Mohon tunggu...
ortega68
ortega68 Mohon Tunggu... -

Dari rakyat kecil dan berjuang untuk rakyat kecil

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Moratorium Pengiriman Orang Jawa ke Bumi Serambi Mekah!!!!!!

2 Januari 2012   14:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:26 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kasus penembakan di Bireun Aceh terhadap Wagino yang penjaga toko keturunan Jawa, menurut penjelasan Kapolri Timur Pradopo berdasarkan hasil penyelidikan polisi memiliki motif kriminal biasa. Penembakan disebuah kedai kopi sekitar daerah transmigrasi dari pulau Jawa juga bermotif kriminal biasa.

Kemudian penembakan di base camp survey tambang minyak mungkin juga penjelasannya bermotif kriminal biasa. Dan tragedi yang paling terkini adalah penembakan pekerja galian kabel telkom yang menelan korban delapan orang dengan satu tewas tujuh luka-luka yang kesemuanya adalah orang jawa, sudah bisa di tebak motifnya............."MOTIF KRIMINAL BIASA !!!!!".

Motif kriminal biasa jika di terjemahkan oleh awam bisa berarti bermotif perampokan, balas dendam, pembunuh maniac, pemerasan, dan sebagainya tentunya di luar motif lain yang lebih populer dan sering di dengungkan oleh media massa dengan istilah motif politik.

Perampokan, benarkah motif perampokan? apa yang dirampok jika si penembak tidak turun dari sepeda motor? apa harta yang di miliki oleh seorang pemilik kedai kopi dan orang-orang yang sedang menikmati kopi ?. Apa yang dirampok dari para buruh penggali kabel? apa yang di rampok dari seorang penjaga toko ?.

Pemerasan, ya......mungkin saja, namun korbannya bukan pemborong proyek namun beberapa orang buruh yang tidak pernah berfikir kedatangannya di Aceh dari Jawa hanya untuk setor nyawa. Begitu juga, apa yang diperas dari transmigran yang mereka pergi ke Aceh dengan harapan hanya dapat menggarap lahan untuk sesuap nasi dan memberikan sumbangsih agar negara ini tidak kekurangan beras.

Balas dendam,............sepertinya mengada-ada karena pendatang biasanya menyadari akan keberadaannya di daerah orang, apalagi buruh galian yang kesehariannya hanya menggali tanah dan sore hari tidur lelap sambil menghayalkan gajian utnuk dapat di kirim buat menghidupi anak istri atau sanak keluarganya di jawa. Tidak ada waktu lagi untuk kesana-kemari yang dapat menyinggung sekelompok orang lokal, apalagi yang bersenjata.

Pembunuh maniac, serendah itukah martabat segelintir orang di Aceh yang katanya serambi Mekah dengan mengambil alih tugas malaikat maut. Dari kesemua motif yang ada, bagi pemikiran orang awam sepertinya alasan pihak kepolisian sudah dimentahkan.

Jika menelisik ke belakang pra perjanjian Helsinsky, rakyat bersenjata di Aceh menganggap bahwa orang jawa adalah penjajah, karena itu harus di musnahkan karena baik Presiden Sukarno maupun Suharto kala itu merupakan komandan tertinggi atas angkatan darat, laut, dan udara menurut konstitusi yang notabene keduanya adalah orang jawa.

Pengiriman guru, tenaga kesehatan, transmigrasi adalah upaya jawaisasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat, apalagi pengiriman pasukan bersenjata dengan alasan meredam gerakan separatis di Aceh menambah keyakinan akan pemusnahan etnis Aceh semakin mantap. Hingga sampailah dipenghujung harapan damai di Aceh tercapai melalui perjanjian Helsinsky.

Dasar otak kepala datar (pinjam istilah yang dipakai oleh Hasan Di Tiro dalam buku yang ditulisnya), pemerintah masih saja membiarkan orang jawa datang ke Aceh sementara luka lama belum sembuh masih meninggalkan scar/bekas. Terus apa tugas Pemerintah, DPR, MPR yang seharusnya dapat menjaga perdamaian yang tentunya harus memahami situasi politik di Aceh pasca perjanjian damai?.

Kalau pemerintah bisa melakukan moratorium TKI/TKW, apa tidak sebaiknya melakukan hal yang sama yaitu "MORATORIUM PENGIRIMAN ORANG JAWA KE ACEH". Konsekwensi logis dari semua itu tentunya pemerintah harus merelokasi orang jawa ke daerah aman di bagian Indonesia yang lainnya.

Jika hal yang sama masih terjadi dan pemerintah tidak dapat melindungi, ya kembalikan mereka ke tanah jawa dan berikan lahan pekerjaan yang cukup, mereka bisa menjadi calo di terminal, mereka bisa menjadi pedagang kelontong di pasar-pasar yang ada di jawa. Mereka bisa menjadi supir angkot, bus, truk, kuli bangunan, pemulung, dan pekerjaan sederhana lainnya, sekalipun mereka tidak bisa nampil di TV seperti di JLC, atau menduduki posisi terhormat di dunia hitam seperti PARA KORUPTOR, MAFIA HUKUM, KARTEL NARKOBA, dan kawan-kawan.

Sekali lagi "MORATORIUM PENGIRIMAN ORANG JAWA KE TANAH RENCONG" atau ada indikasi pengurangan penduduk di Pulau Jawa dengan mengirim orang JAWA hanya untuk setor NYAWA ,serendah itukah jiwa mereka dihargai padahal satu dari mereka lebih terhormat jiwanya dari lusinan anggota DPR, ribuan Nazaruddin, ribuan Cirus, ribuan Gayus, ribuan Miranda, ribuan Bupati dan lusinan Gubernur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun