Â
Di setiap turnamen empat tahunan Piala Dunia bakal berlangsung, maka Albiceleste, julukan untuk timnas Argentina akan selalu menjadi favorit juara jika lolos dari babak kualifikasi. Entah mengapa, mungkin sisa-sisa dari pesona si bocil, Maradona membuat banyak pecinta sepakbola belum move on dari timnasnya Evita Peron ini, sehingga disetiap turnamen Piala Dunia, maka timnas Argentina bakal susah untuk tidak didukung dan bakal selalu menjadi salah satu tim favorit yang diunggulkan minimal melaju sampai ke babak final, bila perlu segala pernak-pernik dan kostumnya diburu untuk dipakai kala timnasnya berlaga, tak terkecuali oleh penulis sendiri.
Sihir dan magnet yang dipertontonkan oleh Tim Tanggo di Piala Dunia 1986 mungkin jadi awal saya mencintai sepakbola, walau waktu itu hanya membaca dari tabloid Bola, Koran, dan mendengar cerita orangtua di kedai kopi akan kehebatan Maradona, tapi setidaknya itulah yang menghipnotis untuk mendukung Timnas Argentina disetiap Piala Dunia bergulir.
Walau di Piala Dunia yang dilangsungkan di Amerika Serikat tahun 1994, Maradona harus angkat koper duluan dari turnamen karena kedapatan menggunakan doping jenis efedrin yang berimbas pada turunnya performa dan rasa percaya diri Gabriel Batistuta dan kawan-kawan sehingga harus tersingkir dari turnamen dan pulang lebih awal karena di babak perempat final, kalah dari Rumania dengan skor 2-3, namun tak menyurutkan saya untuk tetap menjadi fans setianya Albicelestes di setiap turnamen empat tahunan itu.
1998, Pengalaman Pertama Diprank Ariel OrtegaÂ
Tahun 1998 adalah tahun pertama diprank Argentina, bagaimana tidak diprank? Gabriel Batistuta dan kawan-kawan datang ke Perancis tetap dengan status salah satu tim favorit juara, walau hancur-hancuran di Piala Dunia 1994 akibat kasus doping.
Kali itu, Argentina datang dengan skuad mentereng, karena dihuni pemain-pemain top yang berkarir di Eropa, sebut saja Roberto Ayala, Mathias Almeyda, Nestor Sensini, Claudio Lopez, Diego Pablo Simeone, Gabriel Batistuta, bomber yang bermain untuk Fiorentina, dan Juan Sebastian Veron, sehingga sangat sulit untuk memalingkan muka dari timnas ini di Piala Dunia.
Apalagi dekade itu style atau gaya Batistuta usai mencetak gol ke gawang lawan kala membela Fiorentina serta ketajaman kaki kanan, kiri serta sundulan berkelasnya bakal membuat banyak orang memprediksi pemain bernomor punggung 9 itu bakal bisa membawa pulang Piala Dunia ke Buenos Aires.
Bahkan banyak membandingkan skuad tahun 1998 dengan Tim Tanggo era 1986 yang menjuarai Piala Dunia kedua kalinya dan skuadnya tak kalah jauh beda. Kemiripan Maradona dapat kita temui dalam diri Ariel Ortega, walau dari segi skill masih kalah jauh, Claudio Caniggia dalam diri Gabriel Batistuta, walau pemain berjuluk Batigol ini lebih sadis dan lebih tipe pembunuh di kotak penalti lawan.
Apalagi selama penyisihan Grup H, Batistuta dan kawan-kawan sangat begitu menyakinkan membantai semua lawan-lawannya, Jepang digasak dengan skor 1-0, lalu giliran Jamaika dibantai dengan skor meyakinkan 5-0 lewat hattrick Gabriel Batistuta dan dua gol lagi oleh si bocil Ariel Ortega.