Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Golkar, dari Partai Berkuasa Kini Partai Underdog

8 Agustus 2023   12:57 Diperbarui: 8 Agustus 2023   19:16 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Golkar Bisa Jadi Partai Penentu Koalisi. Sumber gambar: KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Mungkin banyak generasi sekarang atau biasa dikenal generasi Y, Z, dan Post Gen Z yang lahir diakhir pemerintahan Orde Baru atau di awal reformasi tidak mengetahui atau merasakan bagaimana lika-liku kehidupan ketika dipimpin oleh tokoh berjuluk 'The Smiling General" alias "Sang Jenderal yang Tersenyum", merujuk senyuman pak Harto ketika berkeliling dan menyapa Indonesia.

Yang tersisa ingatan dari masa emas Soeharto adalah ketika setiap kita akan melaksanakan pesta demokrasi alias Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan selalu menampilkan Partai Golkar sebagai pemenang, makanya dikatakan pesta demokrasi, karena rakyat Indonesia berpesta untuk merayakan kemenangan Golkar yang selalu menang dan terdepan yang pastinya akan diikuti oleh PPP dan PDI di urutan kedua dan ketiga.

Dengan lagu setiap menjelang Pemilu dikumandangkan bersyair seperti ini: "Pemilihan umum telah memanggil kita, seluruh rakyat menyambut gembira, hak demokrasi pancasila, hikmah indonesia merdeka, pilihlah wakilmu yang dapat di percaya".

Artinya yang dipilih itu wakil rakyat saja, sementara presidennya itu-itu saja. Bisa dibayangkan bukan, selama lima (5) kali Pemilu, yaitu tahun 1977, 1982, 1987, hingga terakhir tahun 1997, Pemilu kita hanya sebagai seremoni saja, bukan Pemilu yang benar-benar memilih siapa putra terbaik bangsa ini untuk memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara besar seperti yang diinginkan bersama.

Dan Golkar menjadi partai yang paling diingat kala itu, mengapa? Karena partai golkar identik dengan partainya penguasa dan sudah menang sebelum Pemilu digelar.

Dari sejarahnya, Golkar lebih dikenal dengan "Partai Golongan Karya", adalah salah satu partai politik terbesar di Indonesia. Partai ini memiliki sejarah panjang yang terkait dengan periode pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.

Awal mulanya, partai Golkar didirikan pada tanggal 20 Desember 1964 sebagai wadah bagi berbagai organisasi fungsional dan profesi dalam mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia. Tujuan utama partai ini adalah untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan pemerintah dan sektor swasta dalam pembangunan nasional.

Diceritakan juga, Golkar ini adalah hasil gagasan integralistik kolektivis, buah pemikiran Soepomo, Sukarno dan Ki Hadjar Dewantara pada periode tahun 1940-an 1950-an dicari sumber ilham dan pembentuk organisasi-organisasi golongan karya.

Akan tetapi, kemunculan Golkar masih harus menunggu sampai sistem partai didiskreditkan pada pertengahan 1950-an.

Disinilah Golkar naik ke panggung politik bersama gagasan Sukarno mengubur partai-partai lainnya. Sukarno mendorong menggantikan partai-partai dengan Golkar yang saat itu disebut golongan fungsionil dan pada 1959 di-Sansekertakan menjadi Golongan Karya serta diambil alih oleh Angkatan Darat.

Tapi, sejak tahun 1959 itu pula gagasan Golkar digunakan Angkatan Darat dan para sekutunya sebagai senjata anti-PKI, juga anti-Sukarno.

Nah, Pemerintahan Soekarno runtuh, digantikan oleh pemerintahan Soeharto yang menggunakan partai Golkar menjadi kendaraan politik utama untuk memerintah selama pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Selama masa ini, Golkar memiliki dukungan yang kuat dari pemerintah dan berfungsi sebagai saluran partisipasi politik yang terkendali. Golkar mendominasi proses pemilihan umum dan menguasai sebagian besar kursi di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).

Golkar adalah salah satu pilar dari sistem dwifungsi yang dianut oleh rezim Orde Baru. Selain sebagai partai politik, Golkar juga berfungsi sebagai sarana sosialisasi politik dan kontrol sosial dalam masyarakat.

Rezim Orba jatuh, muncul era reformasi di tahun 1998 yang juga ikut berimbas pada nasib Golkar yang dulunya bisa dibilang sebagai partai berkuasa, di tahun 1999, tiba-tiba suaranya menjadi anjlok, hanya mendapatkan 22,43 persen dari suara total.

Pada pemilu tahun 2004, partai Golkar memperoleh suara terbanyak kedua dengan 21,57 persen. Namun, pada pemilu tahun 2009 dan tahun 2014, perolehan suara nasional Golkar semakin turun. Pada pemilu tahun 2019, partai ini menempati peringkat ketiga dengan perolehan suara 12,31 persen.

Tak hanya citra Golkar sebagai partai warisan Soeharto yang bikin partai berlambang padi dan kapas ini semakin merosot, juga fakta dualisme kepemimpinan pada tahun 2014 antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono, membuat partai ini semakin tertinggal.

Perselisihan ini berakhir pada tahun 2016 setelah tercapai kesepakatan rekonsiliasi yang dipimpin oleh mantan Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla, namun kembali kasus korupsi yang melibatkan Setya Novanto, yang terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar dalam Munaslub tahun 2016, juga ikut mempengaruhi citra partai ini.

Sekarang Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto mencoba memperbaiki citra Golkar dengan bermain lebih aman atau safety dan tidak banyak bertingkah dengan terus mendukung pemerintahan Presiden Jokowi.

Sejumlah jabatan penting di era pemerintahan Jokowi telah diemban oleh Airlangga Hartarto, itu semua semata-mata demi menaikkan elektabilitas partai Golkar dan juga menjaga nama baik partai dengan tidak buru-buru melabuhkan dukungan mereka ke salah satu calon presiden.

Airlangga ingin menunjukkan bahwa dia adalah politikus yang sabar, dengan tidak terburu-buru menentukan sikap koalisi untuk Pemilu 2024 nanti.

Dengan sejumlah posisi yang masih dijabat oleh seorang Airlangga, maka wajar apabila dia ini tidak mau terganggu kinerjanya dan juga dukungannya. Dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan dalam Kabinet Kerja (2014-2019), Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), hingga sekarang menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yang berperan penting dan bertanggung jawab atas koordinasi berbagai kebijakan ekonomi di Indonesia, maka Airlangga tentunya ingin menunjukkan sikap kehati-hatian dan kesetiaan.

Jadi wajar apabila Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai politik terbesar di Indonesia, menahan diri dan juga meminta kadernya untuk tidak ikut-ikutan dalam riuhnya politik tanah air dengan bermain santai, walau tau bahwa partai Golkar adalah salah satu partai besar dan penentu siapa capres dan cawapres, namun Golkar masih dalam kehati-hatian...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun