa tujuan utama, seperti pengentasan kemiskinan (SDG 1), pemberantasan kelaparan (SDG 2), dan peningkatan kualitas pendidikan (SDG 4). Jika dikelola dengan baik, dana zakat dapat dialokasikan untuk program-program yang mendukung pencapaian tujuan-tujuan ini, baik melalui bantuan langsung kepada individu yang membutuhkan maupun melalui proyek-proyek pembangunan yang berkelanjutan.
Namun, agar zakat dapat memberikan dampak maksimal terhadap pencapaian SDGs, diperlukan pengelolaan yang profesional dan berbasis data. Di sinilah pentingnya integrasi akuntansi sektor publik syariah dengan SDGs. Pengelolaan zakat yang berbasis akuntansi syariah akan memastikan bahwa dana yang dikumpulkan dan disalurkan dapat diaudit dengan baik, sehingga masyarakat dapat melihat transparansi dan akuntabilitas dari lembaga pengelola zakat.
Selain itu, dengan menggunakan indikator kinerja zakat yang selaras dengan SDGs, kita dapat mengukur seberapa besar kontribusi zakat terhadap pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Misalnya, kita dapat mengukur dampak zakat terhadap penurunan tingkat kemiskinan, peningkatan akses pendidikan, atau peningkatan kualitas kesehatan di komunitas yang mendapat manfaat dari zakat.
Lebih lanjut, integrasi ini juga memerlukan kerangka regulasi yang mendukung. Pemerintah, lembaga zakat, dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk menciptakan regulasi yang mendorong pengelolaan zakat yang sesuai dengan prinsip akuntansi sektor publik syariah, serta mendukung tujuan-tujuan SDGs. Kerja sama ini penting untuk menciptakan sinergi antara sektor keuangan syariah dan agenda pembangunan berkelanjutan.
Salah satu contoh implementasi yang sukses dari integrasi ini dapat dilihat di negara-negara seperti Malaysia dan Indonesia, di mana zakat dikelola oleh lembaga resmi dengan sistem akuntansi yang terstruktur dan transparan. Dengan adanya akuntansi sektor publik syariah yang diterapkan secara konsisten, zakat tidak hanya berfungsi sebagai sarana ibadah tetapi juga sebagai instrumen pembangunan ekonomi yang kuat.
Di Indonesia, misalnya, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) telah mulai menerapkan pendekatan ini dalam pengelolaan zakat. Dengan menggunakan prinsip akuntansi syariah, BAZNAS tidak hanya memastikan transparansi dalam pengelolaan dana zakat, tetapi juga mendukung berbagai program yang sejalan dengan SDGs, seperti program pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat miskin dan program pendidikan untuk anak-anak di daerah tertinggal.