Mohon tunggu...
ortega68
ortega68 Mohon Tunggu... -

Dari rakyat kecil dan berjuang untuk rakyat kecil

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menimbang Kekuatan Politik dua kubu Capres 2014 melalui Metode Hitung Raraban

27 Mei 2014   18:55 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:03 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salam jumpa kembali dengan penulis abal-abal  Kompasiana, setelah  sekian lama absen  serasa jari-jari ini tergelitik untuk menari kembali  menuangkan  pikiran-pikiran yang selama  ini tersumbat oleh desakan ekonomi yang tidak menentu   pada tingkat  kawula atau rakyat jelata.   Kini Indonesia  telah menorehkan prestasi  yang menggembirakan dalam  konstelasi demokasi tanah air.  Hal ini dikarenakan para  politisi kita  semakin sadar dan berjiwa ksatria  dalam menyikapi  hasil Pemilu Legislatif.  Tentunya  sesuai judul tulisan, saya tidak akan membahas berkepanjangan  tentang hal itu,  namun lebih fokus bagaimana  menimbang  kekuatan dua kubu capres  yang sudah pasti maju dalam kompetisi  nasional  yang  bernama  Pilpres 2014.

Metode  Raraban

Dari semua metode dalam menganalisi kekuatan politik  Pilpres, maka metode raraban (tidak direkomendasikan dalam ilmu statistik) adalah yang paling mudah dan paling praktis.  Tidak perlu membayar konsultan politik ataupun lembaga survey dan hal ini dapat mengurangi  biaya  politik masing-masing kubu.  adapun langkah-langkah dalam Metode Raraban adalah :


  • Mengumpulkan hasil  quick count (hitung cepat)  beberapa lembaga survey  yang ada misalkan saja hasil survey LSI  atau  lembaga survey apa saja  yang hasilnya  bisa dipertanggung jawabkan dan merepresentasikan  perolehan suara masing-masing partai. Namun akan lebih  valid lagi jika data dimaksud merupakan hasil  rekapitulasi KPU.   Berikut  adalah data  hasil Pemilu Legislatif yang dikutip dari Kompas.Com  (karena numpang nulis di kompasiana jadi sumber berita juga dari  Kompas.com)


Berikut hasil perolehan suara setiap partai.
1. Partai Nasdem 8.402.812 (6,72 persen)
2. Partai Kebangkitan Bangsa 11.298.957 (9,04 persen)
3. Partai Keadilan Sejahtera 8.480.204 (6,79 persen)
4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 23.681.471 (18,95 persen)
5. Partai Golkar 18.432.312 (14,75 persen)
6. Partai Gerindra 14.760.371 (11,81 persen)
7. Partai Demokrat 12.728.913 (10,19 persen)
8. Partai Amanat Nasional 9.481.621 (7,59 persen)
9. Partai Persatuan Pembangunan 8.157.488 (6,53 persen)
10. Partai Hanura 6.579.498 (5,26 persen)
14. Partai Bulan Bintang 1.825.750 (1,46 persen)*
15. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 1.143.094 (0,91 persen)*

* PBB dan PKPI tidak lolos ke DPR karena perolehan suara kurang dari 3,50 persen.


  • kemudian mengelompokan koalisi  partai  secara dan menjumlahkan prosentase perolehan suara dari koalisi pendukung masing-masing capres.


Prabowo - Hatta Rajasa

Gerindra                                 = 11,81 %

Golkar                                     = 14, 75%

PPP                                           = 6,53 %

PKS                                           = 6,79 %

PBB                                           = 1,46 %

Jumlah keseluruhan adalah  41,34 %  artinya untuk memperoleh kemenangan maka  Capres  Prabowo - Hatta  masih membutuhkan  sekitar  8,66%   + 1 orang. Jika  PD  dengan perolehan suara 10,19%  menyatakan mendukung pasangan  Prabowo - Hatta  maka  akan memenangi   Pilpres  2014.

Jokowi  -  JK

PDIP                                        = 18,95 %

Nasdem                                  = 6,72 %

PKB                                          = 9,04 %

Hanura                                   = 5, 26 %

PKPI                                        = 0, 91 %

Jumlah keseluruhan adalah 39,89 %.  Artinya  untuk memperoleh kemenangan maka capres  Jokowi - JK masih harus mengantongi  suara 10,02 %  + 1 orang. Jika  PD  dengan perolehan suara 10,19%  menyatakan mendukung pasangan  Jokowi - JK  maka  akan memenangi   Pilpres  2014.

Mudah bukan dalam meprediksi  kekuatan dua kubu  capres 2014 dengan metode  raraban .  Semuanya  adalah hitungan di atas kertas,  sayangnya  manusia  adalah makhluk  dinamis dan selalu berfikir sehingga tidak jarang lebih mengikuti  fikiran daripada nurani, menjatuhkan pilihan yang tidak sesuai nurani.

Kemiskinan

Kemiskinan  adalah musuh  demokrasi,  semakin sedikit  jumlah rakyat msikin maka  demokrasi akan semakin baik.  Kemiskinan  sering mengajak masyarakat penderita untuk berfikir  pragmatis daripada rasional. Hal  inilah yang menyebabkan berbagai analisis politik sering  mengalami  distorsi  atau melenceng  jauh dari analisis  pakar-pakar  politik   terutama yang hobby nampil di TV.   Di Indonesia  dalam memprediksi  kemenangan salah satu kubu,  maka yang utama adalah harus berani  mengkaitkan dengan  perilaku orang miskin di Indonesia.  Pengamat ataupun analis  hendaknya  bisa melihat apa  yang menjadi harapan orang miskin di Indonesia. Dengan demikian  yang berpeluang memenangi Pilpres 2014   adalah  pasangan  yang bisa memberikan harapan pada orang-orang miskin di Indonesia.

Kemiskinan statistik

Kemiskinan di Indonesia (kompas.com)  menurut proyeksi terakhir mengarah 10,54-10,75 %
Pada kisaran prosentase kemiskinan tersebut,  orang miskin  di Indonesia  bisa menjadi faktor penentu kemenangan dari masing-masing  kubu.  Sejauhmana kedua  kubu akan mengangkat  isu  yang terkait dengan orang-orang miskin.  Semakin bertambah keyakinan bahwa orang miskin adalah faktor penentu kemenangan  jika  para pengamat ataupun analis politik  juga  meragukan kevalidan data proyeksi kemiskinan tersebut atau adanya praduga bahwa kemiskinan secara real di Indonesia  lebih  dari angka statistik.

Belajar dari pengalaman

Tim sukses  biasanya lebih mengandalkan  isu pada tataran elite, yang terlupakan dari tim sukses adalah kecerdasan dari orang miskin dalam menyaring berbagai informasi  karena  media  TV  yang sudah bukan menjadi barang mewah lagi (artinya  orang miskin di Indonesia senang menonton TV). Satu contoh adalah ketika Pilpres 2009 lalu.   Bagaimana gencarnya salah satu kandidat  mengkritisi  masalah BLT dengan harapan menggugah orang miskin agar berpihak kepadanya, namun justru sebaliknya yang terjadi adalah antipati kalangan miskin terhadap kandidat tersebut hingga pada akhirnya jeblog (kalah)  dalam perolehan suara  melawan incumben.

Sehubungan  panas sudah mendera karena rakyat jelata dalam menulis di ruangan atap asbes , sehingga untuk pencerahan tentang metode raraban ini cukup sekian dulu, semoga bermanfaat bagi  saya pribadi yaitu menghilangkan dahaga mengangkat derajat rakyat jelata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun