Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kala BPK Benar Mengawal Harta Negara, Ketika Itu Juga Antikorupsi Benar Terwujud

12 Februari 2018   11:17 Diperbarui: 12 Februari 2018   20:37 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BPK Harus Mereformasi Diri Dalam Upaya Menggaet Kepercayaan Publik Sebagai Alat Penjaga Harta Negara. sumber gambar: www.anisamasazam.com

Korupsi memang menjadi awal kehancuran sebuah Negara dan jika korupsi tidak diberantas? Maka pelan tapi pasti Indonesia bakal menjadi Negara yang tidak bisa berdaulat karena uang rakyat yang bakal dijadikan modal untuk membangun negeri ini justru dikorup buat kepentingan pribadi maupun golongan. 

Negara kita memang sangat kaya, itu sudah nyata sejak dahulu kala, saking kayanya maka sumber daya alam kita menjadi rebutan oleh Negara lain, dan untuk memastikan bahwa seluruh kekayaan Negara kita itu dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, sesuai dengan termaktub dalam Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat", berangkat dari sinilah maka Negara menganggap sangat pentingnya sebuah lembaga tinggi Negara yang memiliki kewenangan untuk mengawal harta Negara. 

BPK Kawal Harta Negara 

BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) adalah lembaga tinggi Negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. BPK sendiri masuk dalam kategori lembaga yang mandiri dan bebas sesuai dalam pasal 23 Ayat 5 Tahun 1945 yang tugasnya jelas, "Mengamankan Harta Negara dari kebocoran atau dari tangan-tangan jahil bernama koruptor!". Sumber disini 

Jadi, intinya jelas bahwa BPK adalah badan yang bertugas untuk memeriksa keuangan Negara, termasukPemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan terbatas pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia, Lembaga Negara lainnya, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, dan semua lembaga lainnya yang mengelola keuangan negara. 

Pemeriksaan yang dilakukan BPK mencakup pemeriksaan kinerja, keuangan, dan pemeriksaan dengan adanya maksud tertentu, dilakukan atas dasar undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara dan nantinya hasil pemeriksaan tersebut diserahkan kepada DPD, DPR, dan DPRD. Dan juga menyerahkan hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota. 

Namun, ibarat buah simalakama, terkadang hasil pemeriksaan BPK sangat bertolak belakang dengan apa yang ditemukan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Lembaga Negara bentukan Presiden RI kala itu, Bu Megawati berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Perlu diketahui bahwa KPK bekerja dan memberikan laporan kepada Presiden, DPR, dan BPK itu sendiri, sehingga bisa dikatakan bahwa BPK harusnya bekerja lebih professional, teliti, terbuka, proporsional, penuh dengan akuntabilitas hingga memang bisa menjadi alat kepercayaan rakyat maupun Negara dalam menyelamatkan harta Negara. 

Contoh paling barter tentunya pengungkapan kasus dugaan suap Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) yang melibatkan Irjen Kemendes, Sugito dan dua pejabat tinggi BPK, mengindikasikan bahwa kinerja para oknum di tubuh BPK ada yang tidak beres. Masih terjadi 'jual-beli' proyek hasil kinerja laporan BPK terhadap lembaga pemerintahan yang diaduitnya. 

Menurut sumber (news.detik.com) kasus suap terjadi karena Kemendes PDTT ingin agar opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian) ditingkatkan menjadi WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), sehingga mendapatkan audit kinerja yang bagus, tata kelola pemerintahannya berjalan, prosedur, pertanggungjawaban dan akuntabilitasnya teruji, yang berdampak pada anggarannya kedepan bisa lebih ditingkatkan. 

Perlu diketahui bahwa BPK bisa memberikan empat opini kepada entitas yang diperiksa oleh tim yang dibentuk, yaitu: (1) WTP/unqualified opinion, diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan sesuai dengan SAP (Standar Akuntansi Pemerintahan). (2) WDP/qualified opinion, dengan kriteria sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan, sehingga beberapa permasalahan yang diungkapkan oleh auditor dapat diperbaiki walau opini WDP dapat diandalkan. Sumber disini. 

(3) Tidak Memberikan Pendapat (TMP)/Disclaimer opinion, diberikan apabila terdapat nilai yang secara material tidak dapat diyakini auditor karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh manajemen sehingga auditor tidak cukup bukti atau sistem pengendalian internal yang lemah. (4) Tidak Wajar (TW)/adverse opinion, diberikan jika sistem pengendalian internal tidak memadai dan terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan material dan tidak sesuai dengan SAP. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun