Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Penggiat Anti Rokok : Di Balik Harumnya Rokok Elektrik

21 April 2017   11:29 Diperbarui: 21 April 2017   20:00 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rokok dan merokok adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kita. Bahkan bagi banyak orang, istilah, “Tidak Connect kalau tidak merokok”, atau di kalangan pelajar, “Tidak Ganteng kalau tidak merokok”, bahkan di kalangan seprofesi maupun satu komunitas, “Hidup tiada arti kalau belum menghisap rokok”, atau “Ide menulis tidak keluar kalau belum meneguk secangkir rokok dan menghisap sebatang kopi, eh terbalik, kalau belum meneguk secangkir kopi dan menghisap sebatang rokok”, sering aku dengar. Bahkan ada teman yang punya kebiasaan, kalau sehabis makan yang dicari adalah rokok dan menghisapnya, bahkan ada juga kelakuan teman yang aneh, suka merokok di WC saat buang, maaf air besar. Katanya, “Enak menghayal sambil merokok sambil nyetor..”, ha..????

Lantas ada yang salah memang kalau merokok? “Apa urusanmu?” kadang itu ungkapan anak Medan yang sering aku dengar kalau berdebat tentang masalah rokok. Masalah memilih hidup dan ‘bergumul’ dengan asap rokok atau memilih untuk menjauhi rokok memang pilihan kita. Tidak ada yang salah, karena hidup ini pilihan toh…?? Kenapa tidak salah merokok? Karena fakta semakin dilarang, toh rokok semakin menjadi pilihan favorit di banyak kalangan, karena terbukti banyak kemasan dan jenis-jenis maupun bentuk-bentuk rokok hasil inovasi terbaru. Ini fakta, bukan hoax loh..!!!

Nga percaya? Nih. Sejarah rokok dikenal sejak abad 16 kala bangsa Eropa menemukan benua Amerika yang sudah menggunakan ritual merokok untuk memuja dewa atau roh oleh suku Indian di benua Amerika. Orang Eropa tersebut mencoba-coba menghisap rokok, merasa enak atau cocok lantas membawa tembakau tersebut dan menjadi kesenangan para kaum bangsawan semata-mata kala itu. Di abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan sejak saat itu kebiasaan merokok mulai masuk ke Negara-negara timur tengah hingga akhirnya sampai ke Indonesia. Menurut sejarah, rokok berkembang pertama sekali di kota Kudus oleh Haji Djamari di abad 19 dengan merajang cengkeh dan mencampurnya dengan tembakau untuk dilinting menjadi rokok, yang dikenal hingga sekarang, ada filter, kretek, klobot, kawung, cerutu dan sebagainya membuat kita yang nga familiar dengan rokok menjadi bingung.

Rokok adalah silinder dari kertas  yang berukuran panjang, antara 70 hingga 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah atau diracik. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainya. Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukan dengan mudah kedalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut disertai dengan pesan kesehatan yang memperingatkatkan perokok dan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok misalnya kanker, paru-paru bahkan serangan jantung dan impoten yang seharusnya memberikan efek jera waktu membacanya. Kayak istilah itu, Ngeri-Ngeri Sedap awak dibuat barang itu…

Apalagi ternyata hasil data Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan prevalensi perokok dari 27% tahun 1995 menjadi 36,3% tahun 2013. Yang lebih parah lagi usia merokok meningkat pada generasi muda. Mulai usia 10-15 tahun menurut data terbaru dari The Tobacco Atlas 2015 menunjukkan sebanyak 66% pria di Indonesia telah merokok, artinya dua dari tiga laki-laki usia 15 tahun ke atas adalah perokok.

Sementara, pendapatan Negara dari industri cukai rokok membuat kita planga-plongo karena menjadi pendapatan terbesar Negara Indonesia dengan angka fantastis 150 triliun rupiah tahun 2015, jauh mengungguli pendapatan Negara sector lain, misalnya dari PT. Freeport yang kekayaan alamnya habis dikeruk oleh Amerika yang ternyata hanya menyumbang 52 triliun rupiah.

Ibarat buah simalakama, keberadaan industri cukai rokok menjadi dilema, disatu sisi semenjak zaman colonial Belanda adalah pemasukan terbesar bagi kemakmuran rakyat, disi lain rokok dengan segala kenikmatannya ternyata sumber penyakit mematikan di Indonesia. Ironis bukan?

Sebenarnya saya sih tidak terlalu ingin mengupas hal ini, tetapi ntah kenapa? Apakah karena fenomena makin maraknya muncul rokok jenis baru, rokok elektrik, rokok vape, shisha? Atau makin ramenya perokok-perokok muda yang masih usia belia bersewileran dan ketidakmampuan sekolah khususnya dalam menerapkan aturan keras terhadap siswa kedapatan merokok? Faktanya, setiap kita ke kamar mandi laki-laki maka puntung rokok sudah berserakan dan jika ada siswa kedapatan merokok, peraturan sekolah seakan-akan tumpul karena terhambat larangan mengeluarkan siswa. Larangan yang kurang keras inilah yang mengakibatkan makin meningkatnya perokok usia muda.

Bahkan sekarang muncul rokok jenis baru yang katanya lebih berbahaya, tetapi makin di gemari dan di nikmati bernama rokok elektrik atau biasa disebut vape (vapping), dan focus tulisan ini sebenarnya membahas rokok elektrik ini. Kenapa?

Karena pengguna e-cigarette ini sudah menyebar luas di Indonesia, bahkan di kalangan pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran, bahkan banyak orang tua sudah beralih ke penggunaan e-cigarette ini. Saya terkejut pertama sekali melihat di sekolah tempat saya mengajar, orang tua siswa menggunakan rokok elektrik ini. Ketika itu, saya bertemu dia di kantor kepsek, saya heran dengan bentuk rokok yang dia hisap. Biasanya dia hisap ‘sampoerna’, tapi kok sekarang beda yah? Gumam saya.

Lantas, saya terkejut ketika dia menghisap rokok elektriknya, dan asap yang dia hembuskan begitu banyak sekali, klo saya hitung bisa 3x lipat dari asap rokok biasa. Yang paling membuat saya aneh adalah aromanya yang begitu harum sementara ruangan ber-AC. Dari situ saya mulai penasaran dengan rokok yang dia hisap, apalagi lewat percakapan dia dengan dua orang wakasek seputar penggunaan e-rokok ini, dia berdalih bahwa dengan e-rokok tersebut, nafsu merokoknya jadi berkurang, rasanya kayak permen mint, saat menghisap e-rokok ini yang ditekan itu perut, artinya perutnya makin membuncit dan yang membuat saya makin penasaran adalah keluarnya statement, “benarkah cairan dalam rokok elektrik ini ada mengandung unsur narkobanya?” menyimpulkan hasil percakapan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun