Mohon tunggu...
Agus Amarullah
Agus Amarullah Mohon Tunggu... Kuli Markom -

Makan 3x sehari. Mandi 2x sehari. Mikir sesekali.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kaum Berisik Jakarta, Bersatulah.

4 Desember 2017   00:55 Diperbarui: 4 Desember 2017   15:19 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai suatu saat ada 'himbauan' dari seolah-olah warga JKT42 bahwa berisik terhadap Anies sama saja dengan memberikan promosi gratis untuk menggerek tingkat popularitas Anies untuk bekal di Pilpres 2019. Sehingga setiap pemberitaan, kritikan atau postingan usil tentang Anies akan menjadikan modal popularitas bagi Anies sendiri. Himbauan itu cukup meyakinkan dengan memberikan contoh kasus di beberapa pemilihan presiden di dunia.

Dalam kajian Political Marketing, memang unsur popularitas mempunyai kontribusi sangat besar dan penting dalam pemenangan sebuah pemilihan kandidat  pemimpin atau partai. Tapi tidak sesederhana itu dan bukan satu-satunya unsur penentu. Karena di atasnya lagi ada unsur likeability (kemampuan untuk disukai) sebelum menuju tingkat paling atas pada unsur elektabilitas (tingkat keterpilihan).

Sederhananya, popularitas yang tinggi tidak serta merta menunjukkan elektabilitas yang tinggi pula.

Namun demikian, untuk mencapai popularitas tidaklah murah, bahkan cenderung sangat mahal. Di dalamnya harus dilakukan banyak kegiatan di banyak kanal kampanye (exposure) untuk mencapai pengenalan yang kuat (awareness). Di sisi ini, himbauan tentang berhenti memberitakan atau memposting tentang Anies mendapatkan pembenarannya.

Popularitas itu wajib dikelola supaya bisa menciptakan tingkat disukainya (likeablity) menjadi tinggi melalui serangkaian kegiatan kampanye yang bisa menyentuh ekspektasi dan preferensi positif pemilih. Dalam tahap ini, pemberitaan kritikan kepada Anies justru akan menjauhkan ekspektasi pemilih sekaligus preferensi negatif kepada Anies. Selama Anies tidak bisa menunjukkan kinerjanya, maka setinggi apa pun tingkat popularitasnya tidak akan membantu keputusan pemilih untuk memilihnya (elektabilitas rendah).

Tahap penciptaan likeability ini adalah jembatan antara popularitas dan elektabilitas. Hasil likeability tinggi, maka otomatis tingkat elektabilitas akan tinggi, pun sebaliknya. Banyak orang awam yang mempersamakan popularitas dan elektabilias secara sederhana dan serampangan.

Sekarang di tahap akhir, tentang elektabilitas. Di sini pun orang sering cepat mengambil kesimpulan bahwa jika elektabilitas tinggi, maka sang kandidat akan pasti menang. Tingkat elektabilitas adalah kondisi kemungkinan terpilihnya kandidat pada saat survey itu dibuat. Survey itu hanya mengukur komitmen jika pemilihan dilakukan sekarang. Pada praktiknya, tidak ada jaminan pemilih tersebut akan memilih kandidat pilihannya itu.

Komitmen yang dimaksud di atas adalah komitmen yang kuat, memiliki ikatan emosional tinggi yang dibuktikan dengan kehadirannya datang di TPS.

Sehingga, himbauan untuk tidak memberitakan atau memposting kritikan atas kinerja Anies selama memimpin Jakarta adalah sama dengan kita menjauhkan kontrol warga kepada pemimpinnya.

Maka, berisiklah sebelum berisik itu dilarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun