Ketika saya kecil dulu, disekitaran umur tujuh tahunan, dikampung kami sering saya dengar orangtua baik di kedai maupun di ladang, ataupun di SD Impres tempat saya menuntut ilmu, sering mendengar mereka berkata tagline "Marsipature Huta Na Be".
Motto atau tagline ini sarat arti, karena mengajak para warga agar mau bekerja untuk memperbaiki kampung halamannya. Pencetus dari motto atau tagline ini, siapa lagi kalau bukan Gubernur kebanggaan Sumatera Utara dari dulu sampai sekarang, Mayjen TNI Raja Inal Siregar.
Ya, Gubernur Sumatera Utara ke-13 yang memerintah dari tahun 1988 sampai dengan 1998 ini menggugah warga sumatera utara yang ada di berbagai pelosok dunia, maupun yang ada di sumut sendiri untuk bekerja membangun sumatera utara. Ajakan yang sarat dengan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat Batak yang terkenal dengan budaya gotong-royong.
Ajakan ini terutama ditujukan kala itu bagi pemuda sumut yang telah meraih kesuksesan di luar daerah untuk kembali dan memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah. Ini termasuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan sumber daya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di kampung halaman mereka.
Dalam dunia pendidikan, lewat yayasan yang dia dirikan, pemuda didorong untuk berperan dalam pendidikan generasi berikutnya. Ini mencakup pengajaran keterampilan dan pengetahuan yang relevan agar dapat bersaing di tingkat nasional maupun internasional.
Tagline "Marsipature Huta Na Be", masih sangat relevan bila diterapkan hingga sekarang, dimana gerakan ini tidak hanya sekedar ajakan, namun juga sebuah gerakan untuk membangun rasa tanggung jawab sosial dikalangan anak muda bangsa ini untuk berkontribusi aktif dalam membangun masa depan daerah mereka, bahkan bangsa Indonesia dengan semangat kebersamaan dan saling mendukung.
Alumnus LPDP Sebaiknya Pulang Membangun Bangsa
Santer perdebatan dan menjadi topik di Kompasiana, sebaiknya gimana alumnus dari penerima Beassiwa LPDP? Apakah sebaiknya pulang untuk berkontribusi bagi bangsa ini? Atau tidak pulang namun berkarir di negeri orang? Kita akan bahas disini harus apa dan bagaimana baiknya penerima beasiswa dari negara kita, kembali ke Indonesia atau malah bebas berkarir di negeri orang?
Ada pepatah mengatakan "Adab dulu baru Ilmu". Dalam konteks penerima beasiswa LPDP ini, pro kontra harus pulang atau berkarir di negeri orang? Adalah sebuah dilema tentunya. Namun, jika dikaji secara ilmiah, maupun secara adab, maka sumber daya manusia Indonesia yang menerima LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) yang sumber dananya dari pemerintah Indonesia, maka sudah sewajarnya, sudah sepatutnya kembali ke Indonesia untuk turut andil dalam membangun bangsa ini sesuai dengan kompetensi yang dia miliki.
Kenapa? Karena dana yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai bantuan beasiswa tentunya tidaklah sedikit. Pemerintah tentunya memberikan fasilitas lain, tidak hanya uang kuliah gratis, namun bagaimanalah agar pelajar Indonesia penerima beasiswa ini bisa nyaman, aman, dan fokus dalam penyelesaian kuliahnya mengingat biaya hidup tinggi di luar negeri.