Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikenal dengan Presiden yang kurus dan badannya gitu-gitu saja, tidak ada pembengkakan di sektor manapun, maaf khususnya bagian perut lazimnya para pejabat-pejabat di negeri ini usai mendapatkan kursi empuknya. Presiden Jokowi memang orang spesial.
Bagaimana tidak? Menjabat lebih dari satu periode, ini periode kedua, dengan segala kemampuannya, kebijakannya dan kinerja serta menjawab ekspektasi publik dengan kerja kerasnya usai dilantik dengan blusukan ke hampir seantero tanah air, Presiden Jokowi membuktikan bahwa dia memang amanah untuk membangun Indonesia tidak hanya di Pulau Jawa saja.
Untuk menjawab segala persoalan dan menyelesaikan segala permasalahan yang ditinggalkan oleh pemerintah sebelumnya, Presiden Jokowi tampak tegar dan pantang menyerah, belum lagi buah-buah pemikiran dan kerja kerasnya mampu menjaga kepercayaan publik dan membuat masyarakat di daerah-daerah yang didatangi oleh Presiden Jokowi semakin mencintai dan bersyukur memiliki Presiden seperti Joko Widodo yang memperhatikan dan berbuat demi kesejahteraan mereka.
Permainan caturnya untuk merangkul rivalnya menjadi kawan, strategi penempatan catur-caturnya membuat para pembencinya mati kutu, mengembalikan putra terbaik bangsa dengan mengangkat Achandra Tahar sempat jadi Menteri ESDM pada 15 Agustus 2016, namun karena masih memiliki dwi kewarganegaraan, Indonesia dan Amerika Serikat, maka untuk meredam keriuhan publik, apalagi para pembenci Presiden Jokowi yang selalu cari-cari kesalahan, maka Presiden Jokowi melantik Ignatius Jonan, eks Menteri Perhubungan jadi Menteri ESDM dan Archandra Tahar jadi Wakilnya di Kementerian ESDM.
Apapun ceritanya, Presiden Jokowi tetaplah menjadi orang yang bersahaja dan selalu berusaha memberikan kesempatan kepada sosok-sosok yang dia anggap mampu dan berkompeten di bidangnya untuk membantunya di kabinet demi kemajuan Indonesia.
Presiden Tetap Kurus, Kabinet Gemuk, Mubazir
Adalah hak Prerogatif Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara untuk menjalankan pemerintahan (chief executive) untuk memperlancar pelaksanaan tugasnya, Presiden berhak untuk memilih siapa yang cocok jadi menterinya dan juga para staff khususnya. Pun sekarang kita melihat di tubuh Kabinet Indonesia Maju eranya Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, ada kelaziman baru untuk menempatkan Wakil Menteri di berbagai posisi Menteri.
Penempatan Wakil Menteri ini jelas menambah skuad yang sudah gemuk dengan 4 menteri koordinator dan 30 menteri bidang yang diumumkan pada 23 Oktober 2019 dan dilantik berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 113/P Tahun 2019 tentang Pembentukan Kementerian Negara dan Pengangkatan Menteri Negara Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024.
Lantas, tanggal 23 Desember 2020, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin melakukan pergantian sejumlah menteri dengan memperkenalkan enam figur baru dalam kabinet berdasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 133/P Tahun 2020 tentang Pengisian dan Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024.
Selanjutnya, pada 28 April 2021, Presiden Joko Widodo melantik dua menteri kabinet berdasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 72/P Tahun 2021 tentang Pembentukan dan Pengubahan Kementerian serta Pengangkatan Beberapa Menteri Negara Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024.
Melalui pengubahan terbaru ini, Kepala Negara sekaligus memperkenalkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Kementerian Investasi.
Lantas terbaru, Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Presiden alias Perpres Nomor 110 Tahun 2021 tentang Wakil menteri Sosial (Wamensos), sehingga di periode kedua ini, Presiden Jokowi telah memanggil 16 Wakil Menteri di skuad kabinetnya dan tentunya menambah punggawa yang wajib di biayai oleh negara.
Bukan iri, tapi prihatin karena dengan semakin bertambahnya personel yang masuk kabinet, maka beban negara untuk menggaji mereka akan bertambah, sementara hasil yang diperoleh belum tentu sesuai dengan beban yang dikeluarkan oleh negara.
Bahkan, bisa berpotensi semakin menimbulkan banyak riak-riak dan perdebatan saat rapat karena usulan Menteri belum tentu se-ia dan se-kata alias se-pemikiran dengan Wakil Menterinya, plus Staff Khusus yang tupoksinya sejauh ini belum jelas dan tidak memberikan kontribusi nyata untuk negara.
Perlu diperhatikan apa yang pernah dibeberkan oleh Adian Napitupulu, politikus senior dan juga aktivis'98 ini pernah curhat bahwa di sekitaran istana itu mengerikan, banyak konflik kepentingan antara satu sama lain.
Presiden Jokowi masih tetap menjadi aktor utama walau di periode kedua ini. Dengan blusukan gaya khasnya yang tidak lelah menjelajahi seluruh daerah di Tanah Air kita ini, dari pulau ke pulau beliau tetap kunjungi, membuat seakan-akan tugas Wakil Menteri dan Staff Khusus tidaklah ada apa-apanya.
Gaya Presiden Jokowi yang tidak suka 'berleha-leha' di kursi Kepresidenan yang dia miliki membuat kabinetnya seakan-akan kegemukan, namun tentunya kebijakan untuk memanggil 16 Wakil Menteri bukanlah tanpa alasan kuat. Pasti memang sangat dibutuhkan, bukan untuk menyenangkan pihak-pihak yang mendukungnya atau bukan pula untuk mendulang dukungan alias kepentingan politik.
Bukan itu, tentunya kebijakan mendatangkan Wakil Menteri di kabinetnya adalah memang karena urgensi untuk memperlancar pelaksanaan tugas Menteri sebagai pembantu Presiden di bidangnya masing-masing.
Sebagai contoh, peran Wakil Menteri Sosial sangat krusial untuk menyelesaikan atau mem-back-up pekerjaan rumah Menteri Sosial yang kini dijabat oleh Tri Rismaharini yang kinerjanya sebelas dua belas lah sama Presiden Jokowi.
Mantan Walikota Surabaya ini kita kenal adalah sosok pekerja keras yang tidak suka duduk manis di kursinya. Beliau adalah orang paling suka berselancar ke seantero tanah air memastikan Bansos yang di kelola oleh kementeriannya tepat sasaran.
Temuan Bansos tak tepat sasaran di Pekalongan, Bekasi dan daerah lain menjadi bukti kuat bahwa Bu Risma benar-benar turun ke lapangan, bukannya hanya duduk manis menerima laporan.
So, ketika Bu Risma terjun ke lapangan, siapa yang akan bekerja di meja Kementerian Sosial? Sehingga wajar apabila Presiden Jokowi menempatkan patner jadi Wakil Kementerian Sosial yang bekerja mengurusi administrasi di meja Bu Risma.
Namun, siapakah yang cocok jadi patner Bu Risma di Kemensos? Tentunya diharapkan orang yang tepat dan bisa bekerjasama dalam memimpin pelaksanaan tugas Kementerian Sosial.
Pada akhir 2020 lalu ada lima wakil menteri yang dilantik Presiden Jokowi setelah terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) 76/M/2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Wakil Menteri Negara Kabinet Indonesia Maju Periode Tahun 2019-2024.
Lima Wakil Menteri tersebut adalah Muhammad Herindra sebagai Wakil Menteri Pertahanan, Pahala Mansury sebagai Wakil Menteri BUMN, Dante Saksono sebagai Wakil Menteri Kesehatan, Omar Sharief Hiariej sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM, dan Harfiq Hasnul sebagai Wakil Menteri Pertanian.
Siapapun nanti yang jadi Wakil Menteri Sosial, itu adalah hak prerogatif Presiden dan pengangkatan Wamen ini pastinya sudah melalui pertimbangan dan perencanaan yang matang dan urgensi sifatnya.
Semoga para Wamen yang dilantik mampu bekerja sesuai dengan Visi dan Misi Presiden, bekerja di balik layar demi kesuksesan tujuan dari Pemerintahan Presiden Jokowi...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H