Pertanyaannya, apa yang di dapat Indonesia dari posisi kelautan yang strategis itu?
Tak perlu diingkari bahwa lebih dari 79 tahun merdeka, kekondusifan dan keamanan kawasan laut Indonesia lebih ditopang dan dijaga oleh hukum internasional dan entitas dunia daripada kekuatan sendiri. Alasannya, karena kawasan perairan kita memang dibutuhkan oleh semua bangsa dan kekondusifan serta keamanannya bernilai strategis bagi dunia.
Sayangnya, kita seakan terbuai, dan hanya ikut menikmati masa-masa kondusif dan aman itu, tetapi tidak memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk membangun fondasi peradaban maritime. Jangankan untuk membentuk Undang-Undang Keamanan Laut, kekuatan angkatan laut kita juga masih dinilai tidak memadai.
Padahal, masa-masa kondusif itu tampaknya sudah harus kita negasikan dari cakrawala politik kebangsaan kita. Sebab, saat ini dinamika keamanan global sudah beriak di halaman rumah kita sendiri.
Dalam beberapa tahun terakhir, kawasan ini tidak pernah sepi dari dinamika politik dan keamanan yang bahkan melibatkan kekuatan adidaya dunia, seperti China dan Amerika Serikat. Kedua kekuatan adidaya ini bahkan sempat memanaskan tensi politik di kawasan Laut China Selatan (LCS) yang merupakan jantung peradaban kawasan Asia Tenggara.
Di tengah situasi itu, tidak ada yang bisa mengukur secara pasti puncak dari dinamika yang terus berlangsung di kawasan Indo-Pasifik, khususnya Asia Tenggara, dalam beberapa bulan atau tahun ke depan.
Masih ingat tentunya dalam mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, Presiden Jokowi mencanangkan 5 Pilar Utama, yaitu: Pembangunan kembali budaya Indonesia, Berkomitmen dalam menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama, Komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritime, Diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan, dan Membangun kekuatan pertahanan maritim.
Pertanyaannya, apakah sekarang kita sudah benar-benar merasakan janji 5 Pilar Utama itu?
Sebenarnya kita cukup optimistis ketika hampir 10 tahun lalu, Presiden Jokowi datang dengan konsep Poros Maritim Dunia. Sayangnya, setelah lima tahun berlalu, konsep itu terkesan terus mengawang-awang, tak kunjung jelas wujud konseptualnya. Pada periode pertama, pemerintahan Jokowi disibukkan pembenahan sirkulasi daratan dengan membangun infrastruktur jalan dan jembatan.
Beberapa terobosan memang dilakukan pemerintahan di bidang maritime, antara lain membangun tol laut dan menerapkan sistem bahan bakar minyak (BBM) satu harga.
Bahkan, dibuat nomenklatur baru dalam kabinet, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves). Tugasnya melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi.