Dear Eyang Bacharuddin Jusuf Habibie, Bapak Pelopor Teknologi Maritim dan Teknologi Dirgantara Indonesia.
Eyang B.J. Habibie, bapak Presiden ke – 3 Republik Indonesia yang terhormat. Segala pujian dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa saya panjatkan atas kesempatan yang diberikan untuk menuliskan kekaguman diri saya atas apa yang sudah eyang berikan untuk negeri kita Indonesia tercinta ini. Melalui surat ini, saya akan menumpahkan isi hati saya atas kekaguman kepada eyang, pribadi yang bersahaja, sederhana, tegas, ulet, memiliki kepribadian yang selalu menjalankan sila-sila Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, memiliki nasionalisme yang tidak usah diragukan lagi, walau lebih banyak menghabiskan waktu di negeri Jerman, pribadi yang sangat mencintai Ibu Pertiwi, sangat mencintai istri tercinta eyang, Almarhumah Nyonya Hasri Ainun Habibie.
Kekaguman akan eyang Habibie tidak dapat saya gambarkan dengan kata-kata eyang, eyang adalah sosok yang menjadi anutan, pribadi yang menjadi idola bagi anak muda, tidak terkecuali oleh saya. Bagi saya pribadi, eyang Habibie adalah pribadi yang menginspirasi saya, pribadi yang menjadi sosok yang ditiru dan digugu (digurui), khususnya saat saya masih berusia kanak-kanak. Saat Orde Baru masih berkuasa, maklum eyang karena saya dilahirkan di tahun 1980-an, masih kental dengan aroma kekuasaan Pak Harto, eyang adalah sosok favorit kami, kenapa? Karena zaman itu, sosok eyang selalu menghiasi berita di TVRI – karena stasiun televisi pemerintah ini adalah stasiun televisi satu-satunya yang wajib di tonton pada era itu – maupun dalam media elektronik, dengan segala berita keberhasilan eyang sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia dari tahun 1978 sampai dengan tahun 1998. Juga sebagai Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dari tahun 1974 sampai dengan tahun 1998. Yang paling fenomenal tentunya ketika eyang mampu menjadi Direktur Utama PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara atau yang lebih dikenal dengan IPTN dari tahun 1976 sampai dengan tahun 1998 dan telah berhasil menciptakan pesawat terbang jenis N-250 yang merupakan pesawat regional komuter turboprop rancangan asli IPTN yang mengguncang dunia di masa itu. Eyang selalu berpesan, “saatnya Indonesia unjuk gigi” menyemangati bangsa ini agar keluar dari keterpurukan dan harus menjadi negara maju dengan teknologi kedirgantaraannya.
Bagi saya, eyang Habibie lebih dari sosok panutan kenapa? Karena membaca sejarah hidup atau Biografi eyang yang sungguh penuh dengan suka-duka, penuh dengan pengorbanan untuk mencapai kesuksesan. Walau sudah sukses di Jerman, tetapi eyang Habibie tidak lupa akan tempat asalnya, ibarat pepatah mengatakan, “kacang tidak lupa akan kulitnya”, seperti itulah eyang Habibie kembali ke Indonesia untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa yang besar, bangsa yang bangkit dari keterpurukan dan krisis ekonomi dengan teknologi dan demokrasi yang eyang jalankan. Eyang dilahirkan bukan dari keluarga yang berada, tetapi lahir sebagai anak keempat dari delapan bersaudara, dari pasangan almarhum Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada tanggal 25 Juni 1936. Eyang mempunyai kegemaran menunggang kuda dan punya hoby membaca adalah sosok yang cerdas, hal itu sudah diketahui semenjak eyang duduk di sekolah dasar.
Seperti kehidupan anak-anak Indonesia pada umumnya di zaman itu, eyang lahir dari keluarga yang sederhana, apalagi eyang sudah ditinggal ayah tercinta saat masih anak-anak dan ibu eyang membanting tulang untuk membiayai hidup eyang bersama dengan saudara-saudari eyang, sungguh tidak bisa dibayangkan bagaimana peliknya hidup saat itu eyang.
Pindah ke Bandung, mungkin sebagai awal kesuksesan eyang dan keluarga, karena terbukti setamat SMA, berkat kecerdasan yang eyang miliki dan tonjolkan, eyang diterima masuk ITB (Institut Teknologi Bandung) tahun 1954, sungguh fenomenal eyang karena belum sampai setahun menimba ilmu di ITB, eyang mendapatkan kesempatan beasiswa dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan kuliahnya di Jerman. Kisah inspiratif yang dapat kami petik adalah kesetiaan eyang akan pesan Bapak Founding Father (Pendiri Bangsa), Bapak Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia akan pentingnya Dirgantara dan penerbangan bagi Indonesia, sehingga eyang tidak ragu untuk memilih jurusan Teknik Penerbangan dengan spesialisasi Konstruksi pesawat terbang di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule (RWTH) Jerman.
Kisah sukses eyang di Jerman seharusnya menjadi panutan dan penyemangat bagi kaum muda yang ingin mandiri dan sukses di negeri orang, karena dengan kerja keras eyang, kebulatan tekad, dan jerih payah eyang, yang disertai dengan doa, eyang mendapatkan gelar Diploma Ing, dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 dengan predikat Cumlaude (seempurna) dengan nilai rata-rata 9,5 dan langsung mendapatkan pekerjaan di Firma Talbot, sebuah industri kereta api Jerman. Tidak sampai disitu, kehausan eyang Habibie akan pendidikan berlanjut dengan mendapatkan gelar Doktor di Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean di tahun 1965 dengan predikat Summa Cumlaude (Sangat sempurna) dengan rata-rata nilai 10, wow... sungguh mengagumkan eyang! Mungkin sampai sekarang hanya eyang Habibie yang mampu seperti ini, menjadi emas di negeri Jerman.
“Faktor Habibie”, menjadi rumus yang ditemukan oleh eyang Habibie yang mampu menghitung keretakan atau krack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang, sehingga eyang mendapat julukan “Mr Crack”, disamping itu desain Airbus A-300, Hansa Jet 320 adalah prestasi eyang sehingga mendapatkan penghargaan bergengsi setara dengan hadiah Nobel, yang bernama Edward Warner Award dan Award von Karman dan diakui oleh dunia Internasional hingga sekarang bahwa eyang Habibie adalah sosok yang jenius, pekerja keras, dan master perancang desain pesawat terbang.
Eyang adalah sosok penuh inspiratif, khususnya bagi kaum keluarga. Kesetiaan cinta eyang akan sang istri tercinta sungguh tidak dapat saya gambarkan dengan kata-kata, bagaimana tidak eyang? Dengan ketulusan cinta, eyang lebih memilih ibu Hasri Ainun Habibie – teman eyang sewatu di SMA – sebagai pendamping hidup eyang daripada jutaan bahkan ratusan juta wanita yang ada di Indonesia maupun di negeri Jerman. Eyang dengan mantap memilih ibu Ainun dan tidak mau berpisah barang sedetikpun dengan ibu Ainun. Semenjak menikah tanggal 12 Mei 1962, eyang selalu membawa ibu Ainun kemanapun eyang bertugas atau menuntut ilmu.
Suka-duka kehidupan awal berumah tangga eyang dan ibu Aini jalani dengan penuh keiklasan, kesederhanaan dan tidak mengeluh. Belajar menjadi rumah tangga yang hemat, bersahaja, sederhana, penuh dan dengan cinta yang tulus. Itu semua tergambar dalam film yang berjudul “Habibie dan Ainun” desember 2012 yang menjadi film box office (film terlaris) Indonesia sepanjang masa yang menceritakan bagaimana kisah cinta abadi di abad modern seperti ini. Eyang dengan segala ketulusannya tetap tegar walau ditinggal oleh ibu Ainun untuk selama-lamanya. Eyang iklas ditinggal istri tercinta walau perih rasanya, ini terungkap dari cerita eyang sendiri yang frustrasi kala ditinggal istri tercinta untuk selama-lamanya. Namun Tuhan sungguh baik sama eyang, eyang tetap sehat, tegar menghadapi kenyataan ditinggal oleh sosok yang paling disayangi dan dicintai di dunia ini. Eyang masih bisa merayakan ulang tahun yang ke – 80, yang akan dirayakan tanggal 25 Juni nanti.
Akhirnya, Selamat Ulang Tahun Eyang Habibie!, semoga eyang sehat selalu, diberkati oleh Tuhan, diberikan panjang umur hingga masih dapat menularkan pengalaman-pengalaman hidup dan ilmu yang eyang peroleh, khsususnya dibidang Teknologi demi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia menuju Indonesia maju dan makmur. Semoga impian eyang Habibie melihat Indonesia mampu menciptakan pesawat sendiri, melihat Indonesia bebas dari praktek KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) sehingga Indonesia menjadi negara yang makmur, sejahtera, seperti yang diamanatkan dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat menjadi kenyataan. Semoga, kisah hidup eyang Habibie bersama dengan Almarhum Ibu Ainun dapat menginspirasi para generasi bangsa ini bahwa keluarga adalah segala-galanya, bahwa istri dan suami itu harus saling mencintai, saling mengasihi, menerima apa adanya, mampu sama-sama membangun keluarga dari nol hingga menjadi keluarga yang sangat menginspirasi.