Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Kurniawan Dwi Yulianto, The Next Shin Tae-yong

19 Januari 2022   10:51 Diperbarui: 20 Januari 2022   09:45 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PSSI vs Shin Tae-yong.kompas.com

Keberhasilan Shin Tae-yong nyatanya masih dianggap sebelah mata oleh para petinggi PSSI. Terbukti, terjadi kericuhan baru yang membuat jagad media sosial terbelah, dimana orang organisasi sepakbola tertinggi di Indonesia ini, tepatnya Exco alias Executive Comitte PSSI bernama Harun Soemitro terang-terangan menyindir dan mempertanyakan kualitas kepelatihan Shin Tae-yong yang sudah membawa Indonesia lagi-lagi finish di urutan kedua untuk ke enam kalinya dalam perhelatan Piala AFF lalu.

Dalam sebuah video podcast yang beredar luas, terang-terangan dalam sebuah potongan video, Haruna Soemitro mengkritik gaya kepelatihan Shin dan mengatakan bahwa hasil yang ditorehkan pelatih kepala asal Korea itu tidaklah lebih bagus dari apa yang diraih Luis Milla, juga komunikasi dengan Ketua PSSI yang deadlock hingga program naturalisasi yang didengung-dengungkan oleh Shin Tae-yong.

Praktis kritikan Exco PSSI ini mendapatkan reaksi dari jagat media sosial, terutama Twitter, dimana bermunculan tagar-tagar yang intinya meminta Soemitro keluar dari PSSI dan Shin Tae-yong tetap dipertahankan.

Nyatanya memang bukankah prestasi Timnas Garuda ditangan Shin Tae-yong taklah bagus-bagus amat. Walau memang harus diakui bahwa mayoritas pemain muda pilihan yang ditampilkan Shin Tae-yong bisa melaju hingga final, namun kekalahan telak 0-4 dari pasukan Gajah Putih Thailand semakin menandai kualitas kita jauh berada dibawah Thailand yang juga juara ke enam kalinya.

Akhirnya nasi jadi bubur, semua mempertanyakan termasuk Haruna, mengapa justru memainkan mayoritas pemain muda yang minim pengalaman di ajang bergengsi sekelas Piala AFF? Walau kejuaraan yang hanya mempertemukan negara-negara Se-Asia Tenggara, nyatanya pemain-pemain muda pilihan Shin tak bisa menghapus trauma gagal merengkuh Piala AFF yang sudah berkarat selama 13 kali pagelaran Piala AFF.

Dimanakah Para Pemain Muda Juara Kita?

Miris rasanya ketika Shin Tae-yong akan menaturalisasi pemain yang entah darimana keberadannya selama ini tiba-tiba akan berbaju timnas Merah-Putih dalam jangka waktu dekat ini. Bagaimana tidak miris? Apakah kita kekurangan pemain Timnas? Tidak tentunya.

Faktanya kita tidaklah kekurangan pemain muda. Di turnamen AFF tingkat junior kita sudah juara 3 kali; U-19 Tahun 2013, U-16 Tahun 2018 dan U-23 Tahun 2019. Artinya kita kaya stok pemain muda yang siap bersaing. Tapi dimanakah para pemain muda hebat itu sekarang?

Harusnya timnas kita sudah mentereng dengan nama-nama seperti: Ravi, Paulo Sitanggang, Ilham Udin, David Maulana, Supriadi, Firza Andika, Todd Rivaldo dan Marinus Manewar. Namun mereka tidak ter-regenerasi dengan baik. Tongkat estafet antar usia tidak berjalan. Alhasil bakat-bakat muda ini sirna begitu saja.

Sebagian memang masih manggung di liga 1 dan 2. Tapi sinar mereka malah redup. Kompetisi kita gagal mengasah bakat-bakat muda ini. Seharusnya ada monitoring, fasilitasi, koordinasi dengan klub. Dan terpenting memberi mereka kompetisi yang sehat, profesional, adil, dan jauh dari mafia sepakbola.

Sangat aneh rasanya ketika generasi emas peraih gelar Piala AFF U-23 tahun 2019 lalu tidak masuk list timnas yang bermain di Piala AFF 2020. Seperti kata teman saya, "Apa Dosa Mereka Hingga tidak dipanggil Shin mengenakan seragam kebesaran Timnas Merah Putih di Piala AFF 2020 (2021) lalu?".

Andaikan mereka yang mengisi mayoritas timnas kita kemarin, mungkin hasilnya lain, kita tidak kalah setelak 2-6 dari Thailand. Tapi akh sudahlah, nasi sudah jadi bubur, mana bisa dikembalikan lagi jadi nasi bukan?

Kurniawan Dwi Yulianto Pengganti Shin?

Kini semuanya saling menyalahkan, saling lempar tanggung jawab. Ketika PSSI diminta pertanggungjawabannya, mereka mengkambing hitamkan Shin, buktinya dikabarkan terjadi deadlock alias kebuntuan pembicaraan dalam rapat evaluasi yang berlangsung pada Kamis, 13 Januari 2022 lalu antara Ketua Umum PSSI, Iwan Bule dengan pelatih kepala Shin Tae-yong.

Namun, intinya gambaran komunikasi yang berlangsung antara Mochamad Irawan dengan Shin berlangsung tidak baik-baik saja, dirumorkan oleh anggota Komite Eksekutif PSSI Haruna Soemitro dalam sebuah siniar di saluran Youtube, JPNN.COM.

Dikabarkan juru taktik asal Korea itu tersinggung ketika dikritik dan diberikan masukan oleh petinggi PSSI, padahal bekerja dalam tekanan adalah sebuah pekerjaan beresiko pelatih sepak bola dan kritik hingga pemecatan tanpa pesangon bisa akibat buruk dari resiko dari wan prestasi yang dihasilkan oleh pelatih, bahkan pelatih sekaliber Mourinho juga pernah merasakan kritikan hingga pemecatan.

Di sisi lain, induk sepakbola kita PSSI seharusnya tampil menjadi pembina bukan membinasakan. Jauhkan PSSI dari politisasi dan kepentingan pribadi. Isi managemen dengan pejuang bola, paham dan ambisi merengkuh juara. Bukan mencari popularitas pribadi serta akses kekuasaan. Apalagi mencari kekayaan.

Kali terakhir Indonesia merajai Asia Tenggara saat merebut medali emas Sea Games 1987 dan 1991 dibawah kepemimpinan Kardono. Kala meletakkan jabatan tahun 1991 dia berucap tidak akan bisa lepas dari sepakbola. Ini menunjukkan totalitas beliau.

Sifat khas Kardono yang membekas pada pemain adalah kebapakan. Dekat dengan pemain (ngemong). Dibawah kepemimpinan Kardono tidak ada kontroversi liga, apalagi pengaturan skor. Semua masukan baik dari pers dan stakeholder sepak bola ditampung.

Sepakbola Indonesia membutuhkan hati dan jiwa yang merawat. Totalitas pemikiran demikian waktu. Jauh dari sosok kontrovesial yang multi profesi serta interest. Di panggung sepakbola modern maratabat bangsa turut dipertaruhkan. Jangan sampai tergadai oleh orang-orang tak berjiwa patriotis. Beri tempat bagi negarawan bola sejati.

Ketika Shin Tae-yong yang durasi melatihnya hanya diberi waktu empat tahun, artinya dikontrak hingga habis di tahun 2023 nanti. Satu peluang emas mendapatkan gelar Piala AFF 2020 untuk pertamakalinya gagal sudah. Artinya setelah dia misalnya tidak diperpanjang kontraknya karena gagal mempersembahkan gelar hingga tahun 2023 nanti, siapakah yang cocok pengganti Shin Tae-yong?

Penulis mencoba menawarkan satu opsi nama, Kurniawan Dwi Yulianto. Ya, eks striker berkelas tanah air ini yang pernah merasakan program mantap PSSI bertajuk Primavera dan PSSI Baretti di tahun 90-an. Ya, Kurniawan Dwi Yulianto yang pernah merasakan bermain di Sampdoria ini kini mendapatkan kesempatan emas menjabat status sebagai asisten pelatih klub asal Italia Seri B, Como FC.

Jabatan baru Kurniawan Dwi Yulianto ini dikonfirmasi langsung dalam pengakuannya di kanal YouTube, AkurasiTV, Kamis (12/1/2022). Pelatih yang pernah menukangi Sabah FC itu mengungkapkan bahwa dirinya per Januari 2022 ini sudah menjadi asisten pelatih Como FC.  

Eks striker yang pernah melanglang buana bersama klub-klub tanah air seperti Persebaya Surabaya, Persija Jakarta, hingga Pro Duta FC berusia 45 tahun ini tak menyangka mendapatkan pengalaman berharga untuk menjadi asisten pelatih di Italia, Como FC. Mantan pemain Mumbai Warriors itu mengatakan bahwa saat ini masih menunggu izin kerja untuk bisa melatih Como.

Saat ini Kurniawan belum mendapatkan visa untuk ke Italia karena negara Pizza tersebut masih membatasi keluar masuknya orang asing karena Covid-19 varian baru. Namun, meski belum bisa bergabung dengan Como, Kurniawan akan lebih dulu berangkat ke Inggris. Hal ini karena Kurniawan akan diperbantukan di jajaran pelatih Garuda Select terlebih dahulu.

Lantas mengapa harus Kurniawan? Mengapa bukan pelatih lokal lainnya? Karena Kurniawan Dwi Yulianto sudah memiliki syarat, dimana selain pengalaman menjadi asisten pelatih Como FC, pastinya seabrek pengalaman, seperti bersama Bima Sakti jadi pelatih interim di Piala AFF 2018, asisten pelatih Indra Sjafri di Timnas Indonesia U-22, masuk dalam staf kepelatihan Tim Garuda Muda yang menjuarai Piala AFF U-22 2019 dan meraih medali perak di SEA Games 2019, hingga sebagai pelatih klub Malaysia, Sabah FA, adalah Curiculum Vitae Kurniawan yang cukup untuk menggatikan posisi Shin Tae-yong apabila memang dipecat karena wan prestasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun