Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Pilihan

BBM Resmi Naik, Akankah Gaji Naik?

9 September 2022   10:49 Diperbarui: 9 September 2022   11:05 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BBM Naik, Gimana dengan Income? Naik jugakah? sumber foto : finance.detik.com

Isu kenaikan bahan bakar minyak bersubsidi memang menjadi isu renyah santapan para pendemo maupun para pemantik kegaduhan di negeri ini. Ketidakpastian kenaikan bahan bakar minyak selalu menjadi isu gorengan yang membuat masyarakat panik sehingga langsung turun ke jalan-jalan dan meramaikan SPBU dengan antrian panjang untuk mendapatkan minyak bersubsidi sehari sebelum isu kenaikan itu berlangsung.

Contohnya ketika isu hot dikatakan bahwa harga bahan bakar minyak akan naik per 1 September kemarin, banyak masyarakat tertipu dengan isu hot itu sehingga berbondong-bondong ke SPBU mengakibatkan SPBU di hampir semua tempat di seluruh tanah air mendapatkan antrian yang panjang hingga pukul 00.00 Wib.

Masyarakat ini termakan isu hot yang beredar di media sosial yang dishare oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab ataupun oleh orang-orang yang asal terima berita dan langsung share lagi hingga mengakibatkan antrian panjang demi mendapatkan bahan bakar minyak sebelum harganya dinaikkan.

Akan tetapi hingga tanggal 1 September, belum ada kabar resmi dari pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak tersebut, hingga ketika ada di grup WA share akan kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi itu? Saya merasa terganggu, karena barusan -- ditanggal 01 September itu -- saya baru isi BBM dan saya melihat bahwa harga masih harga yang lama untuk Pertalite.

Namun, dua hari kemudian, tepatnya ditanggal 3 September BBM bersubsidi akhirnya benar-benar naik, tidak naik sendiri, tapi dinaikkan oleh Pemerintahan Presiden Jokowi dan Presiden Jokowi sendiri yang mengumumkan akan kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi tersebut. Mulai dari Pertalite, Solar, Pertamax per 3 September 2022 mulai pukul 14.00 Wib resmi naik!

"Saat ini pemerintah membuat keputusan dalam situasi yang sulit. Ini adalah pilihan terakhir pemerintah yaitu mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM akan mengalami penyesuaian," ujar Presiden Jokowi dalam jumpa pers di Istana Merdeka, Sabtu (3 September) seperti saya kutip dari Kompas.com.

Memang seperti buah simalakama, harga BBM bersubsidi tak dinaikkan? Maka yang terjadi adalah pembengkakan nilai subsidi energi yang konon katanya sudah mencapai 502 triliun rupiah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, anggaran subsidi dan kompensasi energi akan kembali membengkak sebesar Rp 198 triliun, jika tidak ada kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar.

Ia mengatakan, saat ini anggaran subsidi dan kompensasi energi untuk tahun 2022 dipatok sebesar Rp 502,4 triliun. Angka itu sudah membengkak Rp 349,9 triliun dari anggaran semula sebesar Rp 152,1 triliun guna menahan kenaikan harga energi di masyarakat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, anggaran subsidi dan kompensasi energi akan kembali membengkak sebesar Rp 198 triliun, jika tidak ada kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar. Ia mengatakan, saat ini anggaran subsidi dan kompensasi energi untuk 2022 dipatok sebesar Rp 502,4 triliun. Angka itu sudah membengkak Rp 349,9 triliun dari anggaran semula sebesar Rp 152,1 triliun guna menahan kenaikan harga energi di masyarakat.

Konon lagi, dari sumber katadatadotcodotid, ketidakstabilan geopolitik global jadi pemicu lonjakan harga minyak dunia. Kondisi ini jelas-jelas menjadi pendorong selisih harga minyak dunia dengan harga jual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Indonesia semakin besar. Jika tidak diatasi, maka Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) akan jebol dan berpotensi mengguncang perekonomian nasional.

Karena itu, pemerintah bakal mempertimbangkan kenaikan harga BBM dengan cara mengurangi subsidinya untuk meringankan tanggungan APBN.

Per bulan Agustus 2022 nanti, harga eceran bahan bakar minyak alias BBM bersubsidi bahkan jauh dari harga keekonomian.

Berdasarkan asumsi Harga Minyak Indonesia (ICP) US$ 105/barel, harga riil Solar yang seharusnya dijual di pasaran adalah Rp13.950 per liter, namun karena disubsidi pemerintah harga jual eceran solar saat ini masih Rp5.150 per liter sehingga selisih harganya mencapai Rp8.800 per liter. Artinya 63,1 persen harga solar disubsidi pemerintah.

Begitu pula Pertalite. Harga riil bensin ini seharusnya Rp14.450 per liter, tapi harga eceran masih Rp7.650 per liter karena Pertalite disubsidi pemerintah. Selisih harga riil dengan harga eceran mencapai Rp6.800 per liter atau subsidi pemerintah mencapai 47,1 persen.

Untuk Pertamax, harga riil seharusnya Rp17.300 per liter berdasarkan harga Bensin RON 92 pada Agustus 2022, tapi harga jual eceran Rp12.500 per liter. Selisih harga Rp4.800 atau 27,7 persen yang ditanggung.

Terakhir, harga LPG 3kg seharusnya Rp18.500 per kg. Namun, harga jual ecerannya cuma Rp4.250 per kg. Alhasil, selisih harga sebesar Rp14.250 atau sebesar 77 persennya di subsidi oleh pemerintah melalui Pertamina.

Faktor lain, seperti pelemahan nilai rupiah dari Rp14.450/US$ menjadi Rp14.898/US$ per 29 Agustus 2022 juga mempengaruhi mengapa subsidi BBM dikurangi.

Belum lagi mobilitas masyarakat yang kembali normal pasca pagebluk Covid-19 dinyatakan berakhir, juga mempengaruhi peningkatan volume konsumsi BBM. Konsumsi pertalite menjadi 29,07 juta Kilo Liter (KL) dari sebelumnya 23,05 juta KL. Lalu, solar menjadi 17,4 juta KL dari sebelumnya 15,1 juta KL.

Itulah secuil faktor mengapa harga bahan bakar bersubsidi harus dinaikkan oleh pemerintah dan memang ibarat simalakama tadi, jika tak dinaikkan maka ketakutan menteri keuangan akan jebolnya APBN dengan keseringan memberikan subsidi dari APBN plus yang katanya bahwa BBM bersubsidi kebanyakan digunakan oleh orang-orang yang justru mampu, menjadi faktor penyebab mantapnya pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia.

Namun, akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak itu telah menjadi boomerang ditengah-tengah masyarakat. Bukan rahasia umum lagi bahwa kenaikan harga BBM akan selalu menjadi santapan para mahluk-mahluk yang doyan berdemo dan amunisi bagi oposisi pemerintah untuk melakukan aksi demo berhari-hari bahkan berjilid-jilid.

Kita lihat hampir seminggu pasca kenaikan harga BBM, pendemo masih demo besar-besaran, bahkan kita lihat kelakuan mahasewa eh mahasiswa yang menutup jalan dan stop kendaraan besar jadi tempat demo yang malahan jadi lawannya emak-emak yang giat bekerja cari uang dengan memanfaatkan infratruktur jalan yang malah digunakan mahasewa tadi jadi panggung orasi mereka. Mahasewa masih aktif demo sampai sekarang...

Bahkan, kenaikan BBM ini juga jadi ajang pencitraan dan unjuk gigi bagi PKS dan partai bintang biru mercy dengan walk out dan menolak kenaikan BBM bersubsidi itu. Dengan atas nama simpati rakyat, mereka menolak dan memang itulah permainan politik yang semakin membuat riuh negeri ini.

BLT Cair, Gaji Kapan Naik?

Efek dari kenaikan BBM itu tadi tentunya makin berdampak luas, tidak hanya demo, walkout dan kepura-puraan partai politik berada dibelakang wong cilik, juga dampaknya lebih luas dengan munculnya BLT, ya Bantuan Langsung Tunai yang tak pernah terpikirkan akan muncul di pemerintahan ini usai keseringan di era SBY? Ternyata ampuh lagi jadi program yang katanya untuk rakyat kecil.

Ya, usai BLT Minyak Goreng Rp300 ribu/ keluarga dan PKL Gorengan, kini muncul lagi BLT BBM dengan dalih untuk membantu masyarakat dalam menghadapi kondisi harga BBM naik. Seperti dilansir dari berbagai sumber, BLT BBM ini disalurkan kepada 20,6 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia.

Jadi subsidi BBM itu dialihkan kepada masyarakat yang katanya kurang mampu agar tepat sasaran dan Presiden Jokowi mengatakan bahwa subsidi BBM lebih banyak digunakan kelompok ekonomi mampu, sebanyak 70%.

Yah, namanya kebijakan tapi apakah benar seperti itu yang terjadi di masyarakat? Imbas kenaikan BBM ini, maka semua akan mengaku kurang mampu dengan kenaikan harga tersebut, terbukti kita lihat bahwa mahasewa saja, eh mahasiswa saja demo namun tetap dapat beli rokok.

Lebih parah lagi, penerima bantuan tapi orangtuanya atau anaknya malah bisa dan sanggup beli rokok, padahal harga rokok dengan harga BBM bersubsidi mahalan yang mana? Entahlah karena penulis bukanlah perokok!

Semoga saja para penerima BLT BBM atau yang sejenisnya itu memang benar-benar tepat sasaran, tepat guna dan mampu mendongkrak kesejahteraan mereka, dan semoga BLT ini bukan jadi seperti ajang untuk memanjakan para penerima BLT itu, semoga dengan BLT itu mereka semakin giat bekerja, semakin termotivasi dan memanfaatkan bantuan tunai itu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang mendesak seperti sandang dan pangan, bukan beli rokok, apalagi beli barang-barang mewah.

Nah, bagi yang tak dapat BLT namun gaji pas-pasan? Apakah boleh mengharapkan kenaikan gaji? Ya sah-sah saja berharap bukan? Apalagi di era presiden sekarang selama hampir dua periode baru dua kali saja pernah menaikkan gaji pegawai negeri sipil.

Pertama tahun 2015, dinaikkan sebesar 5 persen dan di tahun 2019 kemarin kembali dinaikkan sebesar 5 persen lagi.

Sementara untuk mengharapkan kenaikan gaji dengan kenaikan pangkat otomatis masih jauh panggang dari api. Untuk mendapatkan kenaikan pangkat saja masih tergolong susah dengan syarat-syarat dan juga dengan birokrasi yang tergolong masih bertele-tele dan terkesan sulit.

Lalu apa yang harus diperbuat dengan kenaikan harga BBM bersubsidi ini? Ya, berkarya dan berkarya terus, itu menurut saya, termasuk dengan rajin menulis di Kompasiana ini dengan harapan mendapatkan K-Rewards dan juga ketiban durian runtuh dari lomba-lomba yang diselenggarakan, mana tau jadi salah satu pemenang bukan?

Sekarang saya juga sedang belajar dan mengikuti pelatihan jadi agen asuransi dengan premi terjangkau bagi masyarakat menengah ke bawah. Walau harus diakui untuk mengikuti dan membujuk rayu calon nasabah membutuhkan amunisi dan biaya tak sedikit, namun tak salah untuk mencoba bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun