Jadi tak usah heran apabila sekarang juga Tenaga Kerja Asing terutama dari China masih menjadi primadona, sebanyak 37.711 jiwa atau setara 42% dari total TKA, disusul Jepang sebanyak 9.870 dan Korea Selatan sebanyak 9.302 pekerja.
Dari Buruh, Kuli Perkebunan Menjadi Ekonom Terkemuka
Sesuai Konvensi Anglo -- France -- China tahun 1886 menguasai imigrasi orang China, mengambil buruh di China dan pelayarannya ke Selat Malaka harus dilaksanakan lebih beradab, maka kaum migran mengadakan pelayaran menggunakan kapal yang dicarter dan sampai di Singkeh.
Keberadaan etnis China di Sumatera taklah mudah, mendapatkan banyak tantangan, rintangan hingga memunculkan konflik dengan penduduk setempat.
Sesuai laporan tahunan dari 'Deli Planters Vereeniging' alias Asosiasi Pemilik-Pemilik Perkebunan Deli antara bulan April 1915 -- Maret 1916 total kuli kontrak China di Perkebunan Tembakau, 37.608 orang dan tahun 1917 jumlah penduduk China di Sumatera Timur 99.236 orang diantaranya 92.646 laki-laki.
Tahun 1915 Manajer Deli Maskapai, Van Vollenhoven memberikan kapling-kapling tanah dalam areal perkebunan yang tidak cocok ditanam tembakau kepada orang China untuk dijadikan lahan berkebun sayur-mayur dan beternak babi. Namun tindakan ini ditentang oleh Sultan Deli karena membuka persaingan antara China dan penduduk setempat.
Seperti kebanyakan film-film Cina, memang suku China dimanapun berada selalu membentuk perkumpulan rahasia dan bahkan antara perkumpulan rahasia "Ghee Hin" yang kebanyakan dari suku Theochiu, Hakka dan Hailam bentrok dengan dengan perkumpulan rahasia "Ho Seng" yang diwakili suku Hokkian dan Hakka asal Fiu Chew. Kebanyakan perang antar berbagai serikat rahasia ini terjadi di Kalimantan, Riau dan Sumatera Timur.
Serikat rahasia inilah yang akhirnya membantu anggota-anggotanya menguasai bidang ekonomi di Sumatera Timur. Mereka membuat koneksi dengan cabang-cabang mereka di Penang, Singapura dan Hongkong, dan membentuk Kamar Dagang yang mengontrol dan bila perlu menaikkan harga-harga dengan serentak dimanapun mereka berdagang.
Pada akhir abad ke-19 dibuka sekolah China pertama di Medan bernama 'The Medan Boarding School', namun karena sekolah tersebut mempergunakan bahasa China dan Inggris, maka pemerintah Kolonial Belanda membuka "Holland Chinesche School" tahun 1917 menyaingi sekolah China yang mendatangkan guru China dari Malaysia dan menganggap menonjolkan pengaruh Inggris.
Tuan Oei Beng Seng menerbitkan Koran bahasa Melayu 'Andalas' dan Koran bahasa Cina 'Sumatra Bin Poh' di Medan. Di setiap pengadilan negeri (Landraad) di Sumatera Timur ada terdapat Letnan China sebagai kepala golongan China dan juga penerjemah Pimpinan China yang tertinggi ialah Kapiten China kemudian ditingkatkan menjadi Mayor China yaitu Chong A Fie yang rumahnya sampai sekarang dapat dinikmati sebagai salah satu tempat wisata sejarah di Kota Medan.
Kepiawaian baik itu berpangkat letnan, kapten, maupun mayor China digaji oleh Pemerintah Hindia Belanda, dimana tugas mereka adalah melaporkan segala sesuatunya yang terjadi dikalangan komuniti orang China, membantu mengutip pajak dari orang-orang China, melaporkan pendatang China yang baru.