Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akhir-akhir ini sedang gencar-gencarnya memberikan pelatihan perlindungan bagi Guru diseluruh tanah air yang sedang melaksanakan tugas-tugasnya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lalu dipertegas dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dimana ditegaskan bahwa "Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan, wajib memberikan perlindungan terhadap Guru dalam melaksanakan tugas".
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, menyebutkan bahwa Guru berhak mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dari Pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi, dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Lebih lanjut Pasal 41, menyebutkan "Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orangtua peserta didik, Masyarakat, birokrasi, atau pihak lain".
Atas dasar itu, maka lewat seleksi yang ketat, penjaringan dengan sistem penilaian artikel yang diunggah ke laman Kesharlindung Dikmen sesuai dengan topic yang akan dibahas, yaitu: bagaimana penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja sesuai dengan mata pelajaran yang Guru bawakan saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah? Maka terjaringlah 100 orang peserta yang akan mengikuti Bimbingan Teknis Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bagi Guru Jenjang Pendidikan Menengah.
Sungguh sangat beruntung, karena mendapat kesempatan untuk mengikuti Bimtek yang dilakukan di Hotel UNY, Yogyakarta selama tiga hari untuk mendapatkan pengalaman, bagaimana Guru seharusnya mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan profesinya. Ternyata, Guru sangat mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas mulia-nya membentuk karakter, mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi serta mendapatkan ilmu dan bekal dalam upaya menciptakan sekolah yang benar-benar aman dari ancaman bencana alam maupun ancaman bencana yang sifatnya human error atau berasal dari kesalahan manusia, contohnya: kebakaran, termasuk pada rasa shock yang dialami peserta didik sehingga muncul istilah kesurupan di sekolah.
Seharusnya, saat melaksanakan tugas profesinya, Guru memperoleh jaminan perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, lebih lanjut disingkat dengan K3 berdasarkan Undang-Undang sehingga menimbulkan adanya rasa aman dan nyaman dalam menjalankan tugas profesinya yang pada gilirannya dapat membentuk karakter dan kepribadian yang kreatif dan inovatif. Tetapi faktanya?
Kenyataan miris kembali mencuat kepermukaan, bicara tentang tragedy yang menimpa almarhum pak Budy, Guru yang tewas akibat kekerasan oleh muridnya menjadi contoh sederhana mengapa sangat penting Guru memahami bahwasanya dia sangat dilindungi saat bertugas. Perlindungan Guru meliputi perlindungan profesi dan perlindungan K3, sehingga warga sekolah seharusnya sudah menyediakan ataupun membentuk sarana perlindungan sekolah dari ancaman-ancaman, seperti yang dialami oleh almarhum guru Budi.
Itulah pengantar dari dr. Ventje di hari pertama dengan tema "Rencana Tindak Tanggap Darurat Kebencanaan dan P3K" yang mengajak agar di sekolah-sekolah minimal punyak P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan). "Di sekolah juga sangat rawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, setiap sekolah harus mengetahui apa resiko-resiko bencana yang bakal dialami oleh sekolah-sekolah sewaktu-waktu. Harus dipetakan, sekolah ini rawan akan apa? Apakah rawan banjir? Rawan terkena petir? Seperti di Kepulauan Riau yang kawasannya banyak nisel sehingga saat hujan, rawan petir?". Begitulah keterangan dr. Ventje memulai materinya.
Apa Manfaat K3?
Menurut beliau, dengan adanya penerapan K3 di sekolah-sekolah di tanah air ini, maka akan tercipta budaya disiplin pada saat melakukan pekerjaan sebagai seorang Guru. Kita harus banyak belajar kepada masyarakat di Singapura dan Malaysia. Menurut beliau, para pekerja di Singapura dan Malaysia yang bekerja pada sector pelayanan, seperti tukang becak, supir, pramugari, guru dan sebagainya sudah memiliki kemampuan dasar untuk melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan kerja. Misalnya, ketika ada penumpangnya atau siswanya yang tiba-tiba mengalami sakit jantung tiba-tiba, mereka sudah dibekali kemampuan untuk melakukan pertolongan pertama, apa SOP (Standard Operating Procedure) yang dilakukan untuk menolong si sakit sampai mendapatkan perawatan medis.
Sementara, disekolah-sekolah kita masih miris. Apakah di sekolah-sekolah kita sudah dibekali petunjuk-petunjuk Keselamatan Kerja? Apakah sudah tersedia stiker-stiker penunjuk jalan aman jikalau misalnya terjadi gempa? Apakah sudah ada denah bangunan sekolah, jalur atau pintu daruratnya dimana? Apakah sudah ada himbauan-himbauan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja saat berada di Laboratorium IPA, Komputer dan sebagainya? Akh itu bisa dijawab teman-teman, apakah sudah menerapkan K3 di sekolah atau belum?