Dua suasana berbeda ditampilkan dalam film ini. Mbah Sri yang menyusuri daerah lain, sungai dan alam yang indah, sudah menemukan Alas Pucung, tetapi faktanya Alas Pucung sudah tenggelam.
Sementara cucunya Mbah Sri masih menyusuri daerah yang tandus, gersang dengan berjalan kaki menuju Alas Pucung.
Mbah Sri hanya bisa ikhlas dan menaburkan bunga-bunga di tempat berbentuk danau yang diyakini sebagai Alas Pucung yang sudah tenggelam.
Dan ternyata benar, setelah ditelusuri oleh cucunya Mbah Sri, kita baru mengerti bahwa makam Pak Prawiro ada diantara danau di Alas Pucung yang sudah tenggelam. Dimana menurut keterangan warga yang berziarah di tempat yang lebih tepat dikatakan danau tersebut, sebelum tenggelam, ada makam Pejuang Kemerdekaan tahun 1945 bertuliskan "Pak Prawiro, Pejuang'45".
Satu misteri dimana sebenarnya keberadaan makam Pak Prawiro terpecahkan, namun sekarang yang jadi masalah, bagaimana cucu Mbah Sri dapat menemukan Mbah Sri? Ada dimanakah Mbah Sri?
Akhirnya cucu berhasil menemukan Mbah Sri yang ternyata tidak berapa jauh dari kawasan danau Alas Pucung. Dan berkumpul kembali serta pulang ke rumah mereka di kawasan kaki Gunung Kidul.
Kerinduan akan sang suami, membuat Mbah Sri kembali 'kabur' dari rumah untuk ziarah ke Alas Pucung yang sudah menjadi danau tersebut. Dilema baru buat cucu Mbah Sri yang menghadapi persoalan baru rencana pernikahan mereka yang semakin rumit.
Sementara persoalan baru juga muncul karena Mbah Sri tidak yakin jikalau di Alas Pucung itu adalah makam suaminya. Karena mata batinnya berkata bahwa pasangannya bukan disitu. Benar saja, berkat petunjuk kekuatan gaib dari kesaktian sepasang keris yang mereka pegang, Mbah Sri diarahkan untuk mencari makam suaminya di arah Barat Laut.
Pencarian panjang, orang waduk berkata bahwa Mbah Sri harus menemukan Ki Husodo, tetapi sudah meninggal tahun 1965 dan beruntung bertemu dengan anaknya Ki Husodo. Titik terang muncul karena anaknya Ki Husodo tau keberadaan makam Pak Prawiro.
Ada di Muktiloyo dan Mbah Sri bersikukuh untuk ziarah saat itu juga, padahal sudah Magrib. Disinilah keunikan film ini, kita dibuat bingung karena anaknya Ki Husodo mencoba mengalihkan fakta bahwa yang dia dengar itu makamnya Parwira, dan mencoba membohongi Mbah Sri.