Meskipun Facebook dibentuk pada tahun 2004 oleh Mark Zuckerberg, kehadiran Facebook mulai diminati oleh masyarakat Indonesia pada tahun 2008 sehingga meninggalkan situs jejaring yang populer sebelumnya yaitu Friendster.com. Pada awal kemunculanya, Facebook menjadi sosial media yang wajib dimiliki oleh remaja dan orang-orang dewasa. Kehadiran Facebook memudahkan koneksi dan relasi setiap penggunanya tanpa batas ruang dan waktu.
Pada saat awal kemunculanya, hampir seluruh remaja dan orang dewasa di Indonesia menjadi pengguna aktif di Facebook.  Facebook digunakan untuk  mencari teman dengan jangkauan yang luas, membentuk suatu komunitas dengan ketertarikan yang sama, Facebook menjadi sebuah trend dan merepresentasikan orang-orang yang telah memasuki fase digitalisasi pada masa itu.
Lalu apa kabar dengan Facebook hari ini? Apakah Facebook masih menjadi tempat anak-anak muda di era sekarang? Setelah kehadiran Facebook yang menjadi hype di Indonesia pada tahun 2008, hal ini memicu hadirnya platform-platform digital lain yang berkembang seiring dengan pesatnya pertumbuhan teknologi di masa digitalisasi.
Hadirnya platform media sosial lain seperti Instagram, Twitter, YouTube, Tik-Tok, Snap Chat, dan masih banyak lagi menjadi salah satu faktor pergeseran pengguna aktif Facebook menuju platform digital lain yang mulai banyak tersedia.
Kehadiran platform tersebut memunculkan terjadinya pengotakan terhadap audiens yang menggunakan sosial media. Terlebih pada masa sekarang tiap platform media sosial akan merepresentasikan penggunanya secara berbeda. Walapun sosial media sebenarnya dibentuk untuk masyarakat dari berbagai kalangan usia terkadang pengguna sosial media itu sendiri akan membentuk sebuah kontruksi dan persepsi mereka terkait sosial media yang mereka gunakan.
Hal ini juga berkaitan dengan aspek budaya yang dibentuk oleh masyarakat pada tiap era berdirinya  sosial media. Berbicara mengenai representasi yang sudah beberapa kali disinggung sebelumnya, representasi merupakan salah satu dari lima aspek sirkuit budaya (Circuit Of Culture)  yang dibahas oleh Stuart Hall.
Representasi Dalam Sirkuit Budaya
Junifer, C. (2016) dalam jurnalnya menyebutkan sirkuit budaya merupakan sebuah proses kultural yang terdiri dari aspek representasi, produksi, regulasi, konsumsi, dan Identitas. Lima aspek dalam sirkuit budaya ini mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain.
Representasi adalah produksi makna melalui pesan. Terlebih lagi kita mengetahui bahwa, budaya merupakan shared meanings yang artinya sebagian dari kita akan memberikan makna melalui berbagai cara. Dalam sistem Representasi kita berbicara tidak hanya dengan apa yang selalu kita tulis atau bicarakan. Dengan simbol-simbol dan tanda makna tersebut dapat tersalurkan menjadi bahasa yang dapat merepresentasikan sesuatu.
Representasi Facebook Di Era Sekarang
Berbeda dari awal kemunculanya, Facebook pada saat ini sudah tidak lagi merepresentasikan anak muda. Pengguna  Facebook pada usia remaja sudah mulai tidak aktif menggunakan Facebook pada masa sekarang.Â
Dilansir dari Sulselsatu.com penelitian terpisah dari Pew Research Center menunjukkan aplikasi Facebook banyak dihapus oleh pengguna muda. Pada kuartal tiga 2018, 44 persen dari pengguna muda telah menghapus aplikasi Facebook dari ponsel mereka. Ini adalah pengguna berusia 18 sampai 29 tahun.Â
Hilangnya pengguna aktif Facebook dikalangan anak muda karena dipengaruhi oleh beberapa faktor dominan seperti, perubahan trend, dan munculnya sosial media lain yang lebih digemari daripada Facebook seperti Instagram, Tik-tok dan platform sosial media lainya.
Fenomena yang dapat kita lihat untuk memahami bagaimana representasi Facebook pada masa sekarang adalah dengan komentar-komentar  netizen yang kerap kali dilontarkan pada konten yang mereka unggah di platform sosial media lain oleh bapak-bapak atau ibu-ibu yang tergabung dalam Generasi Boomers atau generasi dengan mereka yang terlahir pada tahun 1946 hingga 1964 atau sekarang usia mereka berkisar antara 57 sampai 75 tahun.
Â
Seperi yang sudah dijelaskan sebelumnya, representasi adalah bagaimana kita memaknai sesuatu. Banyak Generasi Z memaknai Facebook saat ini sebagai suatu hal yang berbau kuno atau hanya aktif digunakan oleh mereka-mereka yang sudah berusia lanjut. Fenomena ini sangat kontras dengan bagaimana Facebook dapat merepresentasikan anak muda pada awal kemunculanya di Indonesia.
Pada saat ini  Facebook justru tidak lagi merepresentasikan anak muda yang keren atau mengikuti zaman. Pada  masa sekarang Facebook menjadi representasi bagi bapak-bapak dan ibu-ibu yang terkesan kuno atau kurang update (kudet).
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa makna dalam sebuah  budaya dapat direpresentasikan secara berbeda pada era yang berbeda pula. Pemaknaan terhadap suatu pesan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan zaman.
Daftar Pustaka
Junifer, C. (2016). Brightspot Market sebagai Representasi Identitas" Cool" Kaum Muda Jakarta. MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, 109-131.
Darmawan, A.(2019). Sulselsatu.com. "Facebook Mulai Ditinggalkan Anak Muda." Diakses pada 8 Marert 2020, dari sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H