Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Keluarga Tanpa Rokok, Awal Mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok Layak Anak

22 April 2019   15:05 Diperbarui: 22 April 2019   15:14 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Putusin Saja, Keluarga Tanpa Rokok, Awal Kawasan Tanpa Rokok. sumber: hargo.co.id

Rokok dan merokok merupakan bagian yang tidak terpisahkan mungkin bagi sebahagian masyarakat tanah air. Merokok sudah menjadi aktifitas yang mendarah daging dan tidak bisa ditawar lagi dengan aktifitas menarik lainnya. Ibarat candu, rokok sudah bagian yang tidak terpisahkan, jika tidak merokok maka dunia ini seakan-akan kiamat. Bahkan bagi sebahagian orang, otak tidak akan bisa berpikir jikalau tidak didahului dengan menghisap sebatang rokok.

Aroma dari hisapan sebatang rokok bagi sebahagian orang mampu membuka cakrawala berpikirnya, pun bagi yang punya aktifitas bekerja dengan otot, rokok diyakini mampu menambah tenaga mereka. Bahkan bagi sebahagian orang, lebih baik tidak makan daripada tidak merokok! Mengapa demikian? Entahlah, tetapi yang pasti keyakinan turun temurun serta kebiasaan di dalam keluarga yang diturunkan dari orang tua ke anak menjadi penyebab jumlah perokok bertambah, bukannya berkurang.

Faktanya memang demikian, semakin hari semakin banyak jumlah perokok pemula di Indonesia, khususnya di kota Medan, kota nomor tiga terbesar di Indonesia. Hal ini tidak dipungkiri dan kita tidak boleh menutup mata akan hal ini. Data menunjukkan hampir 88,6 persen perokok mulai menghisap rokok di bawah usia 13 tahun. Yang paling miris tentunya sepertinya negara kita malah membiarkan embrio-embrio perokok muda berkembang menjadi perokok dewasa yang akan semakin membuat industri rokok punya untung besar.

Embrio-embrio calon perokok ini berasal dari anak-anak remaja yang mencoba mencari jati dirinya dengan menggunakan rokok. Kenapa bisa anak-anak remaja yang duduk di bangku sekolah SMP dan SMA ini menjadi perokok pemula?

Banyak alasan, misalnya dari hal-hal yang sepele.  Anak beralasan merokok karena melihat orangtuanya merokok dan rokok itu diletakkan disembarang tempat, sehingga anak mengambil satu batang, ketagihan sehingga menjadi kebiasaan. Nah, kebiasaan ini dia tularkan ke teman-temannya di sekolah atau di luar rumah. Dimana ketika ada waktu bertemu, mereka ngobrol sambil merokok.

Tidak dapat dipungkiri, sekolah sudah menjadi tempat perokok anak-anak membiasakan diri mereka dengan rokok, kenapa? Karena di sekolah aturan untuk mengontrol anak-anak pemula ini merokok kurang dijalankan dengan baik.

Pernah ada kasus di sekolah di Medan, karena ketahuan merokok, si anak di keluarkan dari sekolah, tetapi tak beberapa lama kemudian si anak masuk di sekolah itu kembali. Cerita punya cerita, ternyata si anak masuk kembali ke sekolah, karena punya beking atau punya keluarga pejabat.

Nah, hal-hal seperti ini yang membuat pendidikan karakter itu menjadi tidak jalan dan menegakkan aturan dilarang merokok di sekolah menjadi terganjal ,sehingga harapan kita untuk menciptakan Kawasan Tanpa Rokok sangat sulit.

Bagaimana tidak? Sekolah saja sebagai tempat berkumpulnya anak-anak yang siap untuk di didik menjadi Manusia Indonesia yang Seutuhnya berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 akan terganjal, karena kita tidak bisa menurunkan prevalensi perokok muda di Indonesia.

Fakta membuktikan bahwa data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan prevalensi perokok dari 27% tahun 1995 menjadi 36,3% tahun 2013. Yang lebih parah lagi usia merokok meningkat pada generasi muda. Mulai usia 10-15 tahun menurut data terbaru dari The Tobacco Atlas 2015 menunjukkan sebanyak 66% pria di Indonesia telah merokok, artinya dua dari tiga laki-laki usia 15 tahun ke atas adalah perokok.

Sementara, pendapatan Negara dari industri cukai rokok membuat kita planga-plongo karena menjadi pendapatan terbesar Negara Indonesia dengan angka fantastis 150 triliun rupiah tahun 2015, jauh mengungguli pendapatan Negara sector lain, misalnya dari PT. Freeport yang kekayaan alamnya habis dikeruk oleh Amerika yang ternyata hanya menyumbang 52 triliun rupiah. Ibarat buah simalakama, keberadaan industri cukai rokok menjadi dilema, disatu sisi semenjak zaman colonial Belanda adalah pemasukan terbesar bagi kemakmuran rakyat, disi lain rokok dengan segala kenikmatannya ternyata sumber penyakit mematikan di Indonesia. Ironis bukan?

Kampung Tanpa Rokok, Bisakah?
Pagi ini setelah selesai melaksanakan UNBK, saya kembali menyimak baik-baik siaran ulang bincang-bincang Ruang Publik Radio KBR lewat Facebook dengan tema "Kawasan Tanpa Rokok Mewujudkan Kota Layak Anak" yang dipandu oleh Dr. Adi. Menurut data dari Kementerian Kesehatan 2018, baru 43% kota atau kabupaten di Indonesia yang telah memiliki peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), dan baru 10 dari 516 kabupaten atau kota yang telah memiliki larangan iklan, promosi, dan sponsor rokok.

Sementara data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dari 389 kabupaten kota yang berkomitmen menjadi kota layak anak, baru 103 kota yang memiliki peraturan terkait KTR dan baru 10 kota atau kabupaten yang telah memiliki larangan terkait iklan, promosi, dan sponsor rokok.

Padahal untuk menjadi Kota Layak Anak, syaratnya harus ada larangan atau perda KTR yang mensyaratkan kota atau kabupaten tersebut tidak boleh ada iklan, promosi, dan sponsor rokok. Nah, inilah yang menjadi tantangan besar bagi seluruh kota-kota di Indonesia. Ibarat buah simalakama, rokok menjadi penyumbang devisa bagi kota di Indonesia. Industri rokok tidak dapat dipungkiri juga membuka lapangan kerja yang sangat banyak. Juga memberikan beasiswa bagi anak- anak karyawan, jaminan kesehatan karyawan, tunjangan dan sebagainya.

Nah, daripada mengharapkan pemerintah bertindak tegas menutup industri rokok, maka lebih baik kita merubah pola pikir teman dan masyarakat disekitar kita dengan memutuskan untuk membuat keluarga, hingga masyarakat kita agar tidak menggunakan rokok, alias kaluarga dan masyarakat sekitar bebas dari asap rokok. Seperti yang dilakukan oleh narasumber talkshow dalam acara Ruang Publik KBR dengan tema "Kawasan Tanpa Rokok Mewujudkan Kota Layak Anak", oleh ibu Sumiati, seorang narasumber yang sukses membentuk kampung rokok di Jakarta Timur.

Menurut beliau, kampung rokok dibuat untuk menjaga kesehatan anak dan ibu. Berdasarkan pengalaman pahit terkena penyakit paru karena ayah dan anak bebas merokok di rumah. Kampung warna-warni tanpa rokok akhirnya terealisasi di tahun 2017 berkat kerjasama bersama dengan LSM Forum Warga Jakarta, sejak tahun 2012 dengan gencar-gencarnya melakukan sosialisasi akibat merokok, akhirnya perjuangan panjang untuk membebaskan Kampung Penas dari jeratan rokok bisa terwujud.

Menurut ibu Sumiati, pegiat kampung tanpa rokok, Kampung Penas, Jakarta Timur, bahwa yang namanya kampung tanpa rokok, artinya seluruh masyarakat yang tinggal disitu nga ada merokok, nga boleh ada iklan maupun spanduk-spanduk rokok. Jika ada orang yang bertamu tidak boleh merokok, apabila ada tamu yang merokok akan dikenakan denda, baik itu si tamu maupun si empunya rumah seharga dua bungkus rokok.

Gagasan untuk membuat kawasan kampung bebas dari rokok didasari karena ibu Sumiati terpapar asap rokok dari suami dan anaknya yang merokok di dalam rumah. Ibu Sumiati harus mengalami sakit paru-paru, sehingga beliau bertekad menggagas kawasan tanpa rokok di kampung halamannya. Aturan di seluruh kampung, akhirnya Kampung Penas bisa berkomitmen penuh untuk mewujudkan "Kampung Tanpa Rokok" dengan deklarasi dan komitmen penuh dari seluruh warga Kampung Penas, jadilah ini menjadi kampung percontohan bagi DKI.

Satu hal lagi yang membuat kampung warna-warni Kampung Tanpa Rokok bisa terwujud karena kedai atau warung-warung juga tidak mau menjual rokok dan seluruh warganya mau menaati untuk tidak merokok di zona larangan merokok. Ini menjadi sebuah contoh bagi kota Medan untuk meniru membuat kampung tanpa rokok.

Ir. Yosi Diani Tresna, MPM (Kasubdit Perlindungan Anak, Dit. Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga) berpendapat lebih lanjut bahwa "Pemerintah memberikan penghargaan kepada kepala daerah yang menerapkan kawasan tanpa rokok. Ini adalah tantangan besar karena pembangunan ini akan terlaksana jika masyarakat dan dunia usaha, serta partisipasi anak, serta peran media untuk menyebarluaskan apa yang dicapai oleh Pemerintah. Kami memberikan selamat kepada Kampung Penas ini".

Lebih lanjut ibu Yosi berpendapat, inisiatif masyarakat yang dikawal peraturan daerah yang bersifat pemaksaan dan sanksi, merupakan suatu kombinasi yang bagus bagi warga yang belum memiliki kesadaran akan bahaya merokok. Tetapi yang dibutuhkan adalah inisiatif dari warga sehingga mewujudkan kampung tanpa rokok bisa berlangsung lebih lama.  Seperti di Mojokerto, adanya peringatan tertulis, pemaksaan, dan memberikan denda bagi pelanggar di kawasan tanpa rokok.

Nah sekarang kita putuskan apakah harga rokok akan dinaikkan sehingga warga susah untuk membeli rokok atau kita berikan sanksi yang berat? Ini adalah sebuah keputusan pemerintah pusat maupun daerah yang kita tunggu-tunggu sehingga warga masyarakat di negara kita mengalami penurunan dalam hal pengguna rokok.

Karena ternyata di negara ASEAN sendiri, negara kita termasuk yang paling tinggi dalam hal jumlah perokok. Sehingga bagaimana agar masyarakat, terutama generasi muda kita tidak terjebak dan menjadi perokok aktif? Caranya tentunya di mulai dari keluarga, hingga ada inisiatif dari kita untuk membentuk komunitas serta kampung tanpa rokok. Saya yakin itu akan bisa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun