Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Keajaiban Portugal dan Kesempatan Indonesia

18 Juli 2016   09:09 Diperbarui: 18 Juli 2016   09:46 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Portugal jadi juara EURO 2016 bukan dengan permainan indah. sumber : www.gettyimages.com

“Mengagumkan..!!” gumam saya setelah wasit asal Inggris, Mark Clattenburg meniup peluit akhir berakhirnya drama final yang berlangsung selama 125 menit. Pertandingan yang membalikkan semua prediksi, dimana sang tuan rumah, Perancis paling dijagokan dapat merengkuh tropi lambang supremasi Negara-negara Eropa ini, ternyata bertekuk lutut oleh gol tunggal Eder di menit ke-109, si itik jelek yang menggantikan peran Renato Sanchez di menit 79 mampu menjadi pahlawan kemenangan Portugal atas Perancis di EURO 2016, edisi ke-16 sepanjang sejarah turnamen telah dihelat.

“Gloria Portugal”, begitulah kira-kira kesan saya melihat perjuangan Portugal selama turnamen empat tahunan ini di gelar di Paris. Masih kental tentunya bagaimana perjalanan mereka dari mulai penyisihan grup hingga bisa melangkahkan kaki ke final. Keajaiban dan malaikat keberuntungan, itulah yang menaungi kisah perjalanan Portugal sampai merengkuh mimpi yang tertunda selama 12 tahun – sama seperti dipermalukan di EURO 2004 kala Portugal dirumah sendiri dikandaskan oleh tim semenjana Yunani lewat gol tandukan kepala Angelos Charisteas – begitulah cara Portugal menjegal Perancis yang mendominasi 2x45 menit permainan.

Cuma bedanya, Portugal mampu menahan gempuran Perancis sampai ke babak extra time (perpanjangan waktu) dan perubahan taktik sang pelatih Fernando Santos yang memainkan Quaresma, Joao Moutinho, dan Eder sendiri untuk menggantikan peran Cristiano Ronaldo yang cedera – setelah lututnya berbenturan dengan lutut Dimitri Payet di menit 33 yang mengharuskan CR7 meninggalkan lapangan berurai air mata – setelah itu Luis Nani menyandang kapten tim, lalu mengganti Andrean Silva, dan terakhir the golden boy, Renato Sanchez digantikan oleh Eder yang menjadi pahlawan dengan gol tendangan keras dari luar kotak penalty menerima umpan Moutinho yang tidak dapat diantisipasi oleh Hugo Lloris.

Kemenangan sensasional ini tentunya menjadi sejarah baru bagi sepakbola Eropa dan Dunia, dimana Portugal yang menjadi salah satu calon kuat juara Euro harus tertatih-tatih di babak penyisihan grup F. hasil-hasil yang memalukan memaksa Portugal hanya lolos ke babak 16 besar dari 4 jatah tim peringkat 3 terbaik yang diberikan panitia dengan format baru. Dengan modal 3 point hasil 3 kali imbang dengan gol kemasukan dan memasukkan sama-sama 4 gol, Portugal akhirnya dapat jatah lewat jendela untuk memenuhi kuota tim 16 besar. Namun, saat berhadapan dengan Kroasia di babak ini, semuanya berubah. Mental juara yang dinaungi oleh malaikat keberuntungan menjadikan Portugal melewati fase demi fase dengan baik.

Saling menghargai dan saling menghormat antar pemain, menjadi contoh teladan bagi pemain muda Indonesia. sumber : www.kompas.com
Saling menghargai dan saling menghormat antar pemain, menjadi contoh teladan bagi pemain muda Indonesia. sumber : www.kompas.com
Pengakuan pelatih Portugal yang dikenal memang sederhana dan pemurah, “Tim yang sederhana bagaikan merpati, dan cerdik seperti ular”, benar-benar diaplikasikan oleh skuad Portugal yang memang sangat mengimani iman Katolik ini. Saat bertanding. Permainan Portugal jauh dari kata ‘jogo bonito”, ciri khas permainan Brazil yang sering diadopsi oleh Portugal sehingga mendapat julukan ‘Brazilnya Eropa’. 

Cristiano Ronaldo selama turnamen lebih banyak diam dan menunggu saat yang tepat untuk mengeluarkan magisnya, pun dengan pemain-pemain lain lebih banyak bermain menunggu, persis dengan yang diinginkan oleh Fernando Santos. Bagi dirinya, timnas Portugal lebih baik seperti perumpamaan ‘anak itik’ yang buruk (ugly duckling), tetapi lolos sampai menjadi juara, daripada bermain cantik tetapi pulang lebih awal. Dan Eder adalah jelmaan perumpamaan Fernando Santos yang mengubah si anak itik yang buruk rupa menjadi sang Angsa yang cantik dan rupawan.

Hubungan Portugal dengan Indonesia

Seminggu tepat sudah perhelatan akbar EURO 2016 telah usai, suka tidak suka, Portugal telah menjadi juara baru dan nama Negara ini akan diukir manis di bagian tubuh trophy Henri Delaunay alias EURO 2016 bersanding dengan 9 negara yang sudah pernah menjadi juara sebelumnya, yakni : Jerman, Spanyol, Perancis, Uni Sovyet, Italia, Chekoslovakia, Belanda, Denmark, dan negeri 1000 dewa, Yunani yang mengalahkan Portugal tahun 2004 yang lalu. Dan tangisan serta Doa Ronaldo di tahun 2004, dikabulkan oleh sang Pencipta lewat yang namanya ‘Kesempatan’. “Saya bahagia, sangat bahagia. Ini merupakan sesuatu yang sudah lama saya inginkan sejak 2004. Saya meminta kepada Tuhan diberikan kesempatan lain,” katanya setelah pertandingan. 

Dan doa itu dikabulkan, walau tidak dapat melanjutkan permainan dan kepemimpinannya harus dilanjutkan oleh Luis Nani, kompatriotnya, Ronaldo kembali bersyukur berada diantara orang-orang yang tidak sombong dan berjuang demi dirinya. Setelah memastikan gelar, Luis Nani mengembalikan ban kapten ke lengan Ronaldo sebagai simbol bahwa Ronaldo-lah yang paling pantas untuk mengangkat trophy pertama kali, bukan dirinya yang hanya sebagai wakil kapten. Sungguh pembelajaran yang patut diteladani, walau terkesan sederhana, tetapi nilai moralnya sangat besar untuk ditiru.

Lantas, setelah euphoria EURO 2016 telah berakhir, apakah benar-benar berakhir begitu saja? Khususnya bagi Negara Indonesia yang berpenduduk lebih kurang 250 juta jiwa, apakah tontonan di RCTI di liburan panjang ini tidak memberikan pembelajaran bagi sepakbola kita yang memiliki hubungan sejarah dengan Portugal? Apakah keajaiban dan hirup-pikuk EURO 2016 tidak memberikan pembelajaran berarti, khususnya untuk perkembangan sepakbola Negara kita yang masih carut-marut?

Indonesia dan Portugal punya hubungan sejarah yang erat, baik di masa lalu maupun di masa kini. Portugal (Portugis) adalah Negara yang menemukan Nusantara dan berusaha mengambil rempah-rempah juga hasil bumi Indonesia yang terkenal subur selama bertahun-tahun. Akibat kedatangan Portugis juga, banyak muncul bakat-bakat pemain sepakbola dari Indonesia Timur, khususnya dari Ambon, Kalimantan, Sulawesi, hingga Makassar.

Di masa sekarang, masih segar diingatan kita ketika tsunami melanda Aceh akhir tahun 2004, tepatnya lima bulan usai kegagalan Portugal menjuarai EURO 2016 di rumah sendiri. Ketika itu, semua wilayah Aceh porak-poranda oleh gelombang besar berkekuatan 9,3 skala Ricther dan menewaskan lebih kurang 200.000 korban jiwa dan mengubah peta Aceh hingga kini. 21 hari setelah tsunami, di atas lautan, seorang bocah kecil berumur 8 tahun terapung-apung dengan pakaian berwarna merah yang ternyata bertuliskan Rui Costa dan bernomor punggung 10 yang dilingkari, persis dengan jersey yang dipakai Timnas Portugal kala dikalahkan oleh Yunani di final EURO 2004. 

Selama berhari-hari Martunis – manusia pertama di Aceh yang selamat dari amukan Tsunami – berada diantara puing-puing dan menyangka hanya tinggal dialah yang selamat tetap bertahan hidup dengan mencicipi asinnya air laut, hingga diselamatkan oleh tim SAR. Ketika disorot oleh media, maka seketika itu juga “Keajaiban” melanda Martunis, tidak hanya dia, tetapi Indonesia gempar ketika Timnas Portugal berencana mendatangi ‘anak ajaib’ yang terapung 21 hari dengan kaos kebanggaan timnas Portugal. Yang lebih mengejutkan ketika Cristiano Ronaldo memutuskan untuk mengangkat Martunis menjadi anak angkatnya setelah Martunis dipastikan jadi Yatim-Piatu ketika semua keluarganya dipastikan meninggal oleh terjangan tsunami.

CR7 mengadopsi Martunis, calon bintang masa depan Indonesia. sumber : www.kompas.com
CR7 mengadopsi Martunis, calon bintang masa depan Indonesia. sumber : www.kompas.com
Sekarang, setelah semuanya dimulai dan semuanya bermula dari kesempatan, Martunis anak Ronaldo sudah beranjak dewasa. Ronaldo telah memberikan segala fasilitas untuk Martunis, mulai dari kehidupan, hingga cita-citanya untuk menjadi seperti ayah angkatnya, menjadi pesepakbola professional yang meraih banyak gelar. Timnas Indonesia menjadi tumpuan harapannya, karena bagaimanapun darah Martunis 100% darah Indonesia, bukan Portugal. Ronaldo dan Portugal – klub Sporting Lisbon hanya memberikan kesempatan kepada Martunis menimba ilmu sepakbola selama 2 bulan – kini bisa menjadi tulang punggung timnas Indonesia dan memulai karir internasionalnya di turnamen besar sekelas Piala AFF yang akan digulirkan Oktober 2016 di usia 19 tahun, sama seperti ayahnya yang masih berusia 19 tahun saat memperkuat Portugal di EURO 2004.

Piala AFF? Yah, timnas Indonesia yang kini diasuh oleh Alfred Riedl ternyata diperbolehkan mengikuti turnamen bergengsi se Asia Tenggara itu usai sanksi FIFA dicabut. Berkaca dari Kesempatan (Opportunities) dan Keajaiban (Miracle atau Wonders) yang diperlihatkan oleh timnas Portugal, maka Garuda Muda Indonesia seharusnya dapat meniru jejak Portugal yang telah memberikan contoh bagaimana mengikuti turnamen besar dan ketat seperti EURO dengan bijak. Tidak perlu bermain bagus dan mengeluarkan semua tenaga di awal-awal turnamen, namun, cerdiklah seperti ‘ular’.

Indonesia dengan 250 juta jiwa penduduknya, seharusnya tidak susah untuk membawa 25 pemain timnas diturnamen besar, namun kenyataannya walau dengan kompetisi yang katanya ketat dan bersaing, ternyata pemain-pemain penghuni Garuda masih melempem dan tidak mampu sejajar dengan Thailand, Singapura, bahkan Korsel dan Jepang. Yang lebih menyedihkan urutan Indonesia di rangking FIFA yang dirilis usai EURO dihelat ternyata berada di urutan 191 bersanding dengan Negara yang sedang kacau-balau oleh perang.

Ini seharusnya menjadi pukulan telak bagi para pelaku sepakbola di Indonesia. Mereka seharusnya mampu membuat terobosan baru agar PSSI dan Kemenpora dapat saling bahu-membahu dalam memperbaiki kondisi sepakbola Nasional kita. Dengan intens melakukan rangkaian ujicoba, memperbaiki struktur PSSI dan saling berkoordinasi untuk membangun manajemen kepengurusan dengan baik dan menyampingkan egosentris ,dapat memperbaiki citra sepakbola Indonesia yang hancur-lebur di mata dunia internasional.

Jika masalahnya adalah korupsi? Maka pertanyaan mendasar, di dunia sepakbola, dimanakah tidak ada terbongkar masalah korupsi dan mafia sepakbola? Jangankan Italia di Piala Dunia 2006, Perancis 1998, Nigeria, dan Negara-negara dengan kiblat sepakbola dunia, FIFA dan UEFA saja juga dilanda masalah korupsi yang berujung pemecatan Sep Blatter, juga Michael Platini. Namun yang terjadi apa? Semua agenda turnamen maupun kompetisi tidak ada yang porak-poranda alias tertunda, semuanya tetap berjalan dengan normal dan baik. EURO dan UEFA Champions League tetap berjalan dengan baik dan mampu meraup keuntungan besar dari turnamen. 

Kenapa Indonesia sangat susah untuk move on dari masalah korupsi di tubuh PSSI? Kenapa campur tangan pemerintah lewat Presiden Jokowi dan Kemenpora terkesan setengah-setengah, tidak tuntas menyelesaikan masalah PSSI dengan merevolusi kepengurusan yang lama dengan yang baru? Vakumnya ketua PSSI seharusnya tidak berlangsung lama. Namun? Yah mari kita lihat apa yang akan terjadi dengan nasib timnas Indonesia di Piala AFF yang akan diselenggarakan di Myanmar.

Berkaca dari prestasi Portugal yang warna dan corak kostumnya hampir mirip dengan warna dan corak kostum Garuda Indonesia, hubungan gen oleh sejarah kedatangan Portugis ke Indonesia, spirit Martunis anak angkat CR7, maka tidak ada kata Garuda Indonesia tidak bisa berprestasi seperti Portugal, menjuarai Piala AFF 2016. Juga berkaca dengan formasi dan gaya permainan yang dilakoni Portugal, maka Riedl dapat mencari pemain-pemain yang mirip dengan punggawa Portugal, sangat banyak kok pemain-pemain di Torabika Indonesia Super Championship yang mampu bermain seperti timnas Portugal kala mengalahkan Perancis.

Jadi, apakah akan terwujud “Keajaiban”, ketika Garuda Indonesia mendapatkan “’Kesempatan” untuk membuktikan bahwa Indonesia lebih baik di mata dunia dalam bidang sepakbola? Yah, semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun