Benarlah pepatah katakan, 'surga itu ada di telapak kaki ibu', karena memang ibu memiliki hak prerogratif yang diberikan kuasa oleh sang pencipta untuk mengandung selama Sembilan bulan, melahirkan dan membesarkan anak-anak dari hasil perkawinan yang syah yang kelak akan menjadi penghuni di bumi ini dengan kasih sayang dan juga tak kalah penting mampu menghidupi para anak-anak mereka dengan menjadi pekerja keras.
Saat saya menuliskan artikel ini, teringat kembali bagaimana perjuangan ibu saya, yang biasa saya panggil 'Omak', berasal dari bahasa Batak, sebutan untuk perempuan tangguh, penuh semangat dan daya juang yang militan yang tidak hanya melahirkan, namun juga memperjuangkan kami anak-anaknya agar mampu menaklukkan dunia ini.
Ya, teringat kembali bagaimana sulitnya kehidupan di era 80-an hingga 90-an, terutama di awal tahun 2000-an, dimana saat itu anak-anak yang lahir di era itu pasti merasakan bagaimana kehidupan di tanah air kita yang penuh dengan gejolak politik, ekonomi, hingga akses yang terbatas.
Bagaimana tidak terbatas? Jika kita bandingkan kehidupan di era 90-an atau awal tahun 2000-an, era reformasi dengan era revolusi industry 4.0 sekarang ini? Maka generasi di tahun 90-an sekarang akan sangat bersyukur masih bisa menikmati kemudahan yang didapat, pun dengan orangtua yang melahirkan kita sekarang.
Namun, sesuatu yang pasti adalah bahwa anak-anak sekarang tidak merasakan apa yang dirasakan oleh generasi 80,90 ataupun 2000-an itu bukan? Fakta bahwa orangtua, terutama Ibu sangat vital peranannya dalam mendidik dan menjadikan anak-anak di generasi itu sangat membutuhkan kasih sayang, terutama bimbingan, nasehat dan juga hubungan bathin yang erat, ibu adalah sumber nasehat, bimbingan, dan panutan yang benar-benar harus menjadi atensi utama bagi anak-anaknya.
Saya tersadar begitu banyaknya ajaran, nasehat dan contoh baik dan bijak yang Omak berikan kepada kami anak-anaknya, terkhusus saya dalam menjalani kehidupan sekarang ini. Omak memang jadi inspirasiku, bagaimana tidak?
Beliau adalah ibu yang sempurna di mata saya, ibu yang bisa jadi segalanya, mulai dari menjalani aktivitasnya sebagai Ibu Rumah Tangga, dimulai dari kala ayam jantan berkokok di pagi hari, teringat kembali suasana kampung waktu itu, dimana jam penanda bangun pagi bukan jam dinding atau jam weker yang distell agar bunyi di jam-jam tertentu, namun suara kokokan ayam jantan nan merdu dari kandang ayam di belakang rumah, atau ayam jantan yang tak mau masuk kandang, tapi lebih memilih hinggap dan bersembuyi di pohon jambu di belakang rumah yang saling bersahut-sahutan membangunkan kami dari mimpi-mimpi indah di kampung yang dijuluki Tanjung Beringin nan dingin...
Ya, ada kemalasan tuk bangun pagi karena cuaca dingin menyengat, namun Omak adalah orang pertama yang setia bangun tiap pagi, menyiapkan sarapan dan membangunkan kami semua anak-anaknya serta membiasakan agar bangun pagi, semangat pagi, walau sebenarnya ada rasa malas dan ogah-ogahan karena cuacanya yang super dingin itu.
Pembagian jadwal tugas yang jelas untuk bergotong-royong di pagi hari adalah pembelajaran yang paling utama yang dapat saya rasakan manfaatnya hingga sekarang. Ya, Omak selalu membagi tugas dan membuat jadwal bagi kami anak-anaknya. Saya dapatnya mencuci piring.
Wow, ini pekerjaan paling berat dan sungguh membuat saya terkadang kesal dan menggerutu. Bagaimana tidak?