Saya teringat dengan sekolahku yang sangat jauh dari perhatian akan K3 ini, masih tahun 2017 ada peristiwa ketika proyek komite sekolah tiba-tiba melakukan gebrakan dengan membuat AC di kelas-kelas yang notabene sekolah kami itu berbasis lingkungan hidup dan sudah mencapai level Adiwiyata Tingkat Nasional tahun 2014, namun dipasok AC dengan alasan agar ruangan kelas dingin, adem, sehingga siswanya katanya bisa lebih semangat belajar! Akh masa ia? Hasil riset darimana tuh?
Padahal sekolah itu tidak pernah mengeluh kepanasan karena pohon-pohon pemasok udara segar dan penghalau panas tumbuh dengan subur dan rindang, sehingga kalaupun harus lebih adem, cukup dengan menambahkan kipas angin sebanyak dua atau tiga di setiap kelas. Namun, itulah terjadi, karena banyaknya mungkin uang (ya ialah, dana BOS dan dana Komite yang dikutip saat itu mau dikemanakan semua?), sehingga pembuat keputusan bingung, maka dibuatkan program AC disetiap kelas, tanpa memikirkan apakah daya PLN cukup atau tidak jika AC dipasang 2pk untuk 38 kelas?
Nyata, tak beberapa lama setelah pemasangan AC, ketika lebih besar penggunaan daripada daya yang disediakan, ketika itulah terjadi korsleting dan syukur tidak sampai mengakibatkan kebakaran hebat. Itulah awalnya terjadi silang pendapat, karena ada istilah penambahan daya atau beli trafo? Yang sekarang masih dalam perdebatan apakah trafo dijual PLN atau oleh pihak swasta? Pernah terjadi korsletingdan alat yang digunakan untuk mematikan api apa? Air, nga keren gitu loh, masa pake api atau karung? Masa sekolah nga punya APAR (Alat Pemadam Api Ringan)?
Tetapi itulah faktanya, ketika Negara-negara tetangga sudah pada melaju dengan penerapan sistem pendidikan yang lebih menyentuh pada K3, kita masih pada tahap memulai. Semoga harapan mulia dalam penerapan K3 di dunia pendidikan dapat menghasilkan: (1) Sumber Daya Manusia Indonesia yang punya kesadaran kesehatan dan keselamatan kerja, (2) Mengenal kemungkinan kondisi berbahaya yang terjadi di sekitar kita, (3) Mampu menyelamatkan korban atau memberikan bantuan hidup kepada korban kecelakaan, (4) Mampu memperbaiki kekurangan serta memiliki kesadaran ber-K3 untuk kehidupan yang lebih baik.
Namun, semua ini harus memiliki biaya yang tidak sedikit, setidaknya memberikan sarana dan prasarana, intinya apakah pembuat keputusan disekolah-sekolah mampu menyisihkan Dana Komite maupun Dana BOS untuk mewujudkan sekolah yang mampu menerapkan K3? Harapan semoga terwujud! #SahabatKeluarga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H