Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Bonus Demografi Indonesia, Bisa Jadi Keuntungan, Bisa Juga Kebuntuan

31 Agustus 2016   09:00 Diperbarui: 31 Agustus 2016   09:28 1530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grafik pengguna media sosial di Indonesia per Januari 2016. Masyarakat Indonesia seharusnya cerdas menggunakan Medsos untuk meningkatkan kreativitas sumber : dokpri

Perilaku-perilaku yang perlu diterapkan untuk menjadikan bonus demografi jadi keuntungan. sumber : dokpri
Perilaku-perilaku yang perlu diterapkan untuk menjadikan bonus demografi jadi keuntungan. sumber : dokpri
Bagaikan dua sisi mata uang, maka bonus demografi bisa hal yang menguntungkan dan membawa Indonesia menjadi Negara maju dan salah satu Negara terkuat di dunia dengan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, apabila generasi emas sekarang dan yang akan datang dipoles menjadi generasi yang produktif dengan hal-hal sebagai berikut :
  • Aplikasi Gerakan Revolusi Mental sebagai Gerakan Wujud Nyata Mengubah Karakter Bangsa. Bukan rahasia umum lagi, setelah era reformasi terjadi pergeseran paradigma berpikir dari masyarakat kita yang cenderung memanjakan anak. Keluarga sebagai basis pendidikan dasar karakter anak yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah berubah 180 derajat dalam mendidik. Contoh ketika anak SMA membentak seorang polisi wanita dan pamer kekuasaan serta hartanya untuk menutupi kesalahannya, yang lebih menyedihkan baru-baru ini seorang pelajar yang tugasnya belajar dan menuntut ilmu, malah kompak bersama dengan ayahnya mengeroyok dan memukul gurunya sendiri, hanya karena masalah sepele, dinasehati guru gara-gara tidak bawa perlengkapan praktek. Tidak terima, memaki guru dan membesar-besarkan cerita yang tidak terjadi kepada orangtuanya. Ini akan menjadi boomerang jika kita tidak bergerak cepat untuk merubah cara mendidik anak, merubah mindset untuk memanjakan anak. Pendidikan keluarga sebagai pendidik pertama harus mampu memberikan etika dan moral yang baik dalam bertindak dan bertutur kata. Pemerintah juga harus mampu menghidupkan kembali pendidikan budi pekerti sebagai modal bagi generasi produktif ini agar mampu berproduktifitas di era MEA.

  • Menekankan Kepada Generasi Muda Pentingnya Membangun Digital Culture dan Komunikasi Dalam Keluarga. Di era media sosial sekarang ini, sangat dibutuhkan kesabaran dan kesadaran dalam berkomunikasi dalam media sosial, serta pendidikan tentang etika dan moral dalam memanfaatkan sarana TIK dalam kehidupan sehari-hari, karena jujur ternyata aktifitas kita sekarang hampir 80% sudah bersentuhan dengan dunia digital. Bagaikan pisau bermata dua, media sosial ternyata mampu menghipnotis dan menjadikan “orang terdekat kita terkasan menjadi jauh, dan orang yang jauh menjadi orang terdekat kita”, artinya kita bisa menjadi cuek bebek terhadap orang tua, kakak, adek, bahkan orang atau keadaan sekitar kita. demi berkomunikasi dengan orang lain lewat media sosial. Membangun digital culture berarti membangun kebiasaan baik dalam era digital. Kebiasaan baik yang dimaksud, seperti; menyampaikan informasi yang benar, tidak mengeluarkan kalimat provokatif, menggunakan media digital untuk meningkatkan kreatifitas dan inovasi, memberikan kritik yang membangun dan mampu memberikan ide untuk memecahkan suatu masalah, juga dapat menjalin konektivitas yang baik dengan pengguna media sosial lainnya. Sementara, untuk menghindarkan hal-hal negative dari pemanfaatan media komunikasi, generasi muda hendaknya mau dan tidak sungkan untuk menjalin komunikasi dengan keluarga. Komunikasi keluarga hendakya harus kembali di aktifkan, sehingga terjalin pertukaran pesan antara anak dan orang tua dengan baik, ada edukasi, norma dan aturan turun temurun dari orang tua dapat diwariskan kepada anak, dan keluarga menjadi sarana belajar anak.

Grafik pengguna media sosial di Indonesia per Januari 2016. Masyarakat Indonesia seharusnya cerdas menggunakan Medsos untuk meningkatkan kreativitas sumber : dokpri
Grafik pengguna media sosial di Indonesia per Januari 2016. Masyarakat Indonesia seharusnya cerdas menggunakan Medsos untuk meningkatkan kreativitas sumber : dokpri
  • Pemerintah harus mampu memberikan Kompetensi Komunikatif kepada Generasi Produktif, juga Investasi Pendidikan dengan skill dan kompetensi serta ETHOS kerja yang tinggi untuk Penyerapan Tenaga Kerja.Sehingga generasi produktif mampu membaca dan mengupdate kemampuan mereka dalam upaya pemenuhan self-skills dan menjadi individu-individu yang memiliki keahlian sendiri untuk menghadapi era masyarakat ekonomi asean. Pemerintah harus mampu menyediakan media-media literasi yang sifatnya mampu menambah keahlian penduduk usia produktif kita, sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, tidak tergantung menjadi ASN, atau pekerja kantoran. Meningkatkan minat baca dan minat keahlian adalah tugas tambahan dari Pemerintah agar generasi muda mampu bersaing dan berwirausaha, tidak berharap lagi menjadi pekerja di kantoran atau di instansi pemerintahan.
  • Pemerintah harus mampu menyediakan lapangan kerja untuk 70% populasi usia kerja.Ini sangat penting sehingga masa 20-30 tahun ke depan sumber daya alam Indonesia dapat dikelola dengan baik oleh para anak bangsa. Sangat miris dengan adanya isu-isu datangnya para pekerja asing yang bekerja di Indonesia, sementara Negara kita hanya mampu mengekspor menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang hanya menjadi buruh, kuli, hingga pembantu di negara asing. Pemerintah harus mampu membuat kebijakan ekonomi kondusif untuk menciptakan lapangan kerja dan kredit mikro, juga terciptanya Good Governance yang kondusif untuk investasi penciptaan lapangan kerja. Kecukupan pangan, gizi dan kesehatan produktifitas juga sangat menentukan menuju Indonesia Emas.

Bonus Demografi Jadi Kebuntuan, Jika?

Kebuntuan, adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok masyarakat tidak dapat lagi berpikir dengan baik untuk memecahkan suatu permasalahan yang timbul baik skala kecil maupun skala besar. Nah, bonus demografi yang digadang-gadang menjadi keunggulan kita menghadapi MEA, disamping rentan waktunya yang cukup lama 20-30 tahun kedepan, juga berlimpahnya usia produktif bisa menjadi sebuah kebuntuan, jika yang terjadi di Negara kita adalah seperti berikut :

  • Generasi produktif kita terjerat ke dalam pergaulan bebas, narkoba, begal, dan menerima paham-paham radikalis yang menjurus terorisme, komunisme, dan perilaku-perilaku yang menyimpang dari norma-norma, sila-sila Pancasila ,dan isi dari Undang-Undang Dasar 1945.
  • Maraknya aksi criminal oleh kalangan remaja, aksi perampokan, pencurian dengan kekerasan yang mayoritas dilakukan oleh usia produktif, belum lagi aksi pemerkosaan yang disertai dengan pembunuhan kepada korbannya, perdagangan manusia, dan aksi provokatif lewat media sosial untuk memecah belah bangsa ini. Begitu gampangnya pengkotak-kotakan berdasarkan perbedaan SUKU, AGAMA, WARNA KULIT, hingga GOLONGAN bisa juga menjadi dasar kebuntuan dari upaya memajukan Indonesia Raya.

  • Hilangnya ketidakjujuran di kalangan masyarakat, terutama masyarakat produktif, masih maraknya aksi korupsi dikalangan pejabat dari bawah ke atas, hingga kegaduhan politik yang mengganggu program jalannya Pemerintahan juga menjadi alasan bonus demografi menjadi suatu hal kebuntuan. Apalagi yang terjadi sekarang ini, hilangnya wibawa guru sebagai pendidik generasi penerus bangsa ini mengakibatkan Negara kita di ujung tanduk kehancuran. Padahal ada anekdot yang mengatakan, “Guru adalah penerang jalan muridnya, tanpa Guru, kita tidak ada apa-apanya”. Guru menghukum itu semata-mata demi kebaikan, namun yang terjadi? Inilah cirri-ciri bonus demografi mengalami kebuntuan, karena kualiatas sumber daya manusianya masih rendah.

  • Tidak terjalinnya sinergitas antara para pemimpin di Negara ini, munculnya miskomunikasi dan misunderstanding diantara lembaga-lembaga Negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Sehingga yang terjadi adalah saling menyalahkan, saling sikut dan tidak saling menghargai. Contoh sederhana adalah masalah narkoba yang sudah menggerogoti bangsa ini. Coba kalau semua pihak tidak ambil untung, saling menyalahkan, tapi focus dan mempererat persatuan dan kesatuan, menyatukan visi untuk memberantasnya, pasti berhasil. Namun yang ada apa? Ada yang begitu semangat memberantasnya, namun ada juga yang menjadi beking atas Bandar-bandar narkoba kelas kakap. Contoh berikutnya, masalah BKKBN dan visinya yang ternyata ada juga lembaga lain yang tidak suka, bahkan berencana untuk membubarkannya, sehingga BKKBN kesulitan dalam menjalankan programnya.

  • Pemerintah tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk menampung sumber daya manusia Indonesia yang produktif dan kreatif sesuai dengan bidangnya. Sumber daya alam Indonesia melimpah ruah, namun yang terjadi apa? Lapangan kerja yang tersedia bukan dihuni oleh para pekerja tanah air, tetapi tenaga kerja asing yang cari makan di Negara kita dengan fasilitas mumpuni. Sangat miris ketika mengetahui ada 250 ribu orang ilmuwan dan orang berprestasi asal Indonesia menjadi macan di luar negeri, sementara sumber kekayaan alam kita di kelola oleh kaum asing. Mengapa? Yah itu tadi karena kebijakan pemerintah yang kurang pro terhadap kesejahteraan rakyat.

Lantas, apakah hal diatas menjadi ciri-ciri Negara kita mengalami kebuntuan akibat ketidak mampuan memanfaatkan bonus demografi yang melimpah ruah? Jawabannya belum terlambat, karena tidak ada kata terlambat dalam mengelola Negara Indonesia yang kaya raya ini.

Lewat program NAWACITA dan REVOLUSI MENTAL, yang salah satu butirnya “Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia”, seluruh masyarakat Indonesia harus mendukungnya yang dimulai dari gerakan keluarga, dimana keluarga harus mampu memberikan pendidikan tentang pendewasaan usia perkawinan (minimal 21 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria), juga mengkampanyekan perkawinan yang monogamy, bukan poligami atau poliandri, dan mengajarkan serta mempraktekkan Program KB (Keluarga Berencana).

Juga diera kekinian, menggandeng para blogger dan menjadikan media sosial sebagai sarana mengkampanyekan hidup sehat, sejahtera cukup dua anak adalah hal yang dianggap positif, sehingga tujuan utamanya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dapat tercapai dengan baik, sebab kemajuan suatu Negara bukan disebabkan oleh melimpahnya SDA, tetapi kualitas SDM-nya. Jadi apa lagi? Jika ingin Indonesia sehat dan sejahtera? Maka diawali dari mendahulukan pembangunan karakter usia produktif yang harus diprioritaskan dalam perencanaan pembangunan menuju Indonesia emas. Semoga !

NB : Video dalam tulisan ini hanya untuk mendukung tulisan Bonus Demografi dan apa keuntungan dan kebuntungannya, video ini bukan untuk dipublikasikan oleh pihak lain, hanya semata-mata mendukung program BKKBN, apabila digunakan pihak lain, diluar tanggung jawab penulis. Video ini diambil dengan penuh perjuangan…!!

Sumber :

  • Presentasi from Dr. Abidinsyah Siregar, DHSM, MKes
  • Presentasi from PUTRI EYANOER, MD.,Ms.Epi.,Ph.D
  • Presentasi from Dra. Hj. Nadra Ideyani Vita, Msi
  • Garuda selalu di dadaku oleh Lee Simorangkir

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun