Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Golkar, dari Partai Berkuasa Kini Partai Underdog

8 Agustus 2023   12:57 Diperbarui: 8 Agustus 2023   19:16 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Golkar Bisa Jadi Partai Penentu Koalisi. Sumber gambar: KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Tapi, sejak tahun 1959 itu pula gagasan Golkar digunakan Angkatan Darat dan para sekutunya sebagai senjata anti-PKI, juga anti-Sukarno.

Nah, Pemerintahan Soekarno runtuh, digantikan oleh pemerintahan Soeharto yang menggunakan partai Golkar menjadi kendaraan politik utama untuk memerintah selama pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Selama masa ini, Golkar memiliki dukungan yang kuat dari pemerintah dan berfungsi sebagai saluran partisipasi politik yang terkendali. Golkar mendominasi proses pemilihan umum dan menguasai sebagian besar kursi di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).

Golkar adalah salah satu pilar dari sistem dwifungsi yang dianut oleh rezim Orde Baru. Selain sebagai partai politik, Golkar juga berfungsi sebagai sarana sosialisasi politik dan kontrol sosial dalam masyarakat.

Rezim Orba jatuh, muncul era reformasi di tahun 1998 yang juga ikut berimbas pada nasib Golkar yang dulunya bisa dibilang sebagai partai berkuasa, di tahun 1999, tiba-tiba suaranya menjadi anjlok, hanya mendapatkan 22,43 persen dari suara total.

Pada pemilu tahun 2004, partai Golkar memperoleh suara terbanyak kedua dengan 21,57 persen. Namun, pada pemilu tahun 2009 dan tahun 2014, perolehan suara nasional Golkar semakin turun. Pada pemilu tahun 2019, partai ini menempati peringkat ketiga dengan perolehan suara 12,31 persen.

Tak hanya citra Golkar sebagai partai warisan Soeharto yang bikin partai berlambang padi dan kapas ini semakin merosot, juga fakta dualisme kepemimpinan pada tahun 2014 antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono, membuat partai ini semakin tertinggal.

Perselisihan ini berakhir pada tahun 2016 setelah tercapai kesepakatan rekonsiliasi yang dipimpin oleh mantan Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla, namun kembali kasus korupsi yang melibatkan Setya Novanto, yang terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar dalam Munaslub tahun 2016, juga ikut mempengaruhi citra partai ini.

Sekarang Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto mencoba memperbaiki citra Golkar dengan bermain lebih aman atau safety dan tidak banyak bertingkah dengan terus mendukung pemerintahan Presiden Jokowi.

Sejumlah jabatan penting di era pemerintahan Jokowi telah diemban oleh Airlangga Hartarto, itu semua semata-mata demi menaikkan elektabilitas partai Golkar dan juga menjaga nama baik partai dengan tidak buru-buru melabuhkan dukungan mereka ke salah satu calon presiden.

Airlangga ingin menunjukkan bahwa dia adalah politikus yang sabar, dengan tidak terburu-buru menentukan sikap koalisi untuk Pemilu 2024 nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun