Namun apa faktanya? Walau negara kita tanahnya subur, lahan luas, ternyata kita masih harus menghadapi kenyataan, seperti menjelang Idul Fitri seperti ini harga bahan-bahan pokok naik melejit. Sudah naik, bahan pokok yang dimaksud pun jarang ditemukan, alias langka.
Lalu muncul impor barang yang selalu menjadi isu santapan paling laris manis yang didengung-dengungkan di musim politik. Seperti baru-baru ini, isu impor selalu jadi masalah yang sangat hangat di 'jual' ke publik.
Di mana para calon presiden selalu menyalahkan pemerintah yang impor dan berjanji jika jadi presiden akan stop impor dan menyejahterakan petani, membuka lapangan kerja, memajukan pertanian, dan sebagainya.
Padahal, impor itu sangat penting untuk menjaga cadangan persediaan beras dan bahan pangan utama lainnya aman terkendali. Gudang Bulog memastikan bahwa selama Lebaran ini stok beras aman, karena di gudang masih ada 2,1 juta ton beras. Sementara panen beras masih berlangsung, sehingga Bulog masih menyerap beras.
Sementara daging kerbau impor dari India sebanyak 7.000 ton akan tiba. Menteri Pertanian, Amran Sulaiman menambahkan, bawang putih impor sebanyak 100.000 ton juga sudah tiba.
Lantas mengapa semua program pertanian kita masih 'melempem' dan terkesan terabaikan? Padahal Kementerian Pertanian sudah mengklaim sejumlah keberhasilan yang bisa dibanggakan, namun perlu ujian dari data-data keberhasilan sehingga sektor pertanian benar-benar bisa memenuhi kebutuhan makanan pokok tanah air.
Sudah saatnya melakukan modernisasi pertanian mengatasi permasalahan pangan yang sudah diambang pintu, dimana ketika kota tidak memiliki ketersediaan lahan untuk pertanian, desa berkembang dan lahan pertanian terabaikan.
Revolusi Industri 4.0 tidak bisa kita abaikan, sehingga muncul modernisasi pertanian dan regenerasi petani. Dengan memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan aplikasi dan kebijakan pertanian untuk memudahkan dan membantu petani dalam proses menanam, memupuk, serta menyalurkan hasil panen dengan cepat dan tepat menggunakan perangkat teknologi.
Tidak hanya itu, dengan modernisasi pertanian, seluruh keluarga di Indonesia juga diharapkan bisa menghasilkan kebutuhan pokok sendiri dengan memanfaatkan tempat atau lahan yang ada di sekitar rumah kita.
Karena masalah ketahanan pangan, bukan hanya urusan Pemerintah lewat Kementerian Pertanian, tetapi sudah menjadi tugas dan tanggung jawab setiap warga negara, sehingga seharusnya kita bisa belajar bagaimana menjadi petani organik, ada juga hidroponik, dan juga pertanian holtikultura.
Sudah saatnya kita bisa belajar dan menerapkan seperti yang dilakukan oleh Etiopia -- salah satu negara di Afrika Timur dengan tingkat kemiskinan tertinggi di dunia -- dalam satu dekade terakhir menempati peringkat ke -12 sebagai Negara Adidaya Pertanian dan Ketahanan Pangan -- menurut Food Sustainability (FSI).