Delapan dasa warsa sudah negeriku tercinta ini memproklamirkan kemerdekaannya dari belenggu penjajah. Walau hampir bisa dikatakan negara kita mampu mencuri kemerdekaan ditengah-tengah suasana ketidakpastian pasca bom atom dijatuhkan pertamakalinya di kota nomor tujuh terbesar di Jepang, bernama kota Hiroshima.
Kejadian 78 tahun lalu, tepatnya tanggal 6 Agustus itu tidak beredar luas di negeri kita yang sedang dijajah oleh Jepang, bahkan Ir. Soekarno sendiri dan Drs. Mohammad Hatta yang dikabarkan 'dekat' dengan Jepang saja tidak mengetahui kabar itu karena radio sebagai sumber informasi kala itu disegel.
Tiga hari kemudian, tanggal 9 Agustus bom kedua dijatuhkan ke kota Nagasaki yang menewaskan 75 ribu orang dan membuat Kaisar Hirohito memerintahkan perang diakhiri dan Balatentara Dai Nippon menyerah tanpa syarat kepada sekutu.
Perjuangan mengusir penjajah terus dikumandangkan dan tidak tergiur dengan iming-iming hadiah yang dijanjikan, kaum muda diwakili oleh Sutan Sjahrir yang mendengar sendiri kekalahan Jepang, mendesak agar Bung Karno dan Bung Hatta segera memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Singkat cerita, tanggal 15 Agustus 1945 kaum muda 'menculik' Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok, melakukan perundingan dan perumusan dasar-dasar kemerdekaan serta teks proklamasi dan tanggal 17 Agustus, 78 tahun lalu Pekik Kemerdekaan Dikumandangkan ke seluruh pelosok Tanah Air. Indonesia Merdeka...
Sepenggal kisah diatas menjadi momentum bersejarah yang harus diingat dan ditanamkan kepada generasi penerus bangsa kita ini.
Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini bukanlah pemberian bangsa asing, tetapi memang diraih dengan penuh perjuangan, penuh penderitaan, korban jiwa tak terhitung jumlahnya, berurai air mata dan darah, pahlawan gugur di medan juang tak terhitung jumlahnya, menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang lemah yang gampang dikuasai, namun ada pengorbanan, ada persatuan dan kesatuan untuk mengusir penjajah, ada kerja keras dan perjuangan mempertahankan Republik ini dari belenggu penjajah.
Semangat, spirit kemerdekaan dan nasionalisme inilah yang akan terus diwariskan kepada anak-cucu lewat kegiatan-kegiatan yang tidak sekedar hiburan atau acara seremonial belaka, namun memiliki nilai-nilai positif yang mengusung tema kemerdekaan dan terwujudnya profil pelajar Pancasila seperti yang telah digaungkan dalam Kurikulum Merdeka.
Kegiatan Lomba 17-an di Sekolah
Sebagai negara yang berdaulat dan memproklamirkan kemerdekaannya, negara kita tak habisnya dirundung oleh berbagai persoalan bangsa, baik dari dalam maupun dari luar, namun itu semua dapat kita lalui berkat kekuatan persatuan dan kesatuan serta penerapan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang selalu kita bacakan disaat Upacara Pengibaran Bendera dilaksanakan.
Tahun ini, kembali dari Sabang sampai Merauke bersyukur karna sudah dapat merayakan hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-78 dengan suasana normal, bukan lagi takut-takut seperti tiga tahun terakhir akibat pagebluk Covid-19 yang menghantui pergerakan kita.
Tahun 2023 ini, perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-78 benar-benar sudah dapat dilaksanakan semeriah mungkin tanpa ada lagi protokol-protokol yang dijaga, keadaan sudah normal untuk melaksanakan perlombaan-perlombaan seperti sebelum pandemic melanda.
Seminggu sebelum tanggal 17 Agustus, para guru dan wali kelas berkumpul di ruangan Guru untuk rapat dan musyawarah membicarakan perlombaan apa yang akan dilaksanakan menyambut 17-an.
Disekapati dari hasil rapat itu bahwa akan ada perlombaan kebersihan dan keindahan hasil kolaborasi siswa dan wali kelasnya dalam menata kelas agar seindah dan semeriah mungkin dengan nuansa Hari Kemerdekaan.
Lalu ada lomba pidato dengan tema Hari Kemerdekaan, lomba vocal solo lagu-lagu Kemerdekaan atau Perjuangan, serta lagu Wajib Nasional, lomba Paduan Suara antar kelas menyanyikan lagu Mars SMA Negeri 13 Medan, lomba Memindahkan Kain Sarung Beregu, atau disebut juga lomba Estafet Sarung.
Lomba yang satu ini terlihat memang mudah dimainkan, namun sebenarnya ternyata sulit karena harus dibutuhkan kesabaran, kerjasama tim yang kompak dan ketangkasan dalam memasukkan sarung dan mengeluarkannya.
Permainan ini adalah murni permainan tradisional Indonesia dan cara bermain Estafet Sarung ini dimulai dari salah satu pemain paling ujung memakai sarung, lalu sarung tersebut dioper ke pemain disampingnya tanpa melepaskan tangan yang saling berpegangan, begitu seterusnya sampai ke pemain ujung tanpa tangan yang bergandengan dilepas dan sarung yang melingkar harus dapat sampai ke pemain ujung satunya lagi.
Last but not least, ada juga lomba Drama Singkat Perjuangan yang menampilkan bagaimana para pejuang kemerdekaan kita mengusir penjajah dari negeri kita tercinta ini, dan juga tak kalah menarik, lomba Mirip Tokoh Pahlawan Nasional, atau Cosplay Jadi Pahlawan Nasional.
Kedua lomba ini menjadi sangat menarik, karena disini para siswa harus menghayati karakter masing-masing sesuai dengan tokoh yang diperankannya, juga kostum yang dikenakan harus sesuai dengan tema dan juga sosok yang diperankan.
Jika siswa berperan sebagai penjajah, maka kostum dan juga logat atau gaya bicaranya harus sesuai dengan karakter penjajah yang menjajah negeri kita kala itu.
Jika mereka adalah pemeran ibu-ibu yang membantu perjuangan, contohnya membawa bekal yang didalam bakul mereka disisipi senjata untuk mengelabui tentara Belanda atau NICA, maka siswa berperan sebagai ibu penjual jamu, jika ibu-ibu berperan sebagai PMI maka mereka berkostum PMI, jika berperan sebagai Tentara Pejuang Kemerdekaan, maka mereka berkostum tentara.
Tak kalah menariknya adalah drama yang mereka tampilkan sama persis dengan kejadian 78 tahun lalu, dimana para pejuang kemerdekaan berjuang dan berkorban mempertahankan NKRI dari tangan penjajah.
Para siswa ini mampu menghayati dan memainkan peran mereka dengan sangat baik.
Terakhir paling menarik tentunya Cosplay Pahlawan. Banyak yang sangat mirip dengan Pahlawan Aslinya, seperti Ir. Soekarno, dan ada satu siswi yang menarik perhatian dengan memperkenalkan Pahlawan Perempuan bernama Ruhana Kuddus seperti pada foto.
Barangkali masih banyak yang belum kenal dengan pahlawan asal Sumatera Barat yang gelar kepahlawanannya diberikan oleh Presiden Jokowi tahun 2019 lalu.
Ruhana Kuddus adalah jurnalis perempuan pertama Indonesia, lahir di Sumatera Barat, 20 Desember 1884 dan wafat tanggal 17 Agustus 1972.
Sepupu dari Pahlawan Nasional, H. Agus Salim ini selalu memperjuangkan hak perempuan semasa hidupnya, mendirikan perkumpulan perempuan Perkumpulan Karadjinan (PK) Amai Satia, Jurnalis Perempuan Pertama Indonesia, mendirikan Surat Kabar Sunting Melayu tahun 1911, juga merupakan saudara dari Sutan Syahrir, dan merupakan bibi dari penyair terkenal, Chairil Anwar.
Upacara dan Panjat Pinang
Hujan pagi hari, menyonsong hadirnya tanggal 17 Agustus 2023 di kota Medan, membuat anak-anak bertanya-tanya apakah akan jadi upacara hari ini?
Saya tetap mendorong mereka untuk siap-siap, tetap siaga ke sekolah dengan membawa segala peralatan yang telah ditugaskan untuk dibawa menyambut acara 17-an seusai Upacara Bendera.
Seperti biasa saya mengantar anak-anak terlebih dahulu ke sekolahnya, walau dibawah guyuran hujan, mereka tetap semangat. Saya juga sampai ke sekolah seperti biasa, pukul tujuh kurang sudah sampai di sekolah, sembari menunggu hujan reda saya mengedit video pembelajaran.
Singkatnya, jam upacara yang sedianya dilaksanakan pukul tujuh, harus molor sampai pukul delapan lebih akibat hujan.
Upacara berlangsung dengan baik, tak sia-sia Paskibra, Paduan Suara dan para Petugas Upacara latihan dengan sungguh-sungguh menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-78.
Seperti biasa, selesai upacara para Guru dan tamu undangan saling bersalaman, foto bersama dan tak ketinggalan seperti kebiasaan, seusai upacara kita sarapan pagi lontong, ditemani oleh kopi dan teh manis serta tidak lupa suguhan jagung dan kacang sembari menantikan pengumuman pemenang lomba 17-an.
Dengan tema "Terus Melaju Untuk Indonesia Maju", menjadi sumber semangat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk terus menggerakkan dan menggelorakan transformasi pembelajaran yang berpihak kepada siswa dan memerdekakan guru untuk berkreasi dan berinovasi mengajar melalui Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar.
Pun bagi Guru, tema Kemerdekaan tahun ini mendorong penguatan pembelajaran berfokus pada peningkatan kompetensi literasi, numerasi dan informatika bagi siswa sebagai Pelajar Pancasila.
Selesai Upacara dan merayakan kemeriahan di sekolah, saya juga sempat menikmati kemeriahan dengan berbagai game di sekolah anak saya. Mereka berbahagia karena ikut beragam game dan juga mengikuti upacara pengibaran bendera Merah Putih.
Sore harinya, sekitar pukul empat sore, kami hunting di sekitaran komplek rumah untuk ikut memeriahkan dan ambil bagian.
Panjat pinang menjadi permainan paling menyita perhatian kami.
Ternyata masih ada yang menyelenggarakan 'menek puncang' ini, dimana permainan ini dulunya warisan kolonial belanda yang terhibur dengan orang pribumi memanjat pinang setinggi 5-9 meter yang telah dilumuri minyak pelumas (oli atau gemuk) dan dipuncaknya sudah disediakan beragam hadiah menarik.
Dibalik hiburan 'menek puncang' ada nilai yang harus kita tularkan, semangat kerjasama, kekompakan tim dan kolaborasi mencapai tujuan bersama, pantang menyerah, atur strategi hingga berjuang sampai tenaga habis demi mencapai tujuan puncak, meraih bendera merah putih, dimana disitulah tersimpan hadiah utamanya.
Itulah rekaman kemeriahan Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-78 versi tulisan saya, Jayalah Indonesiaku...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H