Miris dan menyedihkan bukan? Ya, sampai-sampai Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus memberikan perhatian serius atas kasus besar yang menimpa belasan anak didik perempuan yang dilecehkan dan diperkosa hingga dilaporkan ada tujuh korban dari kelakuan bejat oknum guru tersebut harus melahirkan sembilan bayi.
Para korban yang belakangan diketahui adalah para santriwati, sejatinya adalah tugasnya untuk menuntut ilmu di pondok pesantren tersebut, namun harus kehilangan masa depannya oleh kelakuan bejat seorang oknum guru tersebut.
Para perempuan berusia sekitar 13 dan 14 tahun itu harus mengalami kekerasan seksual dan pelecehan alias dirudapaksa oleh oknum guru hingga ada yang hamil dan melahirkan. Sungguh tragis dan menjadi kejahatan luar biasa.
Sampai-sampai Presiden Jokowi memberikan perhatian khusus akibat dari perbuatan oknum guru. Lewat Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyatakan bahwa negara berusaha hadir setegas-tegasnya untuk menghukum kebiri orang-orang seperti oknum berinisial HW (36 tahun) yang tega merudapaksa belasan santrinya.
Lebih lanjut Bintang telah hadir dan berusaha untuk menumbuhkan minat belajar mereka dan memperbaiki psikologi mereka akibat dari kebejatan oknum guru pesantren dan menghilangkan trauma akibat kegelapan yang menyelimuti mereka, tidak hanya itu pihaknya juga berusaha untuk memberikan pendampingan terbaik bagi korban kejahatan luar biasa oleh oknum HW yang kesemuanya adalah perempuan yang masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik itu jasmani maupun rohani, lewat pendidikan yang baik yang seharusnya mereka dapatkan di boarding school ataupun sekolah ber-asrama tersebut.
Lantas yang menjadi pertanyannya adalah sangat banyak, mengapa orangtua dengan mudahnya melepaskan anak perempuan mereka untuk berada di luar rumah dalam jangka waktu lama atau masuk asrama atau boarding school yang diasuh oleh guru laki-laki?
Nah, jika terjadi seperti ini siapa yang disalahkan? Saya melihatnya dari perspektif atau sudut pandang pendidikan dalam keluarga, peran orangtua atau Ibu adalah pemegang peranan penting dalam mendukung tumbuh kembang anak, terutama anak perempuan di dalam keluarga kita masing-masing.
Sebab, anak perempuan memiliki segi keunikan dari anak laki-laki, dimana anak perempuan, terutama diantara umur 9 tahun, bahkan ada di umur 8 tahun sudah merasakan yang namanya Menstruasi.
Terus terang saja, peran ibu sangat vital untuk mengajarkan anak perempuan dirumah masalah menstruasi ini. Tanpa penjelasan detail dan benar, maka anak perempuan akan bingung dan tidak tau akan melakukan apa ketika menstruasi itu datang.
Fase pubertas pada anak perempuan dan laki-laki sungguhlah berbeda. Jika laki-laki masa pubertasnya ditandai dengan perubahan dengan mulainya tumbuh kumis pada jenggot, suara mulai memberat, sering mengalami mimpi basah, maka pada anak perempuan masa pubertas itu ditandai dengan pertumbuhan payudara dan mengalami yang namanya haid atau menstruasi untuk pertama kalinya.
Nah, disinilah peran ibu dalam mendidik anak tentang masalah menstruasi atau masalah pubertas pada anak perempuan.
Saya sering melihat ibunya anak-anak (karena saya memiliki anak perempuan), menasehati dan disinilah memang anak perempuan sering diajarkan untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah sederhana namun penting sebagai bekal masa depannya. Misalnya urusan dapur, mencuci (pakai mesin cuci), mengiris bawang, diajari memasak dengan penuh canda dan ibunya saya dengar menasehati, "anak perempuan itu harus bisa ini, itu, apalagi anak paling besar, harus bisa begini-begitu, dan seterusnya".
Saya sering mendengar ibunya mengingatkan, "Kamu itu sudah mau anak gadis loh, cara duduk, cara berpakaian, cara merawat anggota tubuh", diajarkan dengan baik oleh ibunya.
Bahkan beberapa kali ibunya sering saya dengar menasehati kalau lagi datang bulan, haid atau menstruasi, pakai pembalut dan pembalutnya itu dibungkus pakai plastik dan dibuang ke tempat sampah di depan rumah yang akan diangkut oleh tukang sampah, bukannya dibuang ke saluran air.
Ibunya juga selalu mengajarkan agar pakaian dalam bekas menstruasi harus langsung dicuci kala anak perempuan mandi.
Begitulah nasehat sederhana ibunya kepada anak perempuan yang akan beranjak dewasa. Kalau ke sekolah jikalau menstruasi harus pakai pembalut dan ibunya menyediakan pembalut cadangan di tasnya, manatau pembalut yang dia pakai bocor karena tidak cukup kuat menyerap darah yang keluar.
Ketika menstruasi, memang jiwa, watak dan emosi wanita atau anak perempuan tidak dapat ditebak. Saya sering melihat tiba-tiba ibunya atau anak perempuan uring-uringan, tidak mood, dan sebagainya, memang pengaruh menstruasi seperti itu ya?
Nah, ketika hal-hal seperti itu terjadi pada anak di usia 12,13 hingga 14 tahun? Siapakah yang menjadi tumpuan ataupun tempat mereka curhat ketika masa menstruasi, ketika jiwa dan mood serta emosi mereka meningkat tak karuan?
Ibu atau ayah. Namun karena anak perempuan segan kepada ayahnya, maka peran Ibu sangat sentral dalam masalah menstruasi anak.
Saya membaca penelitian dan riset yang dilakukan oleh University of Bologna, Italia yang menyarankan ibu memberikan pelukan kepada anak perempuan yang sedang mengalami menstruasi, karena masa menstruasi ini anak perempuan sering mengalami masalah dan depresi. Bisa saja hal kecil menjadi hal besar yang harus dipikirkan ketika mengalami masa menstruasi. Contoh kecil, PR atau Pekerjaan Rumah yang diberikan guru, bisa tidak dikerjakan karena mood atau dia mengalami gangguan akibat masa menstruasi ini.
Menurut hasil riset bahwa anak perempuan di bawah usia 12 tahun gelombang otaknya harus dominan gelombang Alpha. Mereka harus lebih banyak bermain, bergembira, dan belajar dengan cara yang menyenangkan serta sering mendapat pelukan dari orang tuanya.
Pilihlah sekolah yang tidak terlalu banyak memberikan PR (pekerjaan rumah). Dan jangan sekali kali anak-anak di bawah 12 tahun dikirim ke Asrama termasuk pesantren sekalipun. Bila Anda lakukan ini, Anda menghancurkan masa depan mereka.
Anak perempuan masih mudah depresi menghadapi lingkungannya, dan saat ini terjadi ia harus mendapat pelukan dari orang tuanya, karena ternyata pelukan lebih efektif ketimbang obat-obat antidepresi.
Ini terlihat pada anak-anak yang mengalami depresi dan diberikan obat antidepresan, ternyata mereka memiliki kecenderungan untuk kembali depresi. Hal berbeda terjadi pada anak yang didampingi orangtuanya untuk melalui periode depresi.
Bahkan hanya dengan pelukan hangat dari kedua orangtuanya, anak yang mengalami depresi bisa lebih percaya diri untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya.
Bagi orangtua yang masih muda, belajar dari pengalaman adalah guru terbaik. Mempunyai anak, khususnya anak perempuan beranjak remaja bukanlah hal mudah. Mereka mengalami perubahan hormonal, umumnya memengaruhi ayunan perangai dan perilaku mereka.
Anak perempuan punya kepelikan tersendiri: mulai menstruasi. Tak sedikit orangtua yang bingung menghadapinya, sehingga anak-anak dibiarkan tanpa penjelasan memadai tentang tubuhnya sendiri.
Untuk itu, peran Ibu sangat vital untuk menjelaskan perihal atau ihwal menstruasi dan masa puber dan semestinya menstruasi itu tak menjadi hal tabu untuk dijelaskan, agar anak lebih mengerti.
Setelah anak perempuan beranjak dewasa mengerti akan dirinya dan menstruasi yang dialaminya serta pengaruh dan akibatnya, maka mereka juga dapat menjaga diri dan setidaknya mengerti akan hal-hal yang mengakibatkan kerugian besar dalam dirinya demi masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H