Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maroko dan Kelatahan Politik Identitas Negeri Kita

16 Desember 2022   11:50 Diperbarui: 16 Desember 2022   12:19 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Latah..... Sumber gambar: https://makassar.tribunnews.com/

Anda heran dengan gambar diatas? Klo Anda heran? Sama seperti saya, tapi klo tidak heran, brarti Saya heran melihat Anda yang tidak terheran-heran dengan judul diatas...

Kenapa Saya katakan Saya heran dengan Anda yang tak terheran-heran dengan foto atau gambar diatas? Karena jelas di foto itu bahwa judulnya sangat bombastis dengan ketidak singkronan dan ketidaknyambungan dengan negeri kita...

Terasa latahnya, masa negeri Maroko yang nun jauh dimata, hanya dekat dilayar televisi bisa segitunya kita dukung dengan pake acara doa bersama? Sementara itu kita tau itu hanyalah pertandingan sepakbola semata yang intinya tidak usah dipolitisasi atau dibawa-bawa ke ranah lain selain ranah olah raga...

Klo memang sebatas mendukung, ya sah-sah saja, tapi apakah harus sampai dipolitisasi? Sampai harus diajak untuk berpolitik identitas dengan hanya mendoakan tim yang seagama atau se-warna kulit, se-golongan, atau se-budaya atau se-etnis saja?

Tentu tidak, sepakbola itu adalah bahasa universal, olahraga yang menyatukan segala perbedaan dalam satu tim dengan satu tujuan, menang dengan cara yang sportif dan sesuai peraturan. Kita boleh adu otot, adu strategi, adu badan, adu kuat, adu segalanya, tapi dalam koridor menjunjung nilai-nilai sportifitas.

Ada banyak pelajaran yang seharusnya kita petik dari perjalanan 32 tim yang bertanding di Piala Dunia Qatar 2022 ini, mulai dari babak penyisihan grup, pertandingan 16 besar, mengerucut jadi 8 besar, hingga babak semifinal dan kini menjelang perebutan tempat ke-3 dan siapa Juara Piala Dunia Qatar 2022 ini?

Namun apa yang kita lihat, semakin kemari -- negara lain semakin maju -- negara kita saya menilai makin terpuruk dengan segala politik identitas yang ditunjukkan, seakan-akan pemain atau aktor politik-politik busuk di negeri ini semakin bangga dengan menunjukkan kebodohannya.

Mereka tak peduli, tak berpikir panjang, apa yang mereka buat ini, benar atau tidak? Bermanfaat atau tidak? Tidak bisa berpikir jernih lagi, yang ada di kepala mereka, apa yang bisa dipolitisasi, mainkan terus? Otak mereka seakan-akan tak bisa mencerna lagi, ini unfaedah atau berfaedah? Ini bermanfaat bagi rakyat atau tidak? Yang penting ribak terus, jalan terus, mari kita politisasi apa yang bisa dipolitisasi.

Benar saja, rangkaian kemenangan demi kemenangan yang diraih timnas Maroko di Piala Dunia Qatar ini juga menjadi bahan politisasi sekelompok politikus-politikus identitas di negeri ini. Mereka ambil bagian, sibuk mengajak umat mereka untuk berdoa bersama demi kemenangan timnas Maroko..

Weleh, apa hubungannya bembeng? Timnas Maroko yang main di semifinal, kok malah negeri kita yang repot-repot? Repotnya nga tanggung-tanggung, kalau memang ada niat mendukung, yah dukung dengan normal-normal saja, tak usah sampai berlebihan gitu, ia kan?

Yang tepatnya itu, kita belajar dari para pemain-pemain Maroko, apa yang ditunjukkan oleh para Singa Atlas itu yang perlu anak-anak muda Indonesia perlu tiru, perlu belajar dari bagaimana perjuangan dan kerja keras mereka di lapangan.

Bagaimana perjuangan para pemain itu untuk keluar dari negerinya, mencari pengalaman, skill dan mencari makan di negeri asing, menjadi pemain kunci di klubnya dengan segala pengalaman yang mereka dapat dan ditularkan di timnas mereka saat dipanggil.

Bagaimana mereka memperlakukan ibu atau orangtua yang melahirkan dan membesarkan mereka, berjuang agar mereka bisa menjadi pemain-pemain bola, bagaimana perjuangan ibu mereka agar anak-anak mereka menjadi pemain yang tidak sombong, tetap memperlakukan ibu mereka dengan baik, tidak lupa akan kasih Ibu Sepanjang Masa...

Bagaimana pemain-pemain asing itu bisa kompak, bisa bahu membahu, bersatu padu membawa bendera dan kehormatan negeri mereka selama di Qatar, bagaimana singa-singa Atlas yang dari Benua Afrika itu tak dianggap sebelah mata, bagaimana mereka mengangkat harkat dan martabat negeri mereka di mata dunia?

Itu yang perlu kita petik pelajarannya, bukannya malah mempolitisasi dengan menampilkan salah satu paslon yang agamais, seakan-akan perjalanan timnas Maroko yang bisa sampai ke semifinal itu berkat doa-doa dari sosok yang diagung-agungkan itu.

Eh, ternyata setelah diadakan acara itu, Maroko malah keok ditangan Ayam Jantan dari Perancis yang tak didukung oleh doa dari salah satu atau beberapa paslon yang tak agamais itu.

Maroko yang seperti diatas didoakan oleh salah satu sosok yang dikatakan dan hampir mengenai kebenarannya seperti yang dituduhkan, 'Bapak Politik Identitas', ternyata harus tertunduk dan mengubur mimpi besar mereka setelah kalah dari Perancis di babak semifinal yang mendebar-debarkan itu.

Sepasang gol dari Theo Hernandez menit ke-5 dan Randal Kono Muani menit ke-79 mampu menjungkalkan doa-doa dari bapak politik identitas dan pengikut-pengikutnya.

Kerja keras dari pasukan Didier Deschamps itu masih terlalu ampuh dan tembok yang dibangun oleh Hugo Llioris, Ravael Varane, Jules Kounde, Ibrahim Konate, dan sang pencetak gol pertama, Theo Hernandez masih terlalu susah ditembus oleh Hakim Ziyech, Azzedine Ounahi, Soufiane Boufal, Youssef En-Nesyri yang tentunya mungkin jadi nasib sial karena didukung oleh bapak politik identitas.

Itulah nasib tragis Timnas Maroko, sekali didukung oleh bapak politik identitas, langsung keok dan ternyata lebih manjur 'ora et labora' daripada hanya berdoa atau cakap-cakap saja...

Setelah Maroko kalah, apakah mungkin si bapak politik identitas dan pendukungnya akan mengalihkan doa-doa mereka ke timnas Perancis atau Argentina?

Menarik untuk disimak...sekian celoteh disiang ini...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun