Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agar Karantina Omicron Maksimal, Jangan Ada Diskriminasi Aturan

27 Desember 2021   17:18 Diperbarui: 27 Desember 2021   17:19 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Virus varian baru bernama Omicron menjadi momok menakutkan belakangan ini. Bagaimana tidak? Setelah sukses vaksinasi massal agar Covid-19 bukan lagi pandemi yang menakutkan tapi menjadi endemik, kini kita ditakutkan dengan penyebaran varian baru lebih cepat menyebar dan lebih mematikan bernama virus Omicron.

Kabar terbaru disampaikan langsung oleh Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan sebagaimana dikutip dari kompas.tv yang mengaku kecewa karena ada yang lolos karantina dari RSD Wisma Atlet.

Walau Oppung Luhut tidak merinci siapa namanya dan dari mana riwayat perjalanannya hingga harus lolos dari karantina di Wisma Atlet, pengakuan ini bisa menjadi boomerang bagi masyarakat karena adanya perbedaan perlakuan atau aturan karantina bagi masyarakat biasa dengan pejabat negara.

Seperti kita ketahui, munculnya aturan baru dari Satgas Covid-19 Nomor 25 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional Pada Masa Pandemi Covid-19 dimana pointnya jelas bahwa untuk mengantisipasi penyebaran virus SARS-CoV-2 baru maupun yang akan datang, maka pelaku perjalanan internasional diwajibkan untuk melakukan karantina dan mengikuti segala prosedur masuk ke tanah air.

Namun, dalam surat edaran tersebut terselip beberapa pengecualian yang menjadi celah bagi WNI ataupun WNA, pun para pejabat negara yang melakukan perjalanan dinas ke luar negeri dan kembali ke Indonesia.

Lantas mengapa harus ada gap atau jarak antara masyarakat biasa dengan pejabat negara? Mengapa harus ada perbedaan kebijakan karantina?

Menurut saya semua harus sama, sama-sama di karantina di Wisma Atlet, jika memang WNI itu baik masyarakat biasa atau pejabat negara setingkat eselon I (Satu) benar-benar baru pulang dari negara atau wilayah yang secara geografis berdekatan dengan negara transmisi komunitas kasus varian baru B.1.1.529 alias virus Omicron yang penularannya disinyalir dari negara Angola, Zambia, Zimbabwe, Malawi, Mozambique, Namibia, Eswatini, dan Lesotho.

Karantina selama sepuluh hari wajib dilakukan tanpa potongan, itulah seharusnya terjadi ketika ada varian baru Omicron mulai menyerang Indonesia. Berkaca dari kasus sebelumnya, dimana kita kecolongan dengan WNI yang baru pulang dari Jepang ternyata menjadi sumber merebaknya kasus Covid-19 di tanah air.

Maka, agar kasus serupa tidak terjadi, harusnya Satgas Covid-19 ketat dalam memperlakukan aturan dalam menyikapi trend kasus Omicron, apalagi Luhut Binsar Pandjaitan telah membenarkan bahwa ada satu orang yang terinfeksi virus Omicron lolos dari karantina di Wisma Atlet dan pergi begitu saja bersama dengan keluarganya.

Artinya, sudah berapa orang langsung terinfeksi virus Omicron oleh seseorang yang berhasil lolos tersebut?

Maka tidak heran apabila hingga kemarin Minggu (26 Desember 2021) telah ditemukan jumlah kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia saat ini mencapai 46 orang, seperti keterangan pers yang dikutip dari Youtube Sekretariat Presiden, Senin (27 Desember 2021), dimana Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan sebagian besar kasus terkonfirmasi varian Omicron masuk kategori orang tanpa gejala (OTG).

Oleh sebab itu, Menko Marves menghimbau agar daerah yang sudah rendah angka kasusnya agar dapat terus memperkuat testing dan tracing untuk mengantisipasi penyebaran varian Omicron, pun agar dilakukan penjagaan ketat warga yang masuk ke daerah tersebut dengan tetap mempertanyakan sertifikat vaksin 1 dan 2.

Seperti yang saya lihat di perbatasan-perbatasan daerah, dimana Satgas Covid-19 mengadakan seleksi ketat terhadap para pendatang lintas kabupaten atau antar provinsi dengan tetap mempertanyakan surat-surat pengenalan diri dan aplikasi PeduliLindungi.

Sebab hanya dengan testing dan tracing, akan dapat membantu menemukan dan mengidentifikasi orang-orang yang OTG serta dapat mengerem potensi penyebaran kasus virus Omicron dan dengan cepat  mengisolasi penyebaran tersebut supaya tidak meluas di tengah-tengah masyarakat.

Melalui testing dan tracing yang kuat, langkah lockdown di level mikro, seperti yang dilakukan di Wisma Atlet, dapat di implementasikan seandainya transmisi lokal varian Omicron sudah terdeteksi, sebab dari 46 orang terdeteksi virus Omicron, sebagian besar yang tertular varian Omicron merupakan pelaku perjalanan dari luar negeri.

Sebanyak 25 pasien adalah warga negara Indonesia yang baru pulang dari Malaysia, Kenya, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Mesir, Malawi, Spanyol, Inggris, dan Turki. Adapun, terdapat satu pasien WNA asal Nigeria dan satu pegawai kebersihan RSDC Wisma Atlet Kemayoran.

Agar tidak menjadi sorotan dari berbagai pihak, khususnya para pengkritik kinerja pemerintah, maka sudah seharusnya pemerintah kembali meninjau ulang pemberlakuan karantina dengan diskriminasi pejabat publik dengan masyarakat biasa, sehingga tidak ada terkesan pilih kasih.

Walau Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, diskresi yang diberikan kepada pejabat setingkat eselon satu ke atas untuk menjalani karantina secara mandiri sepulang dari tugas dinas ke luar negeri tersebut berlaku secara universal, karena mekanisme dan bernegara itu harus tetap jalan, tapi tentu dengan pengawasan yang ketat, namun masih banyak yang mencibir kebijakan tersebut.

Itu diungkapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti yang mempertanyakan pelaksanaan karantina para pejabat yang berbeda dengan masyarakat sipil.

Pertanyaan tersebut dilontarkan Susi melalui postingan Instagram Kompas.com, Selasa (21/12/2021), yang mengunggah berita "Luhut: Banyak Orang Berduit tapi Minta Fasilitas Karantina Gratis". "Kenapa pejabat boleh di rumah mereka sendiri tapi masyarakat tidak boleh di rumah sendiri? Kenapa pejabat saja yang boleh berhemat tapi masyarakat tidak boleh?" tulis Susi pada kolom postingan tersebut.

Namun cuitan Susi ini mendapatkan respon santai dari Luhut yang mengatakan bahwa aturan itu setelah mendapatkan kajian dari para pakar, bukan atas kemauan sendiri dan aturan itu juga berlaku tidak hanya di Indonesia tapi universal.

Yah, jelasnya apapun kebijakan pemerintah semoga tujuannya baik dan mampu menekan penyebaran virus Omicron, sehingga semuanya baik-baik saja dan kita masyarakat biasa terus patuhi protokol kesehatan agar kasus tidak meningkat lagi, sehingga tidak terjadi lagi pengetatan PPKM lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun