Pertanyaannya, "Kenapa Medan dipilih sebagai tempat kedua untuk diputar?" Menurut Kabid Kesenian Tradisional Dinas Kebudayaan Kota Medan, Yuliar "Sejarah mungkin banyak ditinggalkan, orang-orang berlomba menciptakan inovasi modern. Padahal semua itu tidak mungkin terwujud jika tanpa proses dari sejarah."
Lebih lanjut, Immanuel Ginting berharap, "Kedepan kami ingin edukasi masyarakat Sumut, jangan hanya buat film indie, tapi bisa ikut profesi perfilman. Sekarang ada hal baru, Restorasi. Kenapa kita ngak belajar? Kalau kita sudah punya ahlinya, akan baik kalau Medan nantinya menjadi pusat restorasi perfilman,".
Harapannya, semoga film Pagar Kawat Berduri ini bisa tayang di bioskop-bioskop tanah air seperti harapan pembuat filmnya, Asrul Sani di tahun 60-an. Dimana beliau sangat berharap film ini bisa mengedukasi dan menggebrak rasa nasionalisme, serta rasa kemanusiaan, respek pada sesama seperti dalam cerita film.
Berharap, semakin banyak penonton, seharusnya Kemendikbud dalam hal ini Pusbangfilm sukses mempromosikan film hasil Restorasi berjudul Pagar Kawat Berduri. Sehingga nilai-nilai karakter dan sejarah, dapat sampai kepada penontonnya. Semoga!
Sumber tulisan:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H