Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa yang Anda Lakukan Jika Anak Anda Mendapatkan Perundungan di Lingkungan Sekolah?

13 November 2024   08:16 Diperbarui: 13 November 2024   08:41 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sangat heran dan terkejut ketika mengetahui orangtua dan anaknya kompak melakukan perundungan di sekolah, dan bahkan menurut sumber terpercaya, guru juga melakukan perundungan terhadap anak didiknya atau siswanya sendiri. Sungguh menyedihkan bukan?

Saya marah, sekaligus sedih ketika ada orangtua siswa lain yang kompak dengan anak saya menelepon saya, mengatakan anak saya telah dituduh yang bukan-bukan, dan minta agar saya melakukan semacam konsultasi kepada psikiater mengenai perilaku anak saya yang dituduhkan oleh orangtua salah satu siswa teman satu kelasnya, juga oleh siswa teman satu kelas anak saya itu.

Sungguh terampil mereka membuat isu-isu tak baik yang digosipkan kepada orangtua dari teman satu kelas anak saya, agar mereka percaya bahwa anak saya benar-benar melakukan hal yang tidak baik atau hal yang tabu di sekolah tersebut.

Si Ibu dan Anaknya Kompak Melakukan Perundungan

Sebelum saya menceritakan kronologi-nya, maka alangkah baiknya tulisan saya ini saya buka dengan apa itu pengertian perundungan atau bullying, apa dampaknya? Bagaimana perundungan itu dapat membahayakan seorang korban perundungan? Dan paling penting apa hukuman setimpal bagi seorang atau sekelompok orang pelaku perundungan.

Poster Anti Perundungan Karya Anak Saya. dokpri
Poster Anti Perundungan Karya Anak Saya. dokpri

Masa-masa Sekolah Menengah Pertama (SMP) memang adalah masa-masa paling krusial yang harus dihadapi oleh pelajar. Mengapa dikatakan masa paling krusial? Karena disinilah terjadi masa pertumbuhan berkaitan dengan pertumbuhan fisik, emosional, dan sosial.

Disebut juga masa pertumbuhan dan pubertas, karena pada fase inilah terjadi perubahan fisik yang ditandai dengan pertumbuhan signifikan pada pertumbuhan tinggi badan dan perubahan hormonal. Ini adalah fase di mana mereka mulai mengembangkan ciri-ciri seksual sekunder yang dapat mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan teman sebaya mereka.

Pengembangan identitas, dimana masa SMP adalah waktu di mana remaja mulai mencari identitas diri mereka. Mereka mulai mengeksplorasi minat, nilai, dan hubungan sosial yang lebih kompleks. Proses ini sering kali melibatkan pencarian penerimaan dari teman sebaya, yang dapat mempengaruhi kesehatan mental dan emosional mereka.

Di masa SMP ini jugalah para remaja ini mulai menunjukkan kemandirian dari orang tua dan mencari pengakuan dalam kelompok teman. Ini bisa menjadi sumber stres dan konflik, terutama ketika mereka merasa tertekan untuk memenuhi harapan sosial-nya.

Seperti dialami oleh anak saya dan mungkin oleh anak-anak lain pada umumnya, anak sulung saya (perempuan), semenjak kelas enam SD sudah dekat dengan seorang anak perempuan juga, anak seorang guru di SD. Dan memang, gedung SD, SMP, dan SMA-nya satu lokasi.

Anak saya ini kompak-lah bisa dibilang dengan kakak kelasnya ini, karena itu tadi, dia mulai mencoba pengembangan identitas, dengan mencari sosok yang bisa dijadikan kakak (teman curhat, teman yang bisa diajak diskusi, teman belajar). Awalnya mereka dekat, karena si kakak kelas ini sering membantu anakku yang memang memiliki niat belajar yang tinggi, sehingga sering bertanya tentang pelajaran, terutama tentang matematika.

Singkat cerita, anak saya ini masuk SMP, di lokasi yang sama dan sekolah yang sama. Seiring berjalannya waktu, kedekatan anak saya dengan kakak kelasnya mungkin semakin kompak dan saya pernah bertanya kepada anak saya, "Itu siapa? Kok kompak sekali kalian?", pernah suatu kali saya tanya.

Karena saya selalu mencoba menjadi ayah yang baik bagi mereka, dimana saya menyekolahkan ketiga putra-putri saya di sekolah yang sama dengan pertimbangan, pertama agar karena satu arah, sehingga ketika saya berangkat sekolah, mereka saya bisa antar duluan. Pun ketika pulang sekolah, saya bisa menjemput mereka sekalian pulang.

Pokoknya demi anak saya lakukan yang terbaik. Saya usahakan menjemput mereka, ketika pulang ekstrakurikuler di sore hari, mengantar anak saya les di salah satu bimbel, pokoknya demi anak akan saya lakukan yang terbaik, itulah tekad saya.

Kedua, agar saya mengetahuai apa aktivitasnya ketika pulang sekolah ataupun ketika pulang les, siapa saja temannya, agar tidak banyak keluyuran, sehingga saya harus menjadi Bapak yang Siaga.

Eh, ternyata sudah begitu-pun saya buat, saya masih kecolongan. Ternyata sosok yang sudah dianggap anak saya 'kakak'-nya ternyata memiliki kelainan, bisa dibilang penyuka sesama jenis. Sudah ada delapan orang katanya korbannya.

Anak saya tidak ada sebenarnya terkait dengan masalah ini, karena ternyata di kelas VII (tujuh), anak saya 'jijik' melihat kakak kelasnya yang ternyata memiliki kelainan, ketika diajak ke kamar mandi. Disitu dia curiga dan langsung memblokir nomornya dan menjauh dari kakak kelasnya, namun anak saya tidak mau curhat atau cerita kepada saya dan ibunya.

Guru Ikutan Melakukan Perundungan

Namun, entah darimana dapat sumber ceritanya, tiba-tiba disekolah heboh berita bahwa anak saya juga memiliki kelainan. Ditanggal 06 Nopember 2024, tepatnya sekitar pukul 14.00 Wib, handphone saya berdering dan salah satu orangtua dari teman anak saya menelpon saya.

Dalam pembicaraan lewat telp itu, dia berkata bahwa isu di sekolah, saya telah memukuli anak saya, dan menceritakan isu-isu seputar kelainan kakak kelas dari anak saya dan membalikkan fakta bahwa anak saya juga katanya punya kelainan, sehingga harus dibawa ke psikiater.

Sontak saya terkejut mendengar cerita itu, saya tidak tau sama sekali kejadian itu, dan bertanya, "Darimana kakak tau itu semua? Saya tadi dari sekolah menjemput mereka, tak ada dengar isu apa-apa?".

Sampai-sampai katanya gurunya juga, ada dua guru yang disebutkan, pertama wali kelas anak saya dan juga guru IPS berkata seperti ini, "Jangan kalian temani si X itu -- mengatakan anak saya -- karena dia punya kelainan pergaulan".

Disitulah darah saya mendidih, tidak terima dengan ucapan guru tersebut, masak seorang guru bisa membully? Bisa melakukan perundungan? Ngeri kali sekolah ini, klo bisa-pun anak saya sekarang mau saya pindahkan! Gumam saya dalam hati.

Emosi saya memuncak, pengen rasanya langsung ke sekolah mengklarifikasi masalah ini, namun karena saya harus mengantar anak les, dan juga ada jadwal mengawasi anak-anak ekskul sepakbola, maka niat itu saya urungkan. Besok saja saya ke sekolah gumam saya.

Sebenarnya anak saya, ketika saya tanya dengan pendekatan yang bisa dibilang sudah baiklah, dimana saya ajak dia bicara ditempat makan yang sepi, saya ajak dia makan terlebih dahulu dan memesan minuman favoritnya, seusai menjemput dia dari lesnya.

Seusai makan, maka saya tanya dengan pelan-pelan, namun terukur, terarah dan pasti, "Memang benar kamu seperti itu nak?". "Tidak Pa!", jawab anak saya tegas.

"Saya tidak berkawan lagi sama dia semenjak Januari 2024, semenjak saya tau dia seperti itu!", saya pernah diajaknya ke kamar mandi, hanya sekali itu saja, namun saya jijik dan tidak mau lagi berteman dengan dia, ujar anak saya.

"Jujur kamu nak!", ungkap saya dengan penuh penekanan, dan dia memang bilang "Ia Pah, saya nga berteman lagi sama dia, saya jujur!".

Singkat cerita, Jumat kemarin saya mendatangi sekolah dan mengkonfirmasi masalah ini dengan kepala sekolah, wali kelas, wakasek bidang kesiswaan, dan guru yang membuly. Namun si guru yang berani membuly itu tidak mengakui perbuatannya. Dia bersikukuh tidak ada mengatakan demikian. Andaikan ada bukti rekaman? Pasti si guru ini tidak bisa mengelak, gumam saya dalam hati.

Mengapa Perundungan Masih Terjadi di Sekolah?

Adalah Pekerjaan Rumah (PR) kita bersama untuk memberantas perundungan di sekolah dan menegakkan aturan yang ketat agar perundungan tidak terjadi lagi di sekolah. Banyak kasus perundungan terjadi, karena kurangnya pengawasan oleh guru maupun pihak sekolah terhadap anak didiknya.

Terutama di jam-jam istirahat, seperti pengakuan anak saya, perundungan itu terjadi ketika jam istirahat, dimana korban-korban dari predator itu dipanggil ke kamar mandi rata-rata di jam istirahat, karena di jam itu pengawasan guru lemah, karena guru ada di kantor guru.

Lalu bisa juga terjadi ketika kegiatan ekstrakurikuler, seperti cerita korban lainnya, saat mereka ekskul, si predator ini pura-pura menggigit tangan calon korbannya, lalu korban itu melakukan hal sama, akhirnya kejar-kejaran, dan selanjutnya, mungkin terjadilah hal-hal yang tidak etis.

Sudah seketat itu saya lakukan pengawasan terhadap anak saya, dimana saya mengantar dan jemput dari sekolah, namun perundungan tetap terjadi. Satu hal lagi, maunya orangtua ini jangan ada kumpul-kumpul di sekolah, sehingga tidak terjadi gosip antar mereka, sehingga isu-isu tak penting bisa menjadi gosip.

Hal ini terjadi terhadap anak saya, dimana kasusnya si ibu dan anaknya ini tidak suka terhadap anak saya, karena di kelas tujuh (VII), ditengah semester berjalan, si anak dari ibu yang melakukan perundungan ini, di awal kelas tujuh dihunjuk jadi bendahara.

Namun, karena pembukuan tidak jelas dan uang kas tidak nampak, wali kelasnya menyerahkan posisi bendahara kepada anak saya. Sehingga ada semacam 'dendam kesumat' terhadap anak saya ini. 

Padahal kan wali kelas yang menghunjuk anak saya? Kok dendamnya kepada anak saya? Kok nga kepada wali kelasnya? Gimana tuh teman-teman blogger?

Akhirnya, dari pertemuan di hari jumat kemarin, saya meminta anak saya dipindahkan dari kelas tersebut, karena tidak ada lagi kenyamanan di kelas tersebut, semua teman satu kelasnya 'termakan' oleh hasutan si siswa yang dendam, pun juga dengan orangtuanya yang melakukan perundungan, juga dengan gurunya, apakah wali kelasnya atau guru IPS-nya seperti yang diisukan melakukan perundungan? Entahlah namun yang pasti saya minta dipindahkan ke kelas unggulan yang minim masalah.

Saya juga meminta agar kasus ini dituntaskan, karena bisas menjadi preseden buruk yang akan mengubah citra sekolah ini menjadi sekolah yang suka melakukan perundungan. Yang saya sesalkan, kok masih ada guru yang melakukan perundungan? Perlu dipertanyakan ke-profesional-an guru ini.

Padahal kita sudah masuk ke kurikulum merdeka, dimana dalam P5 atau Proyek Profil Pelajar Pancasila dengan tema 'Bangunlah Jiwa Raganya' dengan sub tema "Anti Perundungan" atau "Stop Perundungan", dimana seluruh warga sekolah membuat aksi nyata "Anti Perundungan".

Lantas, jika teman-teman blogger mengalami perundungan seperti yang dialami oleh anak saya ini, apa yang akan kalian lakukan?

Salam Blogger Persahabatan...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun