Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kawal Pembangunan Infrastruktur Kawasan Danau Toba, Agar Indonesia Sentris Tidak Terkesan Basi

1 Juli 2016   21:58 Diperbarui: 1 Juli 2016   22:13 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawasan Danau Toba dilihat dari jalan menanjak menuju kampung Tamba. Dokpri

Secara Yuridis (Hukum), letak geografis Danau Toba ada diantara wilayah pemerintahan Kabupaten Toba Samosir, Samosir, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Simalungun, Karo, dan Dairi. Danau Toba, adalah sebuah maha karya ciptaan Tuhan seluas kurang lebih 1.139 persegi yang berada di Sumatera Utara yang hingga kini telah dikenal seluruh dunia kecantikan dan pesona keindahan alam yang dia tawarkan. 

Namun, selama bertahun-tahun, bukan hanya bertahun-tahun, tetapi berpuluh-puluh tahun kawasan Danau Toba hanya seperti itu-itu saja, tidak ada perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan merata yang dialami oleh penduduk di sekitar kawasan Danau Toba, dari pemerintahan Soekarno, Suharto, SBY, pembangunan di daerah pelosok Sumatera Utara yang lebih dikenal dengan Tapanuli ini tidak pernah mendapat sentuhan yang berarti, sehingga mengakibatkan banyaknya potensi Sumber Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya, maupun potensi Parawisata yang dapat mendatangkan banyak Devisa Negara tidak pernah dikelola dengan baik. Yang ada, hanya harapan-harapan akan adanya perubahan kawasan Danau Toba ke arah pembangunan yang lebih baik.

Harapan besar itu terkuak setelah pemerintahan berganti rezim, dari SBY beralih kepada pemerintahan Jokowi-JK dengan pesona Nawa Cita-nya. Salah satu program Nawa Cita yang begitu menggoda adalah “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan” dan “Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.” 

Yang lebih dikenal dengan terobosan ‘Membangun dari Desa’ memaksa para menteri Kabinet Kerja-nya berselancar ke seluruh penjuru tanah air untuk melihat potensi-potensi yang ada di seluruh Indonesia. Hasilnya? Rizal Ramli, menko maritim dan Arief Yahya, menteri pariwisata sangat begitu terpesona ketika menjelajahi luasnya dan begitu indahnya pesona kawasan Danau Toba yang mungkin selama ini hanya mereka dengar ceritanya.

Ibarat kata, Menko Maritim dan Menteri Pariwisata itu terpesona dan terngangga ketika melihat seorang bidadari yang turun dari khayangan dan tepat berada di depan mereka dengan tanpa selembar benangpun, sehingga yang muncul pertama sekali adalah keinginan untuk memberikan pakaian dan memoles, serta menjaga sang puteri dari rebutan lelaki lain.

 Pun dengan Danau Toba, ‘nafsu’ para menteri langsung terlintas ketika puas melihat, memandang, dan mengelilingi kawasan “Negeri Indah Kepingan Surga” tiada duanya ini. Saking ‘nafsu’-nya, maka kalimat yang muncul pertama kali adalah ‘Monaco of Asia’, yang sampai sekarang mengundang perdebatan, karena tidak sesuai dengan ciri dan budaya masyarakat yang ada di sekitar kawasan Danau Toba. 

Yah, mengapa harus ‘Monaco of Asia’? Apakah tidak ada alternatif sebutan lain yang lebih mengenakkan di dengar oleh telinga? Akh semoga seiring waktu dan lebih memahami Kultur yang dipegang oleh masyarakat Danau Toba, maupun Topografi, dan Geografi Danau Toba, sebutan itu tidak ada lagi dan diganti menjadi kawasan ‘Penuh Budaya dan Cerita Legendaris’ yang perlu digali dan disebarkan ke seluruh dunia.

Mengawal BODT

Selama ini yang menjadi masalah sehingga kawasan Danau Toba tidak memberikan dampak yang positif bagi perkembangan ekonomi masyarakat yang hidup disana, dan hanya dinikmati oleh segelintir orang, maupun tidak memberikan devisa yang cukup besar bagi negara dari segi Pariwisata sebenarnya cukup sederhana, yah alasannya klasik, yaitu masalah Infrastruktur, alias masalah pembangunan sarana dan prasarana yang menjadi urat nadi tumbuhnya perekonomian dari tujuh kabupaten yang mengelilingi kawasan Danau Toba tidak berkembang dengan baik.

 Nyaris sebelum pemerintahan Jokowi-JK, kawasan ini sering menjadi ‘anak tiri’ dalam pembagian APBD/APBN untuk pembangunan infrastruktur yang tidak usah diceritakan lagi. Infrastruktur dikawasan Danau Toba sangat buruk, jalan menuju Danau Toba, baik itu dari arah Medan ke Karo, Dairi, ke Silalahi, ke Pangururan, Dolok Sanggul, Samosir, hingga daerah pelosok lain nyaris semuanya rusak, sempit, rawan longsor, tidak rata, tanpa trotoar dan penerangan jalan yang mengakibatkan rawan kecelakaan. 

Belum lagi sarana transportasi yang jauh dari standar keselamatan, supir yang ugal-ugalan membawa kendaraan karena kejar setoran, mengakibatkan para turis enggan untuk berkunjung ke Danau Toba karena ketidak nyamanan ini. Belum lagi akibat infrastruktur yang tidak memadai, maka hasil pertanian dan Sumber Kekayaan Alam lainnya tidak dapat diekspor keluar dari Sumatera dengan maksimal, contohnya : kopi, kemenyan, karet, coklat, padi, nenas, ubi kayu, bawang, durian, dan tanaman holtikultura, seperti sayur-mayur dan tanaman muda lainnya.

Hal inilah yang membuat pak Jokowi-JK langsung merespon usulan Menko Maritim dan Menko Parawisata bahwa kawasan Danau Toba menjadi salah satu dari 10 destinasi parawisata utama Tanah Air dengan mengunjungi sendiri kawasan Danau Toba tanggal 1 Maret 2016 yang lalu. Presiden Jokowi terkesima begitu mendarat di Bandara Silangit dan langsung berpesan agar pembangunan infrastruktur di Danau Toba dipercepat, khususnya penguatan konektivitas dan aksesibilitas, seperti Bandara, Jalan, dan Pelabuhan. Atas dasar itu, maka terbentuklah sekarang yang namanya BODT (Badan Otorita Danau Toba), bukan BODAT yang diplesetkan sebagian teman yang negative thingkingakan efek pembangunan infrastruktur besar-besaran nantinya di kawasan Danau Toba.

Tanggal 24 Juni 2016 menjadi hari yang bersejarah, ketika di website Setkab muncul Perpres Nomor 49/2016 yang telah ditandatangani pak Jokowi tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba. Dimana susunan organisasi tersebut terdiri dari Dewan Pengarah, yakni sejumlah Kementerian dan Badan Pelaksana yang berasal dari PNS atau tenaga profesional non PNS. Untuk Dewan Pengarah, yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Menteri Pariwisata (Menpar), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan (Menkeu), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera). Selanjutnya Menteri Perhubungan (Menhub), Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Sekretaris Kabinet (Seskab), dan Gubsu.

Sementara untuk Badan Pelaksana, dapat berasal dari unsur PNS dan/atau tenaga profesional non PNS sesuai kebutuhan yang diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali 1 (satu) kali masa jabatan. Dan dapat diberhentikan dari jabatannya sebelum masa jabatan berakhir, apabila berhalangan tetap, berdasarkan penilaian kinerja tidak mampu menjalankan tugas dengan baik, menjadi terdakwa dan mengundurkan diri. Rincian tugas, fungsi, dan tata kerja Badan Pelaksana, menurut Perpres ini ditetapkan oleh Kepala Badan Pelaksana setelah dikonsultasikan dengan Dewan Pengarah melalui Menteri Pariwisata. Nah, ini yang perlu dikawal dalam pelaksanaannya. Apakah setiap keputusan yang dikeluarkan oleh BODT itu pro rakyat Tapanuli atau tidak? Apakah nanti pekerja pelaksana atau Badan Pelaksana yang akan mengerjakan setiap pembangunan Infrastruktur di kawasan Danau Toba dikerjakan oleh masyarakat yang ada di sekitar kawasan Danau Toba? Apakah orang-orang yang akan bekerja dibawah naungan Badan Pelaksana itu direkrut dari penduduk 7 (tujuh) Kabupaten yang hidup dari keindahan Danau Toba? Sebab, Badan Pelaksana menurut Perpres ini wajib menyusun Rencana Induk Pembangunan Kawasan Pariwisata Danau Toba untuk jangka waktu 25 tahun, dari tahun 2016-2041 dan Rencana Detail Pengembangan dan Pembangunan 5 (lima) tahun kawasan Danau Toba. Sehingga jangan nantinya kawasan Danau Toba dipenuhi oleh tenaga kerja asing dan penduduk sekitar kawasan Danau Toba hanya menjadi penonton saja. Itu yang saya takutkan bakalan terjadi. Oleh karena itu, saatnya kita memantau perkembangan BODT ini.

Kawal 21 Triliun Rupiah Tepat Membangun Infrastruktur Danau Toba

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan, yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat maupun daerah.

 Nah, pasca Perpres BODT disahkan, Pemerintah siap-siap menggelontorkan dana pembangunan Infrastruktur sebesar 21 triliun rupiah yang rencananya 10 triliun rupiah ditalangi oleh Pemerintah dan 11 triliun rupiah dari para Investor yang digadang-gadang menjadi kapitalis yang akan mengeruk keuntungan dari bumi Danau Toba setelah maupun saat pembangunan berjalan.

 Danau Toba yang memang memiliki sumber kekayaan alam lain selain pertanian yang diolah secara turun-temurun, seperti PLTA Sigura-gura di Tobasa, energi panas bumi (geothermal) di Sarulla, Taput. Juga potensi energi yang tersimpan, seperti tambang dan mineral yang belum diolah secara optimal. Masih ada juga hutan eksotik yang sampai sekarang masih mendapat perlakuan penebangan liar oleh oknum-oknum tertentu yang tidak dapat diatasi oleh Pemerintah setempat di kawasan Danau Toba.

Belum lagi kawah di ketinggian 900 meter diatas permukaan laut yang membentuk danau vulkanik dari letusan maha dasyat dari gunungnya yang terjadi sekitar 74.000 tahun yang lalu bernama Danau Toba sangat menawarkan keindahan tiada duanya yang mengharuskan kita harus mengawal pembangunannya tepat sasaran.

 Masyarakat tentunya menginginkan agar dana 21 triliun ini pas untuk membangun infrastruktur di kawasan Danau Toba. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar dana 21 triliun rupiah ini tepat membangun infrastruktur Indonesia Sentris baik oleh Kementerian PU-PR maupun oleh BODT itu sendiri, yaitu :

Pertama, Pendidikan (Mewujudkan Rakyat Kawasan Danau Toba Tidak Bodoh). Dalam Pedoman  Standar  Pelayanan  Minimal  (SPM),  Pedoman Penentuan  Standar  Pelayanan  Minimal  Bidang Penataan  Ruang,  Perumahan  dan Permukiman dan  Pekerjaan  Umum  (Keputusan  Menteri  Permukiman  dan Prasarana  Wilayah  No.  534/KPTS/M/2001)  menyebutkan, bahwa gedung sekolah untuk tingkat SD, SMP, SMA/SMK, dan Perguruan Tinggi masih sangat dibutuhkan untuk dibangun di kawasan Danau Toba. Peningkatan dan pemeliharaan gedung-gedung sekolah merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat lewat Kementerian PU-PR juga tanggung jawab Pemerintah Daerah. 

Kawasan Danau Toba masih membutuhkan sebuah Perguruan Tinggi setingkat S-1, maupun D-3 dibidang Pariwisata jika ingin proyek BODT sukses. Dimana fungsi dari sekolah Tinggi ini adalah untuk mengajarkan dan melatih bagaimana para pemuda setempat di sekitar kawasan Danau Toba mampu meladeni dan memperlakukan para wisatawan mancanegara maupun lokal dengan baik. Bagaimana agar mereka mau datang lagi dan belanja lebih banyak akan suvenir-suvenir khas Danau Toba.

Kedua, Kesehatan (Mewujudkan Rakyat Sekitar Kawasan Danau Toba Tidak Sakit). Untuk mendukung para wisatawan nyaman dan aman berada di kawasan Danau Toba, maka pemerintah, khususnya Kementerian Pekerjaan Umum-Perumahan Rakyat harus membangun sarana infrastruktur kesehatan, seperti Rumah Sakit Elit ataupun merehab RSU yang ada di kawasan Danau Toba yang memang tidak lengkap sarana dan prasarananya. Kerjasama dengan Kementerian Kesehatan sangat diperlukan agar masyarakat di kawasan Danau Toba memiliki tempat-tempat kesehatan.

Ketiga, Peningkatan Kualitas Infrastruktur, seperti :

  • Jalan dan Jembatan, ini adalah sarana vital dan urat nadi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat kawasan Danau Toba apabila memang kawasan ini ingin dijadikan sebagai destinasi wisata dunia. Pembangunan jalan lingkar Danau Toba oleh Kementerian PU-PR menjadi bukti bahwa Kementerian PU-PR memiliki andil besar dalam mempercepat proses Danau Toba menjadi destinasi wisata internasional. 

  • "Kalau 100 kilometer dikali Rp 4 miliar, jadi pemerintah harus punya Rp 400 miliar setiap tahun untuk kawasan wisata," ujar Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hediyanto Husaini kepada Kompas.com, Selasa (1/3/2016). Kementerian PUPR, kata Hediyanto, berencana membangun dan meningkatkan akses jalan ke kawasan wisata tersebut. Mulai dari membangun Jalan Lingkar Danau Toba di Pulau Samosir, hingga memperbarui dan melakukan peningkatan jalan sehingga wisatawan lokal maupun mancanegara aman dan nyaman selama perjalanan darat ke Danau Toba.
  • Rencana Kementerian PU-PR membuat Jembatan Layang di sepanjang Tano Ponggol (Tanah Terbelah) di sepanjang Pangururan juga mendapat apresiasi yang tinggi dari masyarakat Indonesia. Dengan desain tersebut, maka dipastikan Danau Toba akan memiliki keunikan tersendiri bagi dunia wisatawan.
  • Irigasi, agar dunia pertanian di SUMUT, khususnya kawasan Danau Toba meningkat, maka diperlukan Pemerintah melalui Kementerian PU-PR membangun irigasi-irigasi agar sawah yang menjadi harapan swasembada pangan Sumut terwujud dengan panen yang melimpah. Saya melihat di kampung Tamba, salah satu daerah penghasil Padi di kawasan Danau Toba sangat memerlukan sentuhan tangan pemerintah untuk membangun irigasi sehingga perairan ke sawah petani lebih baik dari yang ada sekarang, sehingga panen melimpah dan rakyat di sekitar Danau Toba makmur dan mau bekerja lebih giat.
  • Kelistrikan, tidak dapat dipungkiri bahwa masalah listrik masih menjadi masalah besar di kawasan Danau Toba, padahal sumber energi listrik sangat melimpah-ruah, namun kenyataan pahit hingga sekarang bahwa ancaman listrik padam masih menjadi santapan sehari-hari. Banyak daerah yang sering mengalami pemadaman listrik secara tiba-tiba, bahkan di beberapa daerah masih banyak yang belum dialiri listrik. Ini menjadi suatu ironi bahwa kawasan Danau Toba yang dialiri oleh air yang berlimpah masih miskin akan aliran listrik. Ini menjadi PR Pemerintah dalam usaha dan upaya membangun Danau Toba sebagai destinasi wisata kelas dunia.

   Tentunya masih banyak lagi harapan kepada Pemerintah agar pembangunan infrastruktur Indonesia Sentris dapat berjalan dengan baik. Kita harus mampu mengawal agar anggaran pembangunan Infrastruktur Danau Toba sebesar 21 triliun rupiah dapat digunakan tepat sasaran, bukan menjadi sarang bagi tikus-tikus koruptor negeri ini untuk mengeruk keuntungan. Biarlah kue anggaran itu iklas digunakan untuk membangun kawasan Danau Toba yang lebih baik, sehingga target tahun 2019, 1 juta wisatawan asing dapat berkunjung ke Danau Toba untuk menikmati, belajar dan membawa oleh-oleh suvenir budaya Batak dapat terwujud.

 Semoga pembangunan Infrastruktur yang paling mendesak seperti Jalan Tol, Jalan yang mulus, Jembatan, dan bangunan-bangunan Pendidikan, Kesehatan dapat berdiri megah, juga tempat-tempat situs wisata yang berisi legenda-legenda, maupun sejarah-sejarah Kebatakan di Danau Toba dapat dipugar dan dipercantik untuk memberikan pembelajaran kepada Wisatawan akan banyaknya sejarah di Danau Toba, sehingga tidak hilang ditelan oleh era globalisasi. 

Semoga pembangunan Infrastruktur dapat digenjot sehingga pembangunannya tepat waktu, bukan menjadi bangunan setengah jadi yang ditinggalkan begitu saja setelah ganti Pemerintahan, seperti yang terjadi pada mega proyek Hambalang, dan pembangunan lainnya yang mangkrak setelah dana-nya ditelan oleh tikus-tikus koruptor. Semoga Infrastruktur untuk kawasan Danau Toba, terbangun semua dengan baik. Semoga !

Oleh : Agus Oloan Naibaho      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun