Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pentingnya Modernisasi Pertanian di Era Revolusi Industri 4.0 untuk Ketahanan Pangan Nasional

13 Mei 2019   12:21 Diperbarui: 13 Mei 2019   12:23 2917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Startup Sight Diagonostics, mampu mendeteksi penyakit malaria secepat mungkin. sumber gambar: www.intisari.grid.id

Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan berbagai produk dari usaha pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan ,dan kehutanan berkat sumber kekayaan sumber daya alam yang dipengaruhi oleh faktor keadaan keadaan alam yang beriklim tropis dan letak geografis di antara dua benua, Asia dan Australia serta dua samudra, Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Sektor pertanian merupakan sektor paling vital bagi perkembangan perekonomian bangsa Indonesia. Tidak dapat dipungkiri sektor pertanian pernah mengalami kejayaan, dimana Indonesia bisa mencapai swasembada beras di tahun 1984 dengan program BIMAS -- bimbingan massal -- dimana petani di bimbing dengan baik untuk meningkatkan produksi pertanian dan kesejahteraan hidup petani.

Di era sebelum krisis moneter menimpa Indonesia di tahun 1998, kita sukses dengan program Repelita untuk menghasilkan produksi pangan, terutama beras. Program-program per lima tahun itu mampu menggenjot produks pertanian sehingga kita menjadi negara pengekspor beras maupun produk pertanian lainnya. Namun krisis moneter membuat program-program untuk petani Indonesia tidak jalan, karena pemerintah kesulitan membiayai pembangunan.

Namun, setelah krisis moneter, pemerintah mulai bangkit kembali untuk memenuhi kebutuhan pangan. Walau kenyataan luas lahan pertanian kita perlahan-lahan beralih fungsi menjadi bangunan perumahan, pemukiman, bahkan menjadi pabrik maupun industri telah mengancam ketahanan pangan bangsa kita.

Tidak dapat dipungkiri, sektor pertanian yang menjadi sumber vital terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, plus pencipta lapangan kerja terbanyak di Indonesia, karena menurut Kepala BPS -- Badan Pusat Statistik -- Suhariyanto, menyatakan struktur lapangan kerja utama per Februari 2019 di negara kita berasal dari sektor pertanian (29,46 persen), perdagangan (18,92 persen), dan industri pengolahan (14,09 persen). Tetapi kenyataannya walau kita memiliki potensi lahan yang belum dioptimalkan, juga sumber daya manusia yang banyak untuk menekuni bidang pertanian, sangat dibutuhkan inovasi pertanian untuk menghadapi revolusi industri 4.0, juga ancaman ketahanan pangan.

Modernisasi Pertanian di Era Revolusi Industri 4.0

Data dari kajian akademis yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Kementerian Pertanian pada tahun 2006 memperlihatkan bahwa total luas daratan Indonesia adalah sebesar 192 juta ha, terbagi atas 123 juta ha (64,6 persen) merupakan kawasan budidaya dan 67 juta ha sisanya (35,4 persen) merupakan kawasan lindung.

Dari total luas kawasan budidaya, yang berpotensi untuk areal pertanian seluas 101 juta ha, meliputi lahan basah seluas 25,6 juta ha, lahan kering tanaman semusim 25,3 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha.

Sampai saat ini, dari areal yang berpotensi untuk pertanian tersebut, yang sudah dibudidayakan menjadi areal pertanian sebesar 47 juta ha, sehingga masih tersisa 54 juta ha yang berpotensi untuk perluasan areal pertanian.

Jumlah luasan dan sebaran hutan, sungai, rawa dan danau serta curah hujan yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun sesungguhnya merupakan potensi alamiah untuk memenuhi kebutuhan air pertanian dan menjadikan panen akan produk-produk pertanian andalan tanah air, seperti beras, gula, jagung, cabai, minyak, dan bawang putih -- merah melimpah sehingga menjaga stok aman hingga Idul Fitri tahun 2019.

Namun apa faktanya? Walau negara kita tanahnya subur, lahan luas, ternyata kita masih harus menghadapi kenyataan, seperti menjelang Idul Fitri seperti ini harga bahan-bahan pokok naik melejit. Sudah naik, bahan pokok yang dimaksud pun jarang ditemukan, alias langka.

Lalu muncul impor barang yang selalu menjadi isu santapan paling laris manis yang didengung-dengungkan di musim politik. Seperti baru-baru ini, isu impor selalu jadi masalah yang sangat hangat di 'jual' ke publik.

Di mana para calon presiden selalu menyalahkan pemerintah yang impor dan berjanji jika jadi presiden akan stop impor dan menyejahterakan petani, membuka lapangan kerja, memajukan pertanian, dan sebagainya.

Padahal, impor itu sangat penting untuk menjaga cadangan persediaan beras dan bahan pangan utama lainnya aman terkendali. Gudang Bulog memastikan bahwa selama Lebaran ini stok beras aman, karena di gudang masih ada 2,1 juta ton beras. Sementara panen beras masih berlangsung, sehingga Bulog masih menyerap beras.

Sementara daging kerbau impor dari India sebanyak 7.000 ton akan tiba. Menteri Pertanian, Amran Sulaiman menambahkan, bawang putih impor sebanyak 100.000 ton juga sudah tiba.

Lantas mengapa semua program pertanian kita masih 'melempem' dan terkesan terabaikan? Padahal Kementerian Pertanian sudah mengklaim sejumlah keberhasilan yang bisa dibanggakan, namun perlu ujian dari data-data keberhasilan sehingga sektor pertanian benar-benar bisa memenuhi kebutuhan makanan pokok tanah air.

Sudah saatnya melakukan modernisasi pertanian mengatasi permasalahan pangan yang sudah diambang pintu, dimana ketika kota tidak memiliki ketersediaan lahan untuk pertanian, desa berkembang dan lahan pertanian terabaikan.

Revolusi Industri 4.0 tidak bisa kita abaikan, sehingga muncul modernisasi pertanian dan regenerasi petani. Dengan memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan aplikasi dan kebijakan pertanian untuk memudahkan dan membantu petani dalam proses menanam, memupuk, serta menyalurkan hasil panen dengan cepat dan tepat menggunakan perangkat teknologi.

Tidak hanya itu, dengan modernisasi pertanian, seluruh keluarga di Indonesia juga diharapkan bisa menghasilkan kebutuhan pokok sendiri dengan memanfaatkan tempat atau lahan yang ada di sekitar rumah kita.

Karena masalah ketahanan pangan, bukan hanya urusan Pemerintah lewat Kementerian Pertanian, tetapi sudah menjadi tugas dan tanggung jawab setiap warga negara, sehingga seharusnya kita bisa belajar bagaimana menjadi petani organik, ada juga hidroponik, dan juga pertanian holtikultura.

Sudah saatnya kita bisa belajar dan menerapkan seperti yang dilakukan oleh Etiopia -- salah satu negara di Afrika Timur dengan tingkat kemiskinan tertinggi di dunia -- dalam satu dekade terakhir menempati peringkat ke -12 sebagai Negara Adidaya Pertanian dan Ketahanan Pangan -- menurut Food Sustainability (FSI).

Apa yang dilakukan oleh Etiopia? Menurut sumber dilansir dari nocamels.com, Fair Planet memberikan benih berkualitas tinggi yang dapat bertahan lebih baik dari kondisi iklim yang keras dan tahan terhadap hama kepada petani. Benih tersebut disinyalir mampu meningkatkan hasil panen hingga lima kali lipat.

Lalu ada teknologi Water Gen, mesin yang mampu mengekstrak molekul air dari udara tipis, sehingga bisa menghasilkan air untuk menyirami pertanian, juga sekaligus air bersih untuk di konsumsi. Generator Water Gen bekerja dengan cara menghisap air dari kelembaban udara dan memisahkannya dari debu dan kotoran melalui filter udara yang unik.

Unit Pemurnian Air WaterGreen Mampu Menghasilkan Air dari Udara Tipis dengan Mengekstrak Molekul Air. Sumber gambar: www.intisari.grid.id
Unit Pemurnian Air WaterGreen Mampu Menghasilkan Air dari Udara Tipis dengan Mengekstrak Molekul Air. Sumber gambar: www.intisari.grid.id

Tempat penyimpanan GrainPro Cocoons, yang memungkinkan hasil panen terjaga dari air dan udara luar serta melindungi biji-bijian dari kelembaban bakteri.

Lalu ada teknologi LivinGreen, perangkat hidroponik murah, mandiri, dan ramah lingkungan yang memungkinkan petani menanam sayuran tanpa membutuhkan tanah yang subur.

Perangkat Hidroponik, Mampu menghasilkan sayur-mayur untuk konsumsi rumah tangga tanpa menggunakan lahan dan tanah yang subur. Alat murah, mandiri dan ramah lingkungan. sumber gambar: www.intisari.grid.id
Perangkat Hidroponik, Mampu menghasilkan sayur-mayur untuk konsumsi rumah tangga tanpa menggunakan lahan dan tanah yang subur. Alat murah, mandiri dan ramah lingkungan. sumber gambar: www.intisari.grid.id

Terakhir teknologi Sight Diagnostics Startup ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan. Menggunakan algoritma visi komputer, teknologi ini dalam tiga menit dapat mendeteksi jika darah pasien mengandung parasit malaria. Sumber disini

Startup Sight Diagonostics, mampu mendeteksi penyakit malaria secepat mungkin. sumber gambar: www.intisari.grid.id
Startup Sight Diagonostics, mampu mendeteksi penyakit malaria secepat mungkin. sumber gambar: www.intisari.grid.id

Harapan Pada Teknologi Pertanian Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Indonesia tentunya tidak mau kalah bersaing dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0 dengan terobosan seperti: pengadaan alat mesin pertanian, rehabilitasi jaringan irigasi, peningkatan indeks pertanaman, pengembangan rawa lebak, program GEMPITA -- Gerakan Pemuda Tani Indonesia -- dan integrasi jagung, sawit, sapi indukan wajib bunting -- SIWAB -- hingga benih unggul, pengendalian impor, dan toko tani Indonesia merupakan program kerja yang nyata dengan peningkatan produksi pangan strategis.

Juga pemanfaatan aplikasi-aplikasi pertanian, startup telah mampu memompa semangat petani Indonesia untuk terus berinovasi dalam menghasilkan panen yang melimpah.

Namun itu semua masih kurang dan kita masih harus bekerja keras untuk memenuhi ketahanan pangan nasional, sehingga mampu meningkatkan produksi untuk memperbaiki peringkat dari urutan 21 dari indeks ketersediaan pangan dunia menjadi sepuluh besar dalam lima tahun ke depan. Itulah janji Menteri Pertanian, Amran Sulaiman.

Apakah kita bisa? Tentu, jika kita semua berperan dalam memanfaatkan lahan untuk menghasilkan tanaman-tanaman pokok demi mencukupi kebutuhan rumah tangga dengan memanfaatkan teknologi pertanian yang beragam dan canggih.

Sumber Artikel :

https://intisari.grid.id/read/03937658/gara-gara-teknologi-canggih-israel-etiopia-yang-sangat-miskin-akhirnya-jadi-surga-pertanian-nan-makmur?page=3

http://www.pertanian.go.id/home/?show=page&act=view&id=4

https://mediaindonesia.com/read/detail/111333-di-dunia-peringkat-pangan-ri-meningkat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun