Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesempatan Langka, Diskusi Heritage of Toba Sambil Mengunjungi Museum TB. Silalahi Center

7 November 2021   06:40 Diperbarui: 7 November 2021   06:45 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Peserta Pemenang Blog Kompasiana bersama Kemenparekraf di Museum TB Silalahi Center dengan latar Pemandangan Danau Toba. Dokpri

"Kemarahan Sisingamangaraja XII memuncak melihat agresi Belanda semakin merajalela, Sisingamangaraja mengambil langkah mengadakan pertemuan umum di Balige (menyatakan perang Pulas), dia menyerukan rakyat mengangkat senjata dan perang melawan serangan Belanda yang memfokuskan menguasai Danau Toba usai Aceh dan Padang".

Penggalan kalimat diatas adalah hasil karya akhir saya saat mengikuti Bimbingan Teknis Penulisan Sejarah diadakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, melalui Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, sekitar bulan Juli lalu.

Entah mengapa, ketika undangan mengikuti Bimtek Daring tersebut melintas di lini masa Media Sosial, saya langsung tancap gas mengikuti semua prosedur dan syarat agar lolos seleksi awal dan entah roh apa yang melintasi pikiran saya sehingga menuliskan nama pahlawan nasional dari Tanah Batak ini untuk menjadi subjek Penulisan Sejarah.

Berbekal cerita Pendekar Sarbut, salah satu panglima Sisingamangaraja XII yang pernah saya tulis sebelumnya, saya lolos seleksi peserta Bimbingan Teknis dan mendapatkan pelatihan selama satu bulan dengan materi hebat dari para pemateri yang berkompeten di bidangnya.

Pun hasil karya akhir saya mendapatkan kurasi atau penilaian dari Mentor Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum dengan beberapa catatan. Salah satu catatan perbaikan dari beliau adalah bahwa 'untuk mempertajam tulisan sejarahnya, harus menyertakan hasil penelitian dari sumber Primer dan Sekunder'.

Artinya, minimal saya harus kembali mendapatkan sumber primer, berupa bukti otentik yang menggambarkan langsung peristiwa atau kejadian memungkinkan peneliti mendapatkan gambaran atas sejarah yang ditelitinya, sebagai penyeimbang atas sumber sekundar berupa buku atau artikel yang saya dapatkan sebagai bahan penulisan sejarah Perjuangan Sisingamangaraja XII.

Terkadang saat bimbingan atau saat penulisan, terbawa suasana pertempuran atau membayangkan perjuangan Sisingamangaraja XII, bahkan terkadang saya merasakan seperti sedang berada di Museum TB yang katanya menyimpan lengkap ilustrasi atau cerita perjuangan Sisingamangaraja XII untuk menggali sumber primer dari penulisan sejarah saya. Maka saya selalu berkata dalam hati, "nanti liburan ini harus bisa ke Museum TB Silalahi Center dan ziarah ke makam Sisingamangaraja XII yang berdekatan dengan museum tersebut".

Museum TB Silalahi Center Tampak Depan. Dokpri
Museum TB Silalahi Center Tampak Depan. Dokpri

Sela-Sela Diskusi Heritage of Toba, Sempatkan Ke Museum Lengkapi Penelitian

Namun, terkadang apa yang di impikan bisa lebih cepat terwujud dari yang kita kira atau harapkan.

Bagaimana tidak? Dua bulan selang pengumpulan karya, saya mendapatkan kesempatan langka lewat hadiah dari ikutan lomba Blog Kompasiana bareng Kemenparekraf dengan tema "Heritage of Toba", dimana Kompasianer diajak membuat konten artikel tentang ide, gagasan serta promosi tentang pengembangan pariwisata yang berkualitas, berkelanjutan, ramah lingkungan serta mensejahterakan masyarakat yang ada di kawasan Danau Toba.

Walau belakangan ini saya sudah jarang mengikuti lomba, namun tema kali ini disamping menantang untuk diulas, juga karena inilah kesempatan untuk mengangkat seluruh potensi yang ada pada wajah Danau Toba, danau vulkanik terbesar menyimpan begitu banyak sejarah, tidak hanya indahnya pemandangan, budaya, namun juga semua usulan perubahan yang harus dilakukan agar Danau Toba benar-benar menjadi destinasi wisata dunia, plus Kaldera Geopark Toba yang berkelanjutan dalam genggaman UNESCO.

"Nothing to Lose", berbekal kalimat itulah saya beranikan upload tulisan saya di Kompasiana dan tidak ada menyangka, berada diantara 10 pemenang menjadi sebuah prestasi tersendiri, bisa mengalahkan diri sendiri untuk tetap rendah hati dan fokus mengikuti seluruh rangkaian acara, karena ada satu acara penting diselenggarakan di Museum TB. Silalahi Center.

Peralatan Pertanian Peradaban Batak di Museum TB. Silalahi Center. Dokpri
Peralatan Pertanian Peradaban Batak di Museum TB. Silalahi Center. Dokpri

"Hmm...akhirnya mimpi saya kesampaian berkunjung ke Museum TB Silalahi Center, pas sehari setelah Hari Museum Nasional, ada donk kesempatan berkunjung ke Museum melihat isi dari Museum yang didirikan Oppung Dr. Tiopan Benhard Silalahi ini", gumam saya dalam hati usai membaca itinerary kegiatan.

Inilah acara paling saya tunggu-tunggu, konferensi internasional dengan tema "Heritage of Toba: Natural & Cultural Diversity". Namanya juga konferensi internasional, artinya peserta dan pembicara atau pemateri yang hadir baik itu virtual maupun langsung di Aula TB Silalahi Center dengan pemandanga alam indah Danau Toba disamping kiri kita.

Sungguh beruntung bukan? Bisa sambil berbincang-bincang tentang Danau Toba sambil menikmati indahnya alam Danau Toba dipandang dari Museum TB Silalahi Center.

Di sela-sela istirahat makan siang saya mengambil kesempatan untuk masuk ke Museum TB Silalahi Center yang katanya tidak hanya berisi jejak langkah dan sejarah Oppung Letjen TNI (Purn) Dr. Tiopan Bernhard Silalahi, tapi lebih dari itu, berisi galeri sejarah Batak dan juga sejarah Perjuangan Raja Sisingamangaraja XII yang memang ingin saya kunjungi.

Naik ke lantai dua museum, kita langsung disuguhkan pernak-pernik dan benda-benda sejarah Suku Batak yang hidup di sekitaran Danau Toba.

Pemandangan Indah Alam Balige dipandang dari Museum TB Silalahi Center. Dokpri
Pemandangan Indah Alam Balige dipandang dari Museum TB Silalahi Center. Dokpri

Suku Batak terdiri dari enam puak (sub etnis), yaitu Batak Toba, Angkola, Mandailing, Karo, Pakpak dan Simalungun. Keenamnya memiliki kekhasannya masing -- masing, bahkan dari segi bahasa.

Dalam museum ini kita generasi muda, kembali kita diingatkan bahwa walau kita berbeda-beda tetapi satu jua dan segala perbedaan suku diikat oleh falsafat atau filosofi "Dalihan Na Tolu".

Berjalan ke arah depan, kita kembali disuguhkan dengan galeri perjuangan para pejuang-pejuang di kawasan Sumatera Utara pasca Kemerdekaan untuk mengusir agresi militer Belanda yang mencoba kembali merebut Indonesia dari Kemerdekaan.

Berjalan ke samping lewat pintu keluar, maka yang saya harapkan untuk saya lihat terwujud juga. Ya, apalagi kalau bukan galeri Perjuangan Sisingamangaraja XII.

Galeri ini menampilkan diorama dari perjuangan seorang Raja Batak yang telah disematkan sebagai Pahlawan Nasional, Raja Sisingamangaraja XII.

Ruang Museum Kemerdekaan, Berisi Diorama Perjuangan, Foto Pengasingan Soekarno di Parapat. Dokpri
Ruang Museum Kemerdekaan, Berisi Diorama Perjuangan, Foto Pengasingan Soekarno di Parapat. Dokpri

Dalam diorama itu saya dibawa suasana, sambil membaca, sambil mendokumentasikan dan sambil membayangkan bagaimana selama 30 tahun beliau berjuang, mengorbankan apa saja, termasuk keselamatan keluarganya untuk mengusir penjajah dari Tanah Batak.

Lengkap rasanya, sehingga saya bisa melihat dan membandingkan apa yang kurang dari tulisan sejarah saya tentang perjuangannya.

Semua panel-panel yang ditempelkan di dinding sangat jelas menggambarkan bagaimana Sisingamangaraja XII mulai dari mengumumkan Perang Pulas, mengirimkan surat agar Hindia-Belanda angkat kaki dari Tanah Batak, hingga bergerilya, sampai harus terdesak ke hutan Pea Raja, Dairi dan meninggal bersama dengan puteri tercintanya, Putri Lopian.

Gambar Epik nan Menginspirasi, Bagaimana Sisingamangaraja XII menghalau penjajah. Dokpri
Gambar Epik nan Menginspirasi, Bagaimana Sisingamangaraja XII menghalau penjajah. Dokpri

Walau belum puas karena waktu yang begitu mendesak, tidak mengurungkan niat saya untuk melangkah ke depan lagi melihat koleksi-koleksi buku perkembangan agama dan budaya.

Turun ke bawah, kita disuguhkan dengan arca dan patung peninggalan budaya Batak dan tidak ketinggalan, sebelum kembali ke Hotel Labersa tempat menginap, kami mengunjungi lantai satu dari Museum TB Silalahi yang menyimpan sejarah dan jejak langkah Oppung TB Silalahi, sejak dari kecil hingga bisa menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia.

Dalam ruangan luas tersebut berisi tentang perjalanan karir TB Silalahi, mulai dari anak pengembala kerbau menjadi seorang Jenderal hingga Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara.

Kendaraan Tugas TB. Silalahi Menghiasi Ruangan Museum TB Silalahi Center. dokpri
Kendaraan Tugas TB. Silalahi Menghiasi Ruangan Museum TB Silalahi Center. dokpri

Akhirnya, perjalanan mengitari Museum TB Silalahi Center yang terletak di Balige ini berakhir ketika ada panggilan masuk dari pak supir yang kebetulan bermarga Manullang, karena waktunya sudah pas untuk kembali ke Hotel Labersa.

Yah, akhirnya pengalaman dan pengetahuan bertambah, teringat dengan pepatah "Sekali Dayung, Dua, Tiga Pulau Terlampaui". Salam...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun