Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Antara Pak Tjiptadinata, Opa Tingkerman Ranieri dan Semangat Pantang Menyerah

18 Mei 2016   18:02 Diperbarui: 18 Mei 2016   18:09 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat menyaksikan partai terakhir Liga Inggris yang mempertemukan Chelsea kontra Juara Baru The Foxes sambil pesbukan, saya membaca sebuah status di Facebook, dimana status itu datangnya dari salah satu orang yang saya kagumi di Kompasiana, yah..selama kurang lebih enam tahun berkiprah di Kompasiana, blog keroyokan yang telah banyak mengajari saya bagaimana menjadi penulis dengan membaca banyak karya-karya dari berbagai jenis tipe manusia penulis, salah satunya dari beliau, maka saya beranikan untuk menuliskan opini ini.

Beliau sendiri menuliskan distatusnya seperti ini, “Tjiptadinata Effendi, 73 Tahun Dilombakan – Kompasiana dot com”. Tanpa basa-basi saya langsung klik tautan statusnya, saya tercengang, karena arah tulisan benar dengan perkiraan saya. Beliau sendiri bekerjasa sama dengan KutuBuku mengajak saya bersama dengan Kompasianer lainnya untuk menuliskan kiprah heroiknya sebagai penulis sejati dan telah menelurkan buku-buku yang inspiratif dan best seller dan masih produktif walau sudah menginjak usia 73 tahun, sungguh luar biasa. 

Konsistensi beliau sebagai penulis di Kompasiana sungguh sangat tidak dapat ditandingi oleh siapapun, termasuk saya. Dibandingkan beliau, saya bukanlah apa-apanya, masih diujung kuku jari beliaulah karya saya di Kompasiana. Sebagai perbandingan sederhana, saya mencoba mengintip profil beliau di Kompasiana, wow..sungguh tercengang, tidak bisa dibayangkan. Beliau sudah mencatat 1.938 artikel per tanggal 15 Mei 2016, padahal beliau bergabung 2 tahun lebih muda dari saya. 389 artikel menjadi Headline, dan 1.597 menjadi pilihan di Kompasiana, sungguh prestasi yang membanggakan dan menggambarkan semangat pantang menyerah beliau.

Bandingkan dengan kiprah saya selama enam tahun, sejak bergabung 25 Maret 2010, baru berhasil menayangkan 282 artikel dengan 27 Headline dan 152 pilihan, sungguh antara langit dan bumi, bukan begitu pak Tjipta?

Lantas apa hubungan pertandingan big match antara Chelsea si peringkat enam menghadapi juara baru di tangan The Thinkerman, Opa Claudio Ranieri si pelatih berkebangsaan Italia yang mampu mengguncang Liga Inggris di musim keduanya bersama tim yang hampir terdegradasi musim lalu dengan sosok pak Tjipta? Wah kok panjang banget pertanyaannya? Yah sangat berhubungan, karena jujur pak, melihat perjuangan bapak sebagai penulis di Kompasiana, seperti melihat bagaimana perjuangan Opa Ranieri dan timnya Leichester City menjadi juara di musim ini.

Satu hal lagi, sekilas kalau melihat wajah bapak, maka saya melihat ada kemiripan wajah bapak dengan pelatih The Foxes itu pak! Claudio Ranieri, ketika menuliskan opini ini, itulah yang terbayang kala melihat wajah profil bapak, wajah bapak sekilas mirip dengan wajah Opa yang baru mengubur julukan “Mr. Runner-Up”, dan menggantinya dengan “Mr Specialist One”, atau “The Tingkerman” atau si tukang reparasi. Begitu juga dengan pak Tjipta, menurut saya adalah orang yang dilahirkan spesial, yah karena mampu berkiprah dan berkiprah, berkarya dan berkarya dengan baik. 

Sama-sama yakin, suatu saat akan sukses dan sukses itu pasti datang walau tidak tau pastinya kapan datangnya. Pak Tjiptadinata Effendi julukan adalah sesuatu yang sakral, karena Kompasiana telah memberikan julukan atas keberhasilan beliau menyabet gelar Kompasianer of the Year 2014. The Oldman and the Article (Lelaki Tua dan Karyanya) adalah sebuah apresias atas beragam keberhasilan beliau dalam menulis. Bagi beliau, tiada hari tanpa menulis, semangat menulis pak Tjipta melebihi usia 73 tahun yang telah dia sandang, sungguh semangat pantang menyerah yang patut diteladani. Bukan begitu pak Tjipta?

Tua-tua keladi, mungkin itulah julukan yang pas disematkan pada diri pak Tjiptadinata Effendi, maupun Mr. Ranieri, karena di usia yang tidak muda lagi masih mampu menorehkan prestasi yang cingklong di masing-masing bidang. Pak Tjipta adalah Kompasianer of the Year tahun 2014 dan penulis buku-buku best seller yang dicetak berulang-ulang karena inspiratif. 

Di usia yang akan genap 73 tahun tanggal 21 Mei ini, pak Tjipta masih semangat untuk terus menulis dan menulis, menghasilkan karya-karya baik buku maupun tulisan blog yang bermanfaat dan cocok bagi semua kalangan, dengan motto “One day, one article” beliau telah membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang dalam berkarya. Ditemani sang istri yang sangat setia, Ibu Roselina di Wollongong, Australia selalu merajut hidup sederhana dan mengajarkan arti hidup yang sesungguhnya kepada para blogger, kompasianer, dan para pembaca setianya lewat tulisan-tulisan yang sangat bermanfaat dan bermakna.

Setali tiga uang dengan gaya pak Tjiptadinata Effendi ini, gaya Mr. Ranieri juga sama, selalu berada dalam kesederhanaan, hidup bersahaja, iklas bekerja, tekun, ulet dan yang pasti jujur. Bersama sang istri tercinta, Dr. Rosanna yang juga ahli seni, mereka mengarungi masa-masa di London dengan kebersamaan, dan suka dengan karya-karya sastra. Satu lagi persamaan antara dua sosok ini yang saya temui, tentunya sikap kutu buku mereka. Dalam berbagai cerita, pak Tjipta maupun mr. Ranieri adalah sosok pelahap buku diwaktu senggang, sehingga tidak terkejut apabila mereka memiliki wawasan dan pola pikir yang luas. Tetap sederhana dan bersahaja.

Wah, maaf pak Tjipta kalau saya terlalu baper (bawa perasaan) jadinya saat menceritakan bagaimana bapak di mata saya dan persamaan bapak dengan Mr. Ranieri, juga membawa nama-nama Leichester City sang juara baru EPL, karena terbawa suasana kali yah pak? Saat menuliskan opini ini, saya sambil nonton laga terakhir yang memang seru, dimana dengan mental juaranya, The Foxes mampu menahan imbang Chelsea dan menunjukkan performa luar biasa hingga mereka layak menjadi juara Liga Inggris untuk pertama kalinya sepanjang 132 tahun klub Inggris ini ada. Maaf sekali lagi pak, saya bukan menggurui pak Tjipta tentang sepakbola, tapi hanya menggoreskan isi hati saya tentang perjuangan bapak. Maaf sekali lagi baper......!

Walau belum pernah ketemu langsung face to face dengan pak Tjiptadinata Effendi tapi saya punya cerita yang menggelitik dan hanya pemanis opini ini saja, karena ceritanya tidaklah serius-serius amat, hanya pelengkap penderita saja. Kisahnya setahun yang lalu tepatnya tanggal 31 Juli 2015, tiba-tiba pak Tjipta ada inbox melalui pesan ke facebook saya, isi kata-katanya seperti ini, “Selamat malam, Begini jika di perbolehkan saya mau pinjam uangnya dulu untuk hari ini, buat bayar kekurangan adminitrasi keponakan di RS, mudah2an bisa dibantu, Mungkin lusa di gantikan secepatnya,.” Saya terkejut melihat pesan ini, namun saya tidak langsung percaya begitu saja, karena saya percaya pak Tjipta bukanlah orang yang gampang menyerah dan langsung meminta bantuan seperti ini lewat media sosial.

Saya cek status beliau, sambil saya balas dan mencoba mengajak ngobrol sosok yang telah menggunakan akun resminya pak Tjiptadinata. Namun saya tidak menemukan balasan-balasan lain kecuali, “mudah2an bisa dibantu,”. Saya menarik kesimpulan bahwa akun FB-nya pak Tjipta telah dibajak oleh seseorang untuk melakukan penipuan, sehingga saya tidak melayani permintaan beliau. 

Keesokan harinya saya menemukan konfirmasi langsung lewat akun resmi beliau bahwa akun media sosial beliau telah dibajak oleh seseorang, baru ini dapat kembali direbut dan memohon maaf apabila ada oknum yang berusaha melakukan penipuan lewat akun pak Tjipta. Permohonan maaf tersebut langsung direspon oleh teman-teman dan syukur, sepertinya tidak ada yang merasa tertipu dengan mengirimkan sejumlah uang kepada oknum yang mencoba meretas akun pak Tjiptadinata.

Ini adalah pengalaman kecil ketika berteman dengan pak Tjipta di media sosial. Harapan saya, semoga pengalaman kecil ini menjadi pengalaman besar ketika suatu saat saya bertemu langsung, bertatap muka, salaman dan mendapat wejangan dari beliau. Harapan untuk bertemu sosok-sosok inspiratif selalu ada bagi Kompasianer yang selalu punya mimpi, termasuk mimpi untuk bertemu dengan beliau yang selalu menulis satu artikel satu hari. Passion untuk bertemu beliau membuncah saat menuliskan opini ini, semoga mimpi ini terwujud. Amin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun