"Keluarga adalah Oase Kehidupan", begitulah ungkapan seorang Uskup ketika memberikan Kotbah di salah satu Gereja. Oase Kehidupan, ibarat orang yang sangat kehausan, sangat butuh air, sangat butuh kehangatan, ketika dia sangat membutuhkan dan merindukan itu semua, seketika itulah dia menemukan apa yang memuaskan dahaga dia, seperti itulah makna Keluarga sebagai Oase dalam Kehidupan kita.
Itu saya buktikan, kala saya sangat merasakan capek, lelah dan stress dengan pekerjaan atau rutinitas yang sangat menyita perhatian, ketika saya pulang ke rumah, saya disambut dengan senyuman isteri tercinta, anak-anak yang berteriak "papa pulang..papa pulang", sembari berlari kecil sampai ke pintu gerbang, seketika itu juga rasa capek, rasa lelah dan rasa stress, penat karena pekerjaan langsung hilang seketika. Semua pikiran, semua rasa kesal sudah kembali pulih dengan kekuatan senyum dan suasana yang ditawarkan oleh keluarga yang telah saya bina.
Keluarga yang rukun merupakan tiang utama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Keluarga rukun adalah penyangga utama didalam keluarga hingga bisa 'menghasilkan' anak-anak generasi bangsa Indonesia yang bisa menjaga Kerukunan, Kedamaian hingga Toleransi Bernegara.
Ibarat sistem komputerisasi, maka Keluarga adalah alat "memproses" anak-anak untuk menggapai masa depan mereka. Permasalahannya, bagaimana orangtua berperan dalam memproses hingga mampu menghasilkan anak-anak  yang nantinya mampu menciptakan kerukunan dan kedamaian serta terlebih mengerti dan menghargai sesamanya yang ternyata beda agama, suku maupun berbeda fisiknya?
Keluarga merupakan pondasi utama pendidikan anak. Orangtua merupakan tokoh pertama yang dikenal anak untuk mendidik, mengajarkan, memberikan kasih sayang, tempat terjalinnya komunikasi, orang yang menjadi panutan, hingga sosok yang bisa menciptakan momen-momen kebahagiaan buat anak. Kualitas keluarga akan terlihat dari kemampuan orangtua untuk menjalin komunikasi hingga memberikan pendidikan sebagai Guru pertama anak-anak.
Itu saya sadari langsung, sebagai kepala keluarga, harus lebih dekat dengan anak-anak adalah tindakan nyata untuk menceriakan, menghangatkan dan mencurahkan kasih sayang kepada anak-anak sebagai anugerah dan titipan dari Yang Maha Kuasa. Lantas bagaimana tindakan nyata yang seharusnya orangtua terapkan agar anak-anak merasakan kebahagiaan mereka?
Banyak paham yang beredar ditengah-tengah masyarakat yang menyatakan seperti ini: "Untuk membahagiakan anak-anakmu, berikanlah uang atau materi yang mereka inginkan, pasti mereka akan bahagia!". Padahal itu salah besar.Â
Uang atau materi bukanlah segalanya sumber kebahagiaan anak dalam sebuah keluarga. Melainkan kasih sayang, perhatian, jalinan komunikasi aktif, saling menghargai dan saling berbagi, serta bersyukur adalah tindakan-tindakan sederhana namun sangat bermanfaat untuk membahagiakan keluarga.
Dalam buku "Communication is Key to Your Marriage", disebutkan bahwa keluarga yang bahagia justru terbentuk dari dua orang yang tidak sempurna, namun mereka berjanji untuk menyerahkan diri dalam cinta kasih dan mau saling menerima kekurangan serta kelebihan masing-masing, berjanji untuk saling mencurahkan cinta kasih hingga ke anak-anak mereka. Lantas bagaimana caranya membahagiakan anak-anak di setiap moment? Ini pertanyaan yang sungguh membuat saya pribadi lebih semangat untuk dekat dengan keluarga.
Kedekatan dengan keluarga akan menghasilkan momen-momen bahagia yang tidak dapat terlupakan bersama dengan anak-anak. Ada banyak momen bahagia yang sangat berpotensi menjadikan anak-anak sebagai subjek penting dari upaya menghasilkan Generasi Indonesia yang berkualitas menuju Indonesia Emas 2045.
Sebagai wujud tindakan nyata dalam membahagiakan anak-anak lewat momen-momen seru dan juga lewat momen-momen sederhana namun bisa membangkitkan kemampuan otak kanan anak-anak kita.