Bagaimana caranya agar Danau Toba terwujud menjadi Destinasi Super Prioritas (DSP) yang wajib dikunjungi, tidak hanya oleh wisatawan lokal, tapi mancanegara usai pandemi Covid-19?
Bagaimana strategi KEMENPAREKRAF/BAPAREKRAF sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat merangkul, bersama-sama dan bekerjasama dengan Pemerintah Daerah di 7 Kabupaten untuk mengembangkan Danau Toba menjadi destinasi tepat bagi wisatawan dunia?
Apa ciri khas Danau Toba yang merupakan bagian dari Wonderful Indonesia bernilai jual tinggi selain keindahan alamnya yang bisa dibanggakan kepada dunia internasional?
Semua pertanyaan di atas terjawab sudah ketika saya mendapatkan kesempatan mengikuti konferensi internasional dengan Tema "Heritage of Toba: Natural & Cultural Diversity" tanggal 13 Oktober 2021 lalu.
Acara super menarik, diskusi berskala internasional ini diisi oleh pembicara-pembicara hebat, ahli di bidangnya, di antaranya seperti Mohammed Djelid, Direktur UNESCO dan Hans Thulstrup, Senior Programme Specialist for Water and Environment Sciences UNESCO Jakarta serta banyak lagi narasumber hebat menjadi pembicara.
Kenapa saya katakan spesial? Pertama, karena diselenggarakan secara hybrid (online dan offline) dari Museum Nasional TB Silalahi Center, Balige.
Kedua, sambutan keren dan luar biasa oleh pejabat-pejabat teras negara, seperti Bapak Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (diwakili). Sofyan Tan, Anggota Komisi X DPR RI, Prof. Djohar Arifin Husin, Anggota Komisi X DPR RI, dan Edy Rahmayadi, Gubernur Sumatera Utara (diwakili).Â
Impian Sandiaga Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) terwujud dimana harapannya agar semua pihak dan stakeholder duduk bersama, berdiskusi mendukung upaya pengembangan pariwisata di kawasan Danau Toba.
Dalam sambutannya, semua sangat berharap bahwa Danau Toba yang merupakan bagian dari Wonderful Indonesia benar-benar menjadi destinasi wisata dunia, sehingga seluruh pemerintahan daerah bersinergi dengan KEMENPAREKRAF/BAPAREKRAF untuk bersama-sama membangun Danau Toba.Â
Dengan segala kekayaan nilai-nilai budaya, keindahan bentang alam, kuliner, dan keunikan-keunikan sejarah Danau Toba dapat memikat wisatawan lokal maupun mancanegara pasca pandemi Covid-19.
Harapannya, penggalian potensi wisata Danau Toba secara khusus di bidang budaya dan alamnya dapat berkelanjutan, apalagi UNESCO telah menetapkan Kaldera Geopark Toba sebagai anggota UNESCO Global Geoparks dalam Sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO, Selasa (7/7/2020) di Paris, Perancis.Â
Hal tersebut semakin memantapkan posisi Danau Toba sebagai ikon penting di dunia internasional dan membuktikan bahwa Kaldera Toba memiliki kaitan geologis dan warisan tradisi yang tinggi dengan masyarakat lokal, khususnya dalam hal budaya dan keanekaragaman hayati.
Dalam konteks inilah, negara anggota UNESCO mendukung Kaldera Toba dilestarikan dan dilindungi sebagai bagian dari UNESCO Global Geopark.
Untuk itu, dibutuhkan kerjasama antar seluruh stakeholder demi menjaga, mengembangkan, dan mempromosikan potensi luar biasa, alam dan budaya yang terkandung di dalamnya.
Harapan dari konferensi internasional yang diangkat berdasarkan potensi luar biasa Danau Toba, alam, dan budayanya harusnya bisa menjadi etalase peneliti maupun wisatawan dunia, lewat konferensi via virtual dan offline ini terwujud penyamaan visi dan dapat berkolaborasi antar semua pemangku kepentingan untuk membangun Danau Toba yang berkelanjutan.
Sehingga, Danau Vulkanik terbesar di dunia ini benar-benar menjadi Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DSP) dan UNESCO Global Geoparks benar-benar bisa memberikan kontribusi bagi dunia internasional, serta sektor pariwisata mampu memberikan pengaruh positif bagi ekonomi dan lingkungan di kawasan Danau Toba yang dihuni oleh masyarakat dari 7 Kabupaten.
"International Conference Heritage of Toba" juga mendiskusikan bagaimana agar aset keunikan kawasan Danau Toba dapat memberikan pengaruh positif bagi ekonomi, lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat. Ini juga merupakan kegiatan MICE Internasional yang menerapkan inovasi, adaptasi, dan kolaborasi.Â
Pengembangan pariwisata di kawasan Danau Toba juga menerapkan 3G; Gercep (Gerak Cepat), Geber (Gerak Bersama), dan Gaspol (Gali semua potensi untuk menciptakan lapangan kerja).
Juga potensi DSP Danau Toba dikerjakan dengan 3T; Tepat Sasaran, Tepat Waktu, dan Tepat Manfaat, begitulah sambutan dan harapan dari KEMENPAREKRAF, Sandiaga Uno.
Usai kata sambutan dari Sandiaga Uno plus dengan resmi secara virtual membuka diskusi "International Conference Heritage of Toba," maka sesi pertama dibuka dengan menampilkan empat pemateri dengan tema "Kaldera Toba: Menyambung Peradaban Zaman" dengan moderator Arita Nugraheni, Peneliti Litbang Kompas.
Pemateri pertama, Indyo Pratomo, Ahli Geologi Badan Geologi Bandung dengan materi "Keunikan Geologis Danau Toba sebagai Potensi dan Daya Tarik Wisata".
Beliau menceritakan kembali bagaimana awal proses Danau Toba dari tiga kali letusan. Kaldera Toba, sebuah erupsi yang besar sekali yang ukurannya sangat luar biasa sehingga disebut Supervolcano.
Beliau bercerita bagaimana dahsyatnya letusan Gunung Toba mengalahkan letusan gunung-gunung aktif lainnya di Nusantara ini, semacam letusan Gunung Tambora sekitar 200 tahun lalu, lalu ada Letusan Gunung Krakatau sekitar 800 tahun lalu, yang membentuk Kaldera Rinjani.Â
Terakhir, Letusan Gunung Toba yang tentunya kita tahu adalah Kaldera Sibandang setelah dua kali letusan sebelumnya, yaitu letusan Porsea pada 840.000 tahun lalu, sehingga dinamai dengan Old Toba Tuff.
Ledakan tersebut pastinya seperti namanya, menghasilkan kaldera atau kawah di sebelah timur kawasan Danau Toba bernama Porsea, yang kini jadi Kabupaten Toba Samosir.
Kedua, letusan Haranggaol, terjadi pada 500.000 tahun lalu dan dinamai dengan Middle Toba Tuff. Ledakan ini membentuk kaldera atau kawah di sebelah utara kawasan Danau Toba bernama Haranggaol seperti sekarang ini.
Pembicara sesi kedua diisi oleh Ibu Prof. Harini Muntasib, Ahli Ekowisata IPB memberikan materi Optimalisasi Sektor Wisata Danau Toba Melalui Pengembangan Wisata Berwawasan Lingkungan.Â
Beliau memberikan masukan agar kita mengangkat branding, kita harus bisa memasukkan tema "Mengenalkan Sejarah Gunung Api Raksasa Toba dan Perkembangan Kondisi Biotik Toba" kepada dunia, sehingga mereka tertarik untuk berkunjung ke Danau Toba dan melihat langsung serta mendapatkan rasa penasaran akan branding yang kita bangun tentang pariwisata Danau Toba.Â
Saya sepakat dengan ibu Harini bahwa kita harus mengangkat tema Danau Toba dengan lebih tajam lagi, sehingga kita bisa memberikan kesan apa nantinya yang akan dibawa pulang oleh para pengunjung, baik lokal maupun mancanegara sepulang dari Kawasan Pariwisata Danau Toba? Apakah Objek Geologi, Danau, Biologi, Sosial, atau Budaya?Â
Saran ibu Harini sangat bagus agar seluruh Bupati dari 7 Kabupaten yang mengitari Danau Toba bisa menelusuri, membangun, dan melestarikan jejak-jejak sejarah letusan Supervolcano sehingga benar-benar bisa menjadi museum alam yang dapat dinikmati dan diwariskan hingga anak cucu kita.
Antusias yang sangat tinggi ditunjukkan oleh para peserta yang banyak bertanya dan pertanyaan serta saran mereka sangat mantap, karena memang itulah kenyataan yang kita hadapi bersama apabila ingin Danau Toba ini maju dan menjadi etalase Wisata Kelas Dunia seperti yang kita impikan bersama.Â
Seperti yang diungkapkan oleh Pastor Herman Nainggolan, pemuka Agama Katolik yang bertanya bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah konservasi alam Danau Toba saat mengembangkannya menjadi destinasi wisata kelas dunia, karena ketika kita bicara tentang Geopark maka yang terpenting adalah konservasi Geosite dan Geo Area.Â
Di mana Geopark adalah pengelolaan suatu kawasan tertentu yang memiliki unsur-unsur Geologi terkemuka, termasuk nilai Arkeologi, Ekologi, dan Budaya yang ada di dalamnya, termasuk masyarakat setempat didorong berperan serta untuk melindungi warisan alam dan meningkatkan fungsi ekonominya.Â
Pastor Herman Nainggolan berharap agar 16 Geosite Utama yang ada di 7 Kabupaten sekitar Danau Toba tetap terjaga dan dilestarikan alias dikonservasi dengan baik. Plus 2 Pusat Informasi Geopark Danau Toba benar-benar dapat memberikan manfaat bagi wisatawan yang berkunjung.
Begitu juga dengan kesiapan masing-masing Geo Area, yaitu Geo Area Porsea, Geo Area Haranggaol, Sibandang dan Geo Area Samosir harus benar-benar terus dikonservasi dan dikembangkan serta dilestarikan sehingga tetap memenuhi rekomendasi UNESCO.
Tentunya harapan Pastor Herman adalah harapan kita semua agar pendidikan bagi masyarakat setempat juga benar-benar dipacu dan dipicu agar bisa melestarikan Danau Toba dan menjaga keramah-tamahan terhadap semua tamu yang berkunjung.
Pastor juga sangat berharap agar sektor Pariwisata berkaitan erat dengan kelestarian budaya lokal, bukan pariwisata yang melenceng ke arah hiburan yang sensualitas, tetapi pariwisata yang menitikberatkan pada perkenalan nilai-nilai budaya Batak yang tinggi.Â
Memperkenalkan konsep budaya Habatahon Na Uli alias "Nilai-nilai Budaya Batak yang Tinggi," lebih mengutamakan soft tourism, nilai-nilai budaya yang beradab, bukan mengutamakan ekonomi, tapi harus dibarengi dengan nilai-nilai budaya.
Seirama juga dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Bengkel Ginting, Dosen Fisip USU mengusulkan agar konsep materi dari Pak Indyo Pratomo dan Ibu Harini dapat diterima dan dikembangkan oleh semua Bupati, plus meminta agar Pemerintah Pusat juga memperhatikan sekitaran Danau Toba.
Melihat akses jalan ke kawasan Tongging sebagai salah satu Geosite Tongging ke Sipiso Piso bisa semakin bagus sehingga jejak letusan Gunung Toba yang sampai ke Tongging bisa dilihat dari Tahura dengan baik.
Sungguh konferensi internasional ini sangat menarik untuk didiskusikan dan menjadi masukan bagi Pemerintah Pusat maupun bagi 7 Kabupaten di sekitaran Danau Toba agar lebih mempererat kerjasama dan menyatukan Visi dan Misi bersama untuk membangun destinasi wisata Danau Toba ini menjadi destinasi wisata Dunia.
Semoga segala masukan-masukan dari diskusi internasional ini dapat direalisasikan sehingga Danau Toba bisa menjadi destinasi wisata kelas dunia yang terjaga kelestariannya dan nilai budaya terangkat dan diperbincangkan oleh dunia internasional..Â
Horas, Mejuah-Juah, Njuah-Juah...
Sumber Artikel:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H